Kejarlah Sego Abang Hingga ke Gunung Kidul

Ade Sulaeman

Penulis

Sego abang lombok ijo

Intisari-Online.com – Sego abang (nasi merah) tak sepopuler nasi putih. Sepintas, warna butiran nasi merah itu juga tidak menarik, ada bercak cokelat kemerahan. Namun, siapa sangka kalau sego abang yang kurang menarik itu bisa menjadi hidangan favorit di Wonosari. Tulisan ini pernah dimuat di Wisata Jajan Yogyakarta.

--

Jika Anda sedang bepergian ke arah Wonosari, mampirlah ke warung Sego Abang Semanu (SAS). Di sini Anda bisa membuktikan bahwa hidangan yang berasal dari padi gogo ini memang layak diacungi jempol. Letak warung ini cukup jauh, sekitar 46 km dari Kota Yogyakarta. Dari Kota Wonosari, jaraknya sekitar 7 km ke arah selatan. Sebelum sampai Jembatan Jirak, warung itu sudah kelihatan di sisi kanan jalan.

Lokasi warung berada di wilayah pedesaan, benar-benar desa. Tampilan warungnya juga sangat ndeso, apa adanya. Dindingnya dari anyaman bambu bercat biru. Tempat duduknya berupa empat buah panggung kayu beralas tikar yang merapat ke dinding. Meskipun sederhana, ruangannya cukup luas, muat sekitar 100-an orang. Ciri warung yang laris. Sambil menunggu pesanan datang, pengunjung duduk lesehan.

Sayur lombok ijo

Apa kekhasan sego abang sehingga banyak yang datang jauh-jauh dari Yogya hanya untuk mencicipinya? Untuk tahu jawabannya, kita harus merasakannya sendiri. Kita pesan saja langsung.

Satu porsi terdiri atas satu cething (bakul) sego abang, sepiring kecil sayur lombok ijo (cabai hijau), gudeg kates (oseng-oseng daun pepaya dicampur tumis nangka muda), beberapa potong empal sapi, dan ayam kampung goreng.

Di sendokan pertama, nasi ini mungkin masih terasa biasa-biasa saja. Tidak begitu mengesankan. Tapi di sendokan berikutnya, barulah ketahuan nikmatnya. Sego abang yang agak manis terasa selaras dengan gudeg kates yang manis-manis- pahit. Tambah nyamnyam kala ditambah sedikit kuah santan sayur lombok yang pedasnya sedang.

Pasangan sejati sego abang ini memang sayur lombok ijo sehingga ia lebih akrab disebut Sego Abang Lombok Ijo. Tentu saja, daging ayam kampung dan baceman empal sapi yang gurih jangan sampai terlewatkan. Kalau masih kurang pedas, Anda bisa mencoba sambal bawangnya.

Di Wonosari, beras merah biasa disebut beras mandel. Purwanto, pemilik SAS, mengatakan beras merah yang dimasak di warungnya berasal dari padi gogo yang ditanam di ladang khusus. Padi ini ditanam, dipanen, diolah, dan dimasak sendiri. "Beras merah itu enak kok. Hanya saja masyarakat masih fanatik dengan nasi putih," ucapnya.

Sebagai minumannya, Anda bisa memesan teh poci. Teh yang disajikan dengan gelas kecil ini memakai gula batu. Aroma khasnya membuat acara makan di tempat ini makin mengesankan.

Di hari Senin sampai Sabtu, warung SAS banyak didatangi karyawan kantor di daerah sekitar untuk makan siang. Pada hari Minggu atau hari libur, kebanyakan pembeli datang dari luar Yogya, seperti Semarang, Surabaya, atau Jakarta yang sedang berlibur ke Pantai Baron, Gunung Kidul. Ini salah satu pantai di wilayah selatan DI Yogyakarta yang lebih indah daripada Parangtritis.

Saking larisnya, tak jarang warung SAS kedatangan pengunjung pada saat nasi sudah habis. Jika itu terjadi, Purwanto tak enggan untuk memasak nasi lagi, asalkan pembeli mau menunggu hingga nasi matang. Tapi, tentu saja lauknya tidak komplet.

Sekalipun tempatnya di pelosok, warung yang sudah berdiri sejak 1925 ini cukup kondang di kalangan wisatawan kuliner. Pelanggannya bukan hanya warga Gunung Kidul tapi juga orang Yogya dan orang dari kota lain yang sedang berkunjung ke Yogya.

Satu hal yang perlu diingat, jangan datang sore, apalagi menjelang warung tutup pukul 16.00. Sebab, sejam sebelumnya, menu-menu utama biasanya sudah habis. Jangan sampai jauh-jauh ke Gunung Kidul, ternyata tak kebagian sayur lombok ijo dan gudeg kates.

Artikel Terkait