Find Us On Social Media :

Semakin Tipis Bukannya Semakin Murah, Begitulah Faktanya Layar Elektronik

By K. Tatik Wardayati, Senin, 25 Juni 2018 | 19:47 WIB

Intisari-Online.com – Tidak salah kalau dikatakan, di zaman modern, mata manusia hampir tak pernah lepas dari layar elektronnik.

Baik berupa layar televisi, layar monitor komputer, layar ponsel, sampai ketika misalnya kita bertransaksi di ATM atau melirik ke layar arloji di pergelangan tangan.

Ada yang berani menyatakan, saat ini manusia sebenarnya sudah lebih  banyak melihat layar elektronik ketimbang kertas.

Sejarah layar elektronik cukup unik, karena tidak ada yang benar-benar menciptakan sebuah layar secara utuh.

Pengembangannya dilakukan lewat penemuan di pelbagai negara dan terus disempumakan selama bertahun-tahun. Bisa dikatakan inilah karya teknologi global pertama.

Baca juga: Wow, Oppo Bakal Merilis Smartphone dengan Desain Layar Edge Seperti Samsung!

Segala jenis teknologi layar elektronik yang ada sekarang ini tak lepas dari "penemuan”, pada tahun 1873 di Irlandia.

Tepatnya ketika seorang operator kantor telegram, Joseph May, menyadari bahwa cahaya dapat mempengaruhi hambatan listrik (resistansi) selenium.  Cahaya diubah menjadi arus listrik menggunakan fotosel selenium.

Penemuan itu awalnya diaplikasikan pada televisi mekanik. Bentuk televisi pada masa permuiaan ini amat sederhana, yakni berupa piringan logam yang berputar secara mekanis baik pada alat pengambilan gambar, transmisi dan layar penerimanya.

Layarnya pun sangat kecil, sekitar 3-5 inci saja, yang hanya cukup ditonton satu atau dua pasang mata.

Sebenarnya bersamaan dengan televisi mekanik dikembangkan pula layar berteknologi tabung sinar katoda cathode ray tube, CRT) yang hingga hari ini masih banyak digunakan.

Baca juga: Berlama-Lama di Depan Layar Komputer Bisa Merusak Mata Anda, Lakukan Tips Ini Untuk Kurangi Dampaknya

Layar CRT memakai tabung yang berlapis fosfor pada bagian depannya. Di dalam tabung terdapat katoda yang menembakkan elektron hingga alirannya menyebabkan fosfor berpendar.

Proses yang berulang-ulang selama sepersekian detik itulah yang membentuk gambar dan ditangkap oleh mata kita.

Siaran televisi mekanik sudah dimulai sejak tahun 1928 di Amerika Serikat, disusul televisi elektronik pada 1935. Namun sebenarnya kualitas televisi saat itu belum bagus.

Harganya juga masih mahal. Layarnya hanya selebar antara 3- 8 inci saja, atau maksimal selebar layar netbook atau laptop mini. Menontonnya juga harus full konsentrasi.

Setelah lebih dari 60 tahun berjaya, pada dekade tahun 1980-an, layar CRT perlahan mulai digantikan layar liquid crystal display (LCD).

Baca juga: Layar Smarthphone Rusak, Tenang Anda Tetap Dapat Memakainya Menggunakan Mouse, Begini Caranya!

Meski terlihat sebagai sebuah teknologi baru, bahan dasar LCD yang berupa cairan kristal  sebenarnya sudah ditemukan sejak tahun 1888 oleh Freidrich Reinitzeer, ahli botani Austria. Tapi baru benar-benar dikembangkan menjadi layar, 60 tahun kemudian.

Antara CRT dan LCD merupakan dua teknologi yang sama sekali berbeda. Pada LCD, arus listrik bertugas menjebak cahaya di dalam kristal sehingga hanya cahaya tertentu saja yang mampu melewatinya.

Cahaya yang terjebak menghasilkan gambar. Alhasil proses itu membuat gambar LCD tidak "berkedip", dan kualitas gambar terasa lebih nyaman di mata.

Sebelum LCD ramai digunakan pada televisi dan monitor komputer, penggunaannya sebenarnya sudah kita kenal pada layar-layar kecil seperti kalkulator, jam digital dan ponsel.

Pada kalkulator memang masih tetap hitam putih (monochrome) tapi pada gadget canggih seperti notebook, kini umumnya menggunakan teknologi matriks aktif.

Baca juga:Ingin Kontak WhatsApp Orang Spesial Tampil di Layar Depan Ponsel? Mudah Kok Caranya

Teknologi ini menempatkan transistor pada setiap piksel layar sehingga kualitas gambar yang lebih baik dan responsnya cepat saat dinyalakan.

Seolah ingin bersaing adengan LCD, layar plasma juga mulai diakrabi masyarakat. Prototip layar plasma sel tunggal sebenarnya sudah diciptakan tahun 1964 oleh Donald Bitzer dan Gene Slottow dari University of Illinois.

Namun proyek ini baru benar-benar selesai tahun 1995 setelah disponsori perusahaan asal Jepang, Matsushita, dan menghabiskan dana AS$ 26 juta.

Jenis layar "masa depan" yang sedang menjadi pembicaraan adalah organic light emitting diode (OLED) atau dioda cahaya.

Sejak ditemukan Dr. Ching W. Tang, ilmuwan dari perusahaan Eastman Kodak, masih terus disempurnakan untuk keperluan layar serta sensor.

OLED unggul karena bentuknya yanq sangat tipis, yaitu bisa mencapai hanya 1 mm saja. Jadi, tak mesti tebal kan? [Dari pelbagai sumber/Tj – Intisari April 2009]

Baca juga:5 Hape Layar 6 Inci Murah Rp 2 Jutaan, Nyaman Main Game dan YouTube