Penulis
Intisari-Online.com - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dikenal sebagai Presiden salah satu negara di Eropa yang berani menentang AS sekaligus mengancam akan menyerang Israel terkait konflik di Jalur Gaza.
Nah, baru-baru ini, ia berhasil memenangkan pemilu untuk memilihan Presiden Turki periode 2018-2023.
Pemilu untuk memilih Presiden Turki ini telah berlangsung pada 25/6/2018 dan kemenangan telak Endorgan dirayakan oleh warga Turki dengan penuh suka cita.
Erdogan mendapat lebih dari 50% suara mengalahkan tiga pesaing lainnya sekaligus mencerminkan bahwa Presiden Turki yang sedang ‘digencet’ AS itu masih didukung rakyatnya.
Baca juga:Walau Alami Erupsi Setinggi 1.000 Meter, Tapi Status Gunung Anak Krakatau Tidak Membahayakan
Kekuasan Endorgan sempat goyah ketika di tahun 2017, Turki diguncang oleh kudeta militer dan konon didalangi oleh AS.
Sejak aksi kudeta yang gagal itu, hubungan AS-Turki mulai memburuk padahal sebagai anggota NATO, Turki diandalkan oleh AS sebagai ujung tombak untuk menghadapi Rusia jika sewaktu-waktu muncul konflik.
Di luar dugaan, Turki bahkan makin akrab dengan Rusia dan sudah membeli rudal-rudal S-400 yang secara terangan-terangan akan digunakan Endorgan untuk ‘memberi pelajaran kepada Israel’.
Endorgan memang menjadi makin marah dengan Israel karena telah memindahkan ibukotanya ke Yerusalem disusul oleh pemindahan Kedutaan Besar AS di kota yang sama.
Bagi Turki, kota Yerusalem yang terdapat bangunan suci umat Muslim dunia, harus tetap menjadi kawasan yang mendapat perlindungan internasional (PBB) bukan dikuasai oleh Isarel yang terus-menerus didukung AS.
Prinsip teguh dan disiplin Endorgan ternyata mampu menarik mayoritas warga Turki untuk memilihnya, sehingga untuk ke depannya Turki benar-benar akan menjadi negara yang ‘sangat berbahaya’ bagi AS-Israel.
Baca juga:Diembargo Senat Amerika, Turki Tetap Bisa Dapatkan Pesawat Siluman F-35
AS sendiri sebenarnya sedang tidak berkutik menghadapi manuver politik Endorgan karena tidak berhasil menghentikan pengiriman jet tempur F-35.
Pasalnya, AS sudah terlanjur menyetujui Turki untuk terlibat dalam produksi F-35 sejak tahun 2000-an.
Ketika Endorgan terpilih lagi sebagai Presiden Turki pada saat yang hampir bersamaan, Rusia juga telah memastikan untuk mengirimkan rudal-rudal S-400 ke Turki.
Sedangkan AS (Pentagon) juga menyetujui untuk mengirimkan sejumlah jet tempur F-35 pesanan Turki, kendati Kongres AS menyatakan telah menolak pengiriman F-35 ke Turki.
Dengan kekuatan militer serba canggih yang dimiliki Turki itu, baik Israel maupun AS sendiri sebenarnya menjadi khawatir dan ketakutan.
Pasalnya Israel yang telah memiliki sejumlah F-35 kini mendapat pesaing seimbang sekaligus kehilangan supremasi kekuatan udaranya di kawasan Timur Tengah.
Sebaliknya AS, selain khawatir dengan ancaman rudal S-400, juga merasa ketakutan karena teknologi F-35 bisa ‘dicuri’ oleh Rusia yang dalam perkembangan terkini makin memiliki hubungan akrab dengan Turki.