Find Us On Social Media :

Membanggakan, Konsep 2 Pilot dalam Satu Kokpit untuk Pesawat Komersil Ternyata Berasal dari Ahli Penerbangan Indonesia

By Agustinus Winardi, Senin, 2 Juli 2018 | 18:00 WIB

Intisari-Online.com - Pesawat komersil yang dikendalikan oleh dua orang pilot ternyata memiliki sejarah yang menarik.

Pada awalnya konsep dua pilot yang mengendalikan pesawat ternyata merupakan hal yang sulit.

Misalnya seperti yang dialami oleh perusahaan pemroduksi pesawat Airbus Industrie (Prancis).

Pada masa awal berproduksi, Airbus punya impian membuat pesawat yang kokpitnya diawaki oleh dua orang pilot.

Tapi impian ini tidak pernah menjadi kenyataan sampai datang direktur utama Garuda Indonesian Airways, Wiweko Sopeono ke Airbus pada September 1977.

Saat itu Wiweko datang ke pabrik Airbus di daerah Blagnac di luar kota keempat terbesar Prancis, Toulouse.

Baca juga: Suka Bepergian Lewat Udara? Inilah yang Terjadi pada Tubuh Anda saat Berada di Pesawat Terbang dan Begini Cara Mengatasinya

Wiweko yang juga seorang pilot lalu diberi kesempatan mencoba menerbangkan pesawat badan lebar A300 bercat serba kuning, warna bagi semua pesawat yang baru keluar dari hangar perakitan.

Pesawat ini diawaki oleh seorang kapten pilot, kopilot dan seorang flight engineer yang duduk menghadap ke samping di belakang kedua penerbang.

Wiweko saat itu didampingi chief pilot Airbus, Pierre Baud.

Ikut dalam penerbangan itu para petinggi Airbus Industrie, general manager Roger Betellie dan general manager Airpformation Pinet, mencerminkan betapa pentingnya customer Indonesia ini.

Airbus A300 yang diterbangkan berkesan sekali pada Wiweko.

Baca juga: 2 Pilot Ini Berhasil Lolos dari Kawasan Penuh Misteri Segitiga Bermuda, Begini Kesaksian Mereka

Sewaktu debriefing setelah penerbangan, Wiweko tiba-tiba menanyakan: “Apa kerjanya orang yang duduk dibelakang saya itu?”

Ruangan jadi hening, Pierre Baud dibuat tertegun mendapat “serangan” pertanyaan tersebut dan menjawab: “Dia adalah flight engineer...”

“Itu saya sudah tahu, tapi apa kerjanya dia?” Pierre seakan tidak bisa menjawab, untung Roger Beteille mengerti maksud pertanyaan Wiweko.

Dia kemudian menerangkan memang sudah tidak perlu lagi flight engineer berada dalam kokpit sebab semua sudah serba otomatis.

Semua kontrol untuk menerbangkan pesawat pun berada di hadapan pilot.

“Kursi engineer adalah suatu konsesi dengan serikat buruh Eropa dan sebenarnya sudah tidak ada fungsinya lagi di dalam kokpit.”

Begitu jawab Beteille seperti dikutip dalam buku Dari Blitar ke Kelas Dunia: Wiweko Soepono Membangun Penerbangan Indonesia, tertiban Primamedia Pustaka 2001.

Arah ke two-man crew cockpit Airbus saat itu memang sudah ada.

Tapi baru untuk pesawat badan sedang seperti telah diterapkan pada kokpit pesawat Caravelle buatan Prancis dan mesinnya nangkring pada bagian buntut pesawat.

Menyadari hal itu, Airbus kemudian berencana mengaplikasiikan pada pesawat badan lebar.

Tapi karena saat itu konsep two-man crew cockpit belum bisa diterima dan agar pasar mau menyerap produknya, Airbus lalu mengikuti produk pesawat badan lebar Boeing, Douglas dan Lockheed yang kokpitnya dilengkapi side-panel bagi flight engineer.

“Keluarkan kursi (flight engineer) itu, dan mari kita berunding mengenai pembelian pesawat,” tantang Wiweko. 

Baca juga: Berkenalan dengan Airbus A320 neo, Pesawat Citilink Tercanggih yang Baru Datang dari Prancis

Roger Beteille hampir tidak percaya bahwa dia sedang berhadapan dengan seorang bervisi jauh ke depan sekaligus sosok yang paham dalam penerapan teknologi mutkahir penerbangan.

Tantangan itu ternyata diterima Airbus untuk memenuhi sembilan A300B4 yang kemudian  dipesan oleh Garuda.

Sesuai permintaan Wiweko, kokpitnya lalu dirancang untuk dua awak.

“Wiweko secara pribadi terlibat dalam merancang kokpitnya, juga sewaktu simulatornya dibuat,” tulis Beteille dalam testimoninya dalam buku tersebut.

Pesawat pertama Airbus A300B4 sistem two-man crew cockpit diserahkan pada 18 Januari 1982 bertepatan dengan hari ulang tahun Wiweko ke-59.

Airbus A300B4 FFCC (Facing Forward Crew Cockpit) merupakan cikal bakal dari semua kokpit pesawat badan lebar, kemudian pada  pesawat jenis jumbojet Boeing 747 dan superjumbo Airbus A380.

Wiweko Soepono dengan halus menolak predikat kehormatan yang kemudian diberikan Airbus Industrie sebagai “Bapak Two-man Forward Facing Crew Cockpit.”

Dengan rendah hati dimintanya agar konsep tersebut disebut sebagai “Garuda Design Cockpit”.

Tapi hingga saat ini bagi Airbus Industrie sendiri tetap tidak terbayang sebelumnya bahwa, justru dari seorang putra negara berkembang seperti Indonesia, Wiweko Soepono, lahirlah pesawat two-man crew cockpit.