Find Us On Social Media :

Bagaimana Satu Pertandingan Sepakbola Mengambarkan Kemerdekaan Palestina dan Diakui Dunia

By Afif Khoirul M, Senin, 11 Juni 2018 | 07:00 WIB

Itulah segelintir kenangan manis yang pernah diterima Palestina, sebagai sebuah tim yang pernah mengecap manisnya prestasi, meski sebagai negara yang kini dilanda konflik berkepanjangan.

Baca Juga : Dilatih Layaknya Pasukan Militer, Itulah Sepenggal Kisah dari Timnas Korea Utara

Hubungan antara olahraga, identitas nasional, politik, masyarakat, dan perjuangan telah dipelajari berkali-kali. 

Tapi tanpa terlalu jauh, sebab tidak ada keraguan bahwa tim Palestina adalah salah satu contoh paling menonjol dari kemampuan tim sepak bola nasional, yang bahkan mendahului pembentukan institusi nasional dan berdaulat Palestina.

Ketika FIFIA secara resmi mengakui tim sepak bola nasional Palestina pada tahun 1998, menjadi salah satu organisasi internasional pertama yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara. 

Keputusan itu, bersama dengan perjalanan Presiden FIFA Sepp Blatter ke Gaza pada tahun 1998, memaksa dunia untuk terbiasa dengan 'Palestina,' apakah negara itu berbatasan atau tidak. 

Baca Juga : Kisah Tragis Para Atlet Israel yang Dibantai Ketika Ikuti Olimpiade di Jerman

Tampaknya sejak saat itu, Israel masih merasa perlu membicarakan tentang 'tim Palestina' atau 'pelatih Palestina.'

Tim nasional Palestina waktu itu akan pergi ke Piala Asia, saat ini berlangsung di Australia, untuk menempatkan Palestina di peta. 

Acara Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengirim pesan kepada para pemain sebelum mereka berangkat ke Australia, di mana ia menyebut olahraga 'senjata penting dalam politik'.

Goalie Ramzi Saleh, 34, pemain Palestina yang lahir di Mesir untuk orang tua dari Gaza, menyatakan bahwa: "Kami partisipasi dalam turnamen, untuk mengirim pesan ke dunia untuk menunjukkan bahwa meskipun dalam kehancuran kita selalu ada."

Ahmad al-Hassan, manajer profesional tim, mengatakan bahwa "Melalui tim, kami berharap untuk mencapai tujuan politik untuk buktikan bahwa kita layak menjadi negara merdeka dengan lembaganya sendiri, meskipun pendudukan, meskipun pemisahan antara Gaza dan Tepi Barat dan meskipun perang melawan kita."

Al-Hassan tahu apa yang dia bicarakan, ketika orang-orang Palestina terbagi di berbagai penjuru dunia apakah di Tepi Barat, Gaza, Israel, Yordania, Suriah, Lebanon dan Mesir, atau di seberang lautan di Eropa atau Amerika Serikat.

Di sisi lain, aturan FIFA baru memungkinkan pemain yang tidak memegang paspor yang sama untuk bermain untuk tim nasional yang sama (selama mereka belum pernah bermain untuk tim nasional yang berbeda).

Hal ini telah menciptakan kenyataan di mana tim nasional Palestina, lebih dari Otoritas Palestina atau PLO, mewakili impian persatuan dan kembalinya Palestina. (Afif Khoirul M)