Find Us On Social Media :

Jika Benar Trump Mendata Muslim, Mantan Menteri Luar Negeri AS akan Mendaftarkan Diri sebagai Muslim

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 26 Januari 2017 | 15:15 WIB

Madeleine Albright bersumpah akan mendaftarkan diri sebagai muslim

Intisari-Online.com - Donald Trump dikabarkan akan menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan larangan muslim masuk Amerika Serikat. Jika itu benar-benar terjadi, termasuk mendata seluruh muslim yang ada di Amerika, mantan Menteri Luar Negeri AS, Madeleine Albright, akan mendaftarkan diri masuk Islam.

(Trump Bekukan Dana Hibah Bagi Penelitian Lingkungan)

 Albright, yang bertugas di masa Presiden Bill Clinton, memiliki karier cemerlang sebagai diplomat Amerika. Sebelum menjabat sebagai Menteri Luar Negeri ke-64, ia merupakan Duta AS ke-20 di PBB. Omongan-omongannya selalu layak kutip, termasuk cuitannya baru-baru ini:

" >

Dalam Twitter-nya itu, Albright mengingatkan pengikutnya bahwa AS adalah negara inklusif alih-alih eksklusif. Untuk menjaga cita-cita para pendiri AS, perbatan harus tetap dibuka untuk menyambut setiap individu, tak peduli apa pun ras, kelas, orientasi, suku bangsa, juga agamanya.

Ia mencuit:

" >

Dilansir Occupydemocrats.com, Albright tidak sendirian bersumpah mendaftar sebagai seorang muslim. Tokoh lain yang punya niat serupa adalah tokoh feminis Gloria Steinem. Suatu ketika ia pernah bilang, “Jika Anda (Trump) memaksa untuk mendaftar, kami semua akan mendaftarkan diri sebagai muslim.”

Selain menekan para imigran yang datang ke Amerika Serikat, Trump juga dikabarkan akan menyuruh Menteri Pertahanan untuk membangun “zona aman” di Suriah. Artinya, Amerika akan mengeluarkan banyak biaya untuk membiayai ini—dan tentu saja darah.

Sebagai seorang Presiden AS, Trump memang memiliki hak istimewa untuk memerintahkan apa yang ia inginkan. Meski demikian, bukan berarti apa yang dilakukannya tidak mendapat kritikan serius. Tak hanya di Amerika sendiri, di belahan bumi lainnya beberapa kelompok juga menunjukkan protesnya terhadap kebijakan Trump yang dinilai diskriminatif itu.