Pilkada 2018: Cuma Butuh Satu Jam untuk Mengecek Quick Count Abal-Abal

Ade Sulaeman

Penulis

Hasil quick count terkadang menyisakan tanda tanya besar: lembaga manakah yang paling bisa dipercaya?

Intisari-Online.com-Sorotan masyarakat usai berlangsungnya pemungutan suara dalam Pilkada 2018 ini adalah hasilquick count untuk melihat siapakah pemimpin daerah mereka berikutnya.

Menariknya, hasilquick count tersebut sering kali berbeda.

Jika perbedaan itu masih menunjukkan pemenang yang sama (hanya ada sedikit perbedaan hasil) tentu tidak jadi masalah.

Yang jadi masalah dan kerap menimbulkan perdebatan adalah ketika hasilquick countbeberapa lembaga survei bertolak belakang dengan hasil survei beberapa lembaga lain.

Baca juga:Disebut Danau Terdalam Kedua di Indonesia, Inilah Rekaman Video Dasar Danau Toba

Mungkin Anda masih mengingat bagaimana saat pemungutan suara Pilpres 2014masyarakat dibingungkan oleh hasilquick countyang dirilis ke masyarakat.

Seperti kita tahu, terdapat delapan lembaga survei yang memenangkan Jokowi-JK, yaitu Populi Center, CSIS, LitbangKompas, Indikator Politik Indonesia, Lingkaran Survei Indonesia, RRI, Saiful Mujani Research Center, dan Pol Tracking.

Lucunya, ada empat lembaga survei yang memenangkan pasangan Prabowo-Hatta yakni Puskaptis, Indonesia Research Center, Lembaga Survei Nasional, dan Jaringan Suara Indonesia.

Baca juga:Saking Bencinya, Pasukan Rusia Menggali Kubur Serdadu Nazi Lalu Memutilasi dan Membakarnya

Dari fakta itu, pertanyaan yang kemudian mengemuka di masyarakat adalah: siapa sesungguhnya yang menyimpang dua kelompok itu? Mana hasilquick countyang “abal-abal” alias penuh rekayasa?

Pada dasarnya,quick countadalah metode verifikasi hasil pemilu yang bersumber dari penghitungan persentase hasil pemilu di sejumlah TPS yang dijadikan sampel.

Mengingat data asalnya perhitungan TPS secara langsung tentu saja akurasinya lebih tinggi, karena bukan berdasarkan persepsi atau pengakuan responden.

Tentu saja kita tidak perlu meragukan hasilquick count, bahkan dari hasilnya kita dapat memperkirakan perolehan suara pemilu secara cepat yang berguna untuk memverifikasi hasil resmi KPU nantinya.

Baca juga:Pasangan Ini Dibunuh oleh Anak Kandungnya Sendiri yang Tak Terima Mengidap 'Penyakit Keturunan'

Quick countbahkan mampu mendeteksi dan mengungkapkan penyimpangan serta kecurangan.

Lalu dari mana datangnya perbedaan hasil? Setiap lembaga survei memang bisa memiliki metodologi tersendiri, seperti diungkap Mada Sukmajati, pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada.

Namun jauh di atas persoalan metodologi, kredibilitas dan etika menjadi hal utama yang harus dipegang oleh penyelenggaraquick count.

"Ini penting karena terkait dengan kemampuan menarik kesimpulan. Masyarakat sendiri juga bisa melacak, mana lembaga survei yang bisa dipercaya dan mana yang tidak,” kata Mada seperti dikutipKompas.com(9/7).

Hasil perhitungan setiap lembaga, seperti dikatakan Titin Sumi, pengajar Jurusan Matematika di Universitas Indonesia, bisa saja berbeda karena masalah pengambilan sampel.

“Ini tidak bisa disalahkan. Namun yang pasti harus proporsional,” kata dia mengingatkan.

Namun bukan tidak mungkin, lanjut Titin, ada kecenderungan lembaga suvei mendapat pesanan dari pihak yang membayar.

“Saat ini banyak lembaga survei yang mengeluarkan hasil tergantung pada siapa yang membayar,” ungkap dia tentang kemungkinan terjadinya kesalahan dalam hasilquick count.

Adanya kesalahan metodologi, menurut Direktur Cyrus Network, Hasan Nasbi, bisa saja terjadi hingga berakibat pada perbedaan hasilquick count.

"Quick countitu enggak akan bisa mengarang, ada kesalahan gampang terdeteksi," sebut dia kepadaKompas.com.

Menurut Hasan, jika ingin mengetahui kesalahan, auditnya bisa sangat cepat. Cuma satu jam untuk tahu letak kesalahan atau kemungkinan manipulasi.

Kalau memang benar melakukanquick count, maka menurut Hasan, orang pasti berani buka data.

“Kalau takut, berarti ada manipulasi.”

Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) yang mewadahi lembaga-lembaga survei di Indonesia telah menyatakan akan memanggil dua lembaga survei yakni Puskaptis dan Jaringan Suara Indonesia untuk menjelaskan metodologinya.

Dari sanalah kita akan memperoleh jawabannya. (Tjahjo Widyasmoro)

Baca juga:Pascagempa Jepang, Orangtua Ini Temukan Rahasia Memalukan Anaknya di Kamarnya

Artikel Terkait