Find Us On Social Media :

Ratu yang Sederhana dan ketika Masih Muda Berpacaran di Atas Es Itu Akhirnya Turun Tahta

By K. Tatik Wardayati, Minggu, 10 Juni 2018 | 16:30 WIB

Menjadi anak tunggal dan sekaligus putri mahkota bukan tugas yang mudah. Hal ini dialami Juliana yang lahir tanggal 30 April 1909. Kedatangannya memang dinanti-nantikan oleh orangtuanya dan rakyat, karena sebelumnya mereka sudah dua kali dikecewakan.

Pada usia muda ia sudah dipersiapkan untuk tugasnya kelak. Sebagian besar dari waktunya diisi dengan pelajaran dari guru-guru yang dianggap kompeten yang ahli dalam bidangnya.

Ia sudah sering ikut dengan ayahnya atau neneknya untuk melakukan tugas resmi.  Bagi seorang anak ini belum tentu peristiwa yang menyenangkan.

Namun konon saat yang paling dinanti-nantikan Juliaantje ialah musim dingin. Pertama karena di musim dingin, ia tidak terlalu menjadi bahan tontonan, sehingga ia bisa bergerak lebih bebas.

Tetapi juga karena ada "rahasia" lain. Pada saat itu ia boleh membeli pohon natal di Voorhout. Bersama ibunya ia naik kereta luncur yang ditarik kuda, main skate di belakang Istana "Huis ten Bosch" atau di lapangan es kelab es Den Haag.

Baca juga: Meski Hidupnya Sangat Singkat, Bocah Ini Berhasil Kumpulkan Dana Ratusan Miliar 'Hanya' dengan Mengecat Kuku

Di tempat terakhir inilah si kecil bertemu dengan si "dia" yang bertopi putih bergaris biru. Saat itu musim dingin tahun 1916. Si dia itu sekepala lebih tinggi dari Juliaantje. Wajahnya terbuka dan penuh inisiatif.

Rupanya hubungan mereka cukup akrab. Mereka sering berlomba berdua di atas es. Setahun kemudian mereka bertemu lagi dan ingin main skate berdua sambil berpegangan tongkat. Mungkin pengasuhnya berpikir: Bolehlah, asal saya di tengah.

Bagaimana juga masa kanak-kanaknya berlalu cukup mengesankan. Kemudian disusul titik puncak ketika ia masuk Leidse Universiteit. Ketika itu ia bisa bebas bergaul dengan masyarakat dan teman-temannya.

la suka berjalan-jalan bersama mahasiswa lain. Satu pengalaman yang sering menjadi pembicaraan orang, ialah ketika dalam iring-iringan ia berjalan di depan dan salah seorang rekan di belakangnya berkata kepada teman lain: "Aduh tungkainya besar amat. Mirip tiang".

Mendengar kata-kata itu gadis di depan menengok ke belakang dan sambil tersenyum berkata: "Cocok. Jangan lupa. Ini tiang yang menopang wangsa Orange".

Baca juga: Pada PD II, Ternyata Ratu Elizabeth II Pernah Menjadi Anggota Militer dan Mekanik Truk