Find Us On Social Media :

Tambang Freeport: Sebuah Ironi Perampasan Gunung Suci Milik Suku Amungme

By Muflika Nur Fuaddah, Sabtu, 14 Juli 2018 | 18:15 WIB

Perlawanan yang sia-sia seiring berjalannya waktu menimbulkan pencemaran serius.

Baca Juga: Memilih untuk Dirawat di Rumah, Bayi Berwajah Dua dari Batam Ini Kerap Alami Sesak Nafas

Freeport membuang sekitar 300.000 ton limbah beracun per hari di sungai Aijkwa yang mengalir melalui wilayah Amungme.

Tanaman tidak dapat dibudidayakan lagi karena banjir dan pihak berwenang Indonesia telah memerintahkan orang untuk tidak minum air.

Residu beracun dan sulfida terus menyusup ke ekosistem yang telah menjadi bom waktu ekologis.

Sejak awal tahun 1968, ribuan Amungme dan juga suku Kamoro yang miskin telah diusir paksa dari area penambangan.

Baca Juga: Freeport, Gunung Emas yang Rutin Dihujani Peluru-peluru Pencabut Nyawa

Amungme juga dilarang memasuki benteng-benteng Freeport seperti Tembagapura, Bandara Timika, dan daerah-daerah lain 'milik' perusahaan.

Militer yang didanai satu juta dolar juga melakukan operasi penutupan daerah dengan dalih takut akan serangan OPM.

Menurut ahli etnografi Amerika, Alice Gibbons, kedatangan Freeport mengakibatkan keserakahan yang tak terkendali di antara beberapa penduduk.

Alkoholisme pun mulai menjangkit disertai prostitusi dan penyakit kelamin.

Baca Juga: Di Balik Truk Raksasa Tambang Freeport, Ada Perempuan-perempuan Tangguh di Belakang Setir

Para pemimpin suku juga mengkonfirmasikan bahwa komunitas itu berantakan karena kehadiran Freeport.

"Karena tambang, bentuk pekerjaan tradisional kami telah lenyap. Banyak orang kami yang kecanduan alkohol. Standar hidup kita rendah dan pengangguran tinggi."

Baca Juga: OPM, Pemberontak 'Warisan' Belanda Yang Kerap Serang Freeport untuk 'Cari Perhatian'