Penulis
Intisari-Online.com -Pada tengah malam 14 Mei 1948, mandat Inggris atas Palestina berakhir sudah.
"Mencuri" kesempatan tersebut, maka 12 jam sebelumnya, tokoh pergerakan Israel, Ben-Gurion memproklamirkan lahirnya negara Israel.
Negara baru ini dalam tempo satu jam diakui oleh AS, yang di mata pihak Arab membuktikan telah terjadinya kolusi antara kaum Yahudi dengan Washington.
Uni Soviet juga mengakui tiga hari kemudian, namun Inggris dan Prancis baru mengakui Israel pada tahun 1949.
Apa yang dilakukan Ben-Gurion ini, selain untuk menghindari hari Sabbath yang merupakan hari suci Yahudi, juga untuk mendahului pihak Arab yang mengancam invansi wilayah Palestina begitu Inggris resmi angkat kaki.
Baca juga:Dengan Kondom dan Balon, Militan Palestina Kembali Mengusik Ketenangan Warga Israel di Dekat Gaza
Meski dalam kenyataannya pertempuran antara orang Yahudi dengan Arab Palestina telah terjadi jauh hari sebelum Inggris hengkang.
Orang sering menyebut tahap ini masih sebagai “perang saudara” (civil war).
Konflik ini acap sangat kejam, dengan pembunuhan massal yang dilakukan oleh kedua pihak terhadap para tahanan atau penduduk sipil.
Peristiwa di Deir Yassin misalnya pada April 1948 ketika orang Yahudi yang tergabung dalam Irgun dan Stern membunuh lebih dari 250 orang Arab Palestina, termasuk wanita dan anak-anak desa tersebut.
Pembantaian mereka lakukan setelah pasukan “reguler” Haganah yang merebut desa itu meninggalkan tempat tersebut.
Baca juga:Setelah Layang-layang, Kini Giliran Kondom Terbang Buatan Palestina yang Jadi Ancaman Bagi Israel
Aksi ini pun dibalas pada bulan Mei sesudah pasukan Legiun Arab berhasil merebut pemukiman Yahudi, Etzion.
Begitu pun pasukan reguler Transyordania ini pergi, maka orang Arab Palestina pun datang dan membunuhi para pemukim Yahudi.
Invasi negara-negara Arab ke Palestina terjadi sesuai rencana, yaitu pada tengah malam tanggal 14/15 Mei 1948 sesaat sesudah Inggris melepaskan mandatnya.
Empat resimen Legiun Arab melintasi jembatan Allenby yang memisahkan Transyordania dengan Palestina.
Tujuan utama pasukan yang masih dipimpin opsir-opsir berkebangsaan Inggris ini adalah Yerusalem ditambah Nablus dan Ramallah sebagai sasaran antara.
Baca juga:Uzi, Senapan Maut Bikinan Israel Favorit Pasukan Khusus dan Intelejen Dunia Termasuk Indonesia
Pada waktu yang sama, pasukan Mesir bergerak ke utara menuju Gaza, sementara pasukan Lebanon ke selatan menyusuri jalan raya sepanjang pantai dan pasukan Suriah masuk dari timur untuk merebut wilayah Galilea.
Pasukan Irak yang bergerak di selatan pasukan Suriah, bertujuan mencapai pantai Laut Tengah sehingga memotong Israel menjadi dua.
Dalam perang Timur Tengah yang pertama ini, pasukan Israel memiliki keuntungan karena mereka berada dalam satu komando, sedangkan pasukan negara-negara Arab memiliki komando sendiri-sendiri.
Kalau pun ada koordinasi, sifatnya minim sekali. Pada hari pertama perang, Tel Aviv yang dijadikan ibukota Israel dibom pesawat Mesir, sehingga pidato radio Ben-Gurion untuk menjelaskan mengapa negara Israel diproklamirkan menjadi terputus-putus.
Pasukan Suriah gagal mencapai sasaran awal merebut dua desa di Lembah Yordan, namun mereka berhasil menguasai Mishmar Hayarden meskipun menghadapi perlawanan sengit.
Pasukan Irak yang terdiri dari dua brigade infanteri dengan dukungan satuan lapis baja, berhasil mendekati kota Natanya di pantai Laut Tengah.
Namun sebelum mereka sempat memotong Israel menjadi dua, gerakan tentara Irak ini dapat dihentikan oleh pasukan Palmach Israel yang bertahan mati-matian.
Pertempuran hebat terjadi di seantero wilayah, termasuk Yerusalem dan sekitarnya. Upaya Israel untuk merebut kota lama Yerusalem digagalkan oleh pasukan Legiun Arab.
Baca juga:Cerita Indah dari Tepian Danau Toba: Ketika Togu Simorangkir Mengubah Pamrih Menjadi Kasih
PBB segera berusaha melerai peperangan ini dengan menunjuk penengah/mediator, Count Bernadotte dari Swedia.
Namun setiap kali perhentian permusuhan tercapai, maka sifatnya selalu sementara karena setiap kali pula perang berkecamuk lagi.
Sehingga peperangan pertama antara Arab-Israel tahun 1948-49 ini pun dapat dibagi dalam beberapa tahap, diawali dengan “perang saudara” yang terjadi menjelang kepergian Inggris hingga masuknya pasukan negara-negara Arab pada 15 Mei 1948.
Peperangan dengan pasukan dari negara-negara Arab ini diakhiri dengan gencatan senjata pada 11 Juni, untuk kemudian pecah lagi pada 9 Juli yang terkenal dengan sebutan “perang sembilan hari”, yang terutama terjadi di sektor utara dan tengah.
Namun hingga kini konflik antara negara-negara Arab dengan Israel terus terjadi akibat tindakan licik Israel mendirikan negara dengan cara mencuri itu.