Find Us On Social Media :

Yuk, Ajari Anak Berlatih Mengatur Uang Saku

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 26 November 2016 | 08:32 WIB

Berikan kesempatan pada anak untuk mengontrol uang

Intisari-Online.com – Orangtua harus punya bekal ilmu dan strategi yang jitu agar anak kelak cerdas mengatur keuangannya.  Prinsipnya, saving dulu, baru shopping.

--

Seorang ibu mengeluhkan anaknya yang meninggalkan pekerjaan dan memilih melanjutkan kuliah S3-nya. Menurut sang ibu, anaknya bisa melanjutkan kuliah sambil bekerja. Tapi sang anak beralasan, pekerjaannya sekarang tidak memberikan penghasilan yang cukup, dan ia berharap dengan gelar S3 kelak mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan seperti yang ia inginkan. Si anak mungkin lupa mempertimbangkan, ijazah S3 tanpa pengalaman kerja yang cukup tidak akan berarti apa-apa.

Usut punya usut, masalah si anak ini muncul karena sejak kuliah, orangtuanya memberikan uang saku yang berlebihan pada si anak. Sehingga jika gajinya di bawah uang saku yang biasa diterimanya, ia akan malas bekerja.

(Baca juga: Siapakah Anda? Si Boros atau Si Hemat saat Mengelola Keuangan?)

Pengalaman nyata seorang ibu itu disampaikan oleh pakar parenting Rani Razak Noe’man untuk memberikan gambaran jika orangtua salah strategi dalam memberikan uang saku kepada anak, dampaknya bisa terbawa saat si anak dewasa.

“Kadang, saking sayangnya orangtua pada anak, uang saku diberikan lebih daripada yang dibutuhkan si anak. Juga tidak disertai ‘pendidikan’ khusus bagaimana si anak harus mengatur uang sakunya,“ kata Rani yang baru saja menerbitkan buku Amazing Parenting.

Uang saku bukan imbalan

Sebelum mulai memberikan uang saku pada anak, para orangtua ada baiknya memahami konsep uang saku. Uang saku diberikan untuk mengajarkan anak cara mengelola uang dengan bijak dan benar, dan bukan sebagai imbalan atas perilaku baiknya.

Perencana keuangan Ahmad Gozali mengatakan, “Uang saku juga tidak boleh dijadikan sebagai senjata untuk mengatur anak. Kalau anaknya baik, uang sakunya ditambah, dan sebaliknya. Karena ini bibit materialistis, di mana hubungan keluarga pun dihitung dengan uang.”

Perencanaan Keuangan Keluarga untuk Menyambut Kedatangan Bayi

Agar anak terampil mengatur uangnya, orangtua harus memberi contoh nyata. Anak-anak tidak akan paham jika orangtua hanya memberikan teori mengelola uang, oleh sebab itu mereka  harus diajak bersimulasi, caranya dengan pemberian uang saku itu.

TheMint.org, situs manajemen keuangan, menyebutkan, tujuh dari sepuluh anak usia 17 tahun mengatakan bahwa yang paling mempengaruhi mereka dalam mengelola keuangan adalah orangtua mereka.

Jika sedari dini orangtua sudah membekali anak dengan keterampilan mengelola uang, secara tidak langsung mereka telah menyiapkan anak-anaknya menjadi orang yang sukses dan produktif di kemudian hari.

Ahmad Gozali sepakat bahwa orangtua yang harus terlebih dahulu memberikan contoh soal pengelolaan uang. “Memberi contoh bahwa orangtua punya tabungan, punya budget, punya aturan apa yang bisa dibeli, dan apa yang pembeliannya bisa ditunda,” ujarnya.

Dalam memberikan contoh, orangtua harus disiplin dan konsisten. Jika si anak kehabisan uang saku karena terlalu boros, orangtua tidak memberikan toleransi. Si anak harus menerima sanksi. Uang saku tidak ditambah atau pinjam dari uang saku periode berikutnya. Di sisi lain, orangtua juga perlu memberikan apresiasi jika si anak bisa mengatur uang sakunya dengan baik. Apresiasi itu bentuknya bisa pujian atau hadiah.

(Baca juga: Tips Mengelola Keuangan Ketika Menjadi Wirausaha)

“Orangtua juga menjelaskan pentingnya si anak menabung dari uang sakunya, agar jika ingin membeli sesuatu, ia bisa membeli sendiri dari tabungan uang sakunya,” tambah Ahmad Gozali.

Rani menambahkan, sebelum memberikan uang saku, anak-anak terlebih dulu harus diberi pemahaman tentang uang. Bahwa uang itu dicari, uang itu harus dimanfaatkan sesuai  kebutuhan, dan uang harus disimpan untuk keperluan-keperluan di masa datang. Konsep ini harus mulai diajarkan pada anak-anak sejak usia dini. “Misalnya menjelaskan bahwa ayah harus bekerja untuk mendapatkan uang. Uang itu untuk membeli susu, dan keperluan lainnya. Untuk itu anak-anak  harus berterima kasih pada ayah,” jelas Rani.

Saving dulu, baru shopping?

Sejak usia berapa sebaiknya orangtua mulai memberikan uang saku pada putra-putrinya? Ahmad Gozali melihatnya dari dua aspek, anak-anak dan orangtuanya. Anak sudah bisa mulai diajari mengelola uang sakunya sejak ia memiliki kegiatan rutin di luar rumah, dan sudah bisa berhitung uang. Jika si anak sudah bisa berhitung tapi belum perlu membeli sesuatu sendiri, ia belum perlu diberi uang saku. “Dari segi kebutuhan, sejak anak perlu bertransaksi sendiri. Dan segi kemampuan, sejak anak bisa berhitung,” ujar Ahmad Gozali.

Sedangkan Rani berpendapat  uang saku dan pendidikan mengelola uang saku sudah bisa diberikan pada anak usia sembilan tahun ke atas. “Karena pada usia itu otak kiri dan otak kanan sudah bersambungan, sehingga si anak sudah bisa memahami jika diberi tahu mengapa harus begini, dampaknya apa, dan sebagainya,” jelas Rani.