Find Us On Social Media :

Pilkada 2018: Cuma Butuh Satu Jam untuk Mengecek Quick Count Abal-Abal

By , Rabu, 27 Juni 2018 | 09:15 WIB

Baca juga: Pasangan Ini Dibunuh oleh Anak Kandungnya Sendiri yang Tak Terima Mengidap 'Penyakit Keturunan'

Quick count bahkan mampu mendeteksi dan mengungkapkan penyimpangan serta kecurangan.

Lalu dari mana datangnya perbedaan hasil? Setiap lembaga survei memang bisa memiliki metodologi tersendiri, seperti diungkap Mada Sukmajati, pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada.

Namun jauh di atas persoalan metodologi, kredibilitas dan etika menjadi hal utama yang harus dipegang oleh penyelenggara quick count.

"Ini penting karena terkait dengan kemampuan menarik kesimpulan. Masyarakat sendiri juga bisa melacak, mana lembaga survei yang bisa dipercaya dan mana yang tidak,” kata Mada seperti dikutip Kompas.com (9/7).

Hasil perhitungan setiap lembaga, seperti dikatakan Titin Sumi, pengajar Jurusan Matematika di Universitas Indonesia, bisa saja berbeda karena masalah pengambilan sampel.

“Ini tidak bisa disalahkan. Namun yang pasti harus proporsional,” kata dia mengingatkan.

Namun bukan tidak mungkin, lanjut Titin, ada kecenderungan lembaga suvei mendapat pesanan dari pihak yang membayar.

“Saat ini banyak lembaga survei yang mengeluarkan hasil tergantung pada siapa yang membayar,” ungkap dia tentang kemungkinan terjadinya kesalahan dalam hasil quick count.  

Adanya kesalahan metodologi, menurut Direktur Cyrus Network, Hasan Nasbi, bisa saja terjadi hingga berakibat pada perbedaan hasil quick count.

"Quick count itu enggak akan bisa mengarang, ada kesalahan gampang terdeteksi," sebut dia kepada Kompas.com.

Menurut Hasan, jika ingin mengetahui kesalahan, auditnya bisa sangat cepat. Cuma satu jam untuk tahu letak kesalahan atau kemungkinan manipulasi.