Find Us On Social Media :

Cerita Kriminal Almarhum Menuntut Keadilan (3): Sidik Jari Orang Mati

By Birgitta Ajeng, Kamis, 4 Desember 2014 | 20:15 WIB

Cerita Kriminal Almarhum Menuntut Keadilan (3): Sidik Jari Orang Mati

Intisari-Online.com - Terjadinya di Neuilly, Prancis, pada awal abad  XX di mana orang masih percaya pada kemungkinan untuk bertemu dengan arwah orang-orang yang sudah almarhum. Orang yang dianggap bisa mengundang arwah almarhum disebut medium atau perantara. Pertemuan dengan arwah orang yang telah meninggal disebut seance. Di bawah ini bunyi laporan Rousseau, seorang anggota kepolisian, kepada atasannya, Bertillon, mengenai jalannya peristiwa. Inilah cerita kriminal Almarhum Menuntut Keadilan.

---

Sementara itu Bertillon telah memperoleh data-data baru tentang Canette. Nama sebenarnya adalah Rafael Cortez, berasal dari Meksiko. Namanya tidak baik, tetapi bisa juga disebut penjahat. Sejak muda ia sahabat Janos yang dilahirkan di Hongaria dan sepanjang pengetahuan polisi belum pernah dihukum.

Hanya saja, kedua orang itu anggota sebuah perkumpulan rahasia. Beberapa tahun yang lalu mereka ditangkap bersama seorang Italia bernama Marinetti. Cortez dan Janos dibebaskan, sedangkan Marienetti dijatuhi hukuman penjara tidak begitu lama dan dibuang.

Dua tahun kemudian seorang wanita kaya bernama Yvonne d'Argent terbunuh dan perhiasannya dirampas. Saat itu Marinetti diam-diam telah kembali ke Paris. Berdasarkan petunjuk yang ada ia ditunjuk sebagai pembunuh Yvonne d'Argent. Saksi utama yang memberatkannya adalah Cortez, sahabat almarhumah.

Marinetti dijatuhi hukuman mati, tetapi keputusan ini kemudian diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup di Cayenne. Beberapa tahun kemudian Marinetti tertembak mati. Laporan kematiannya tercantum dalam kartu dan buku catatan penjara.

Dufresne, seorang petugas yang menghadiri proses Marinetti, melaporkan bahwa tertuduh sampai saat terakhirnya menyangkal kejahatan yang dialamatkan kepadanya. Ia mengatakan bahwa Cortez dan Janos-lah yang membunuh wanita itu, tetapi dengan liciknya mengusahakan Marinetti-lah yang namanya bersalah.

Ketika keputusan hakim dibacakan, Marinetti berteriak, "Hidup atau mati aku akan menemukan kalian, setan! Josetta akan menolongku!" Tidak diketahui siapa Josetta. Tetapi sidik jari pada pisau belati dan kemeja Kurt Janos adalah sidik jari penjahat almarhum.

Terjadi perdebatan antara petugas-perugas kepolisian. Pihak yang satu rupanya percaya bahwa roh masih dapat berkeliaran di dunia untuk melakukan kejahatan, sedangkan pihak lain menganggap hal itu tak masuk akal.

Yang terakhir ini berpendapat bahwa di belakang peristiwa pembunuhan di kamar séance itu tersembunyi tipu muslihat yang lihai. Siapa tahu wanita misterius "Josetta" memegang peranan penting.

Akhirnya, diputuskan untuk melakukan rekonstruksi kejahatan pada hari berikutnya. Sementara itu dari gubernur Cayenne telah diterima kawat yang menyatakan bahwa Marinetti tertembak kepalanya oleh seorang penjaga penjara, dan dikubur di tempat ia menemui ajalnya.

"Ingat pada Josetta!"

Ketika rekonstruksi séance akan dilakukan, Canette masuk ke dalam ruangan. Tetapi polisi membentaknya, "Masa lampau Anda telah kami ketahui. Jika tak mau ambil bagian dalam rekonstruksi, Anda akan kami tahan sebagai pembunuh Janos."

Meja dibersihkan dan semua yang dahulu menghadiri seance maut  Kecuali Janos tentu saja, yang kini digantikan oleh polisi Rousseau) meletakkan tangan mereka di atas meja. Segala-galanya dilakukan tepat seperti pada malam pembunuhan. Rafael Cortez diikat pada kursinya, seperti dulu juga.

Baru saja polisi mengamat-amati cara duduk dan sedang memberi komentar bahwa Janos tak mungkin ditusuk oleh orang yang berhadapan dengannya mengingat garis tengah  meja yang cukup panjang, tiba-tiba lampu mati.

"Cepat! Nyalakah lagi lampunya!" perintah Dufresne kepada seorang anak buahnya.

Tiba-tiba terdengar teriakan dari kejauhan, "Jangan sekali-kali bergerak!"

Seketika itu juga Madame Lafargue menjerit, "Si pembunuh! Si pembunuh! Itulah suaranya!"

"Siapa kau?!" teriak Dufresne keras. Terdengar lagi, "Rafael Cortez, Rafael Cortez, La muerte esta aqui! (Almarhum di sini). Ingat pada Josetta!"

Menyusul kemudian erang orang kesakitan. Semua hadirin berteriak dan menjerit. Terdengar bunyi kursi-kursi yang jatuh dan terbalik.

"Gunakan lampu senter!" teriak Dufresne putus asa. Baru setelah itu seorang hadirin sadar dan menyorotkan senternya. Nampak para peserta rekonstruksi kejahatan gemetar dan saling berpegangan tangan, sedangkan Rousseau memegang pistolnya.

Ketika berkas cahaya jatuh pada Canette, jelaslah apa yang telah terjadi. Medium itu terkulai di depan kursinya, tertahan oleh tali-temali yang mengikat tubuhnya. Di tengkuknya tertancap pisau belati dan di atas kepalanya yang botak terlihat bekas merah sebuah tangan.

“Nyalakan lampu," perintah Bertillon. "Masakan cuma ada satu lampu senter," tambahnya. "Tenang! Pintu jangan dibuka sebelum segelnya diperiksa."

Lambat laun hadirin agak tenang. Dengan seorang rekan, Rousseau turun ke bawah untuk menyelidiki mengapa lampu mati. Maka diambillah lampu dari mobil polisi yang diparkir di halaman rumah. Paul Canette diperiksa lebih lanjut. Pisau ternyata tertanam di celah-celah tulang lehernya. Dokter yang segera datang hanya dapat menyaksikan bahwa medium itu sudah tak bernyawa.

Sementara itu Rousseau dan rekannya kembali. Lapornya kepada Bertillon, "Seseorang telah mencabut stopkontak utama. Mestinya tangan orang itu terbakar karena aliran listrik besar sekali." Memang stopkontak utama itu tidak dijaga polisi. Yang dijaga hanya schakelbord di dapur.

Semua pelayan rumah diperiksa. Ternyata ada seseorang bernama Jules Ruick, yang terbakar jari tangannya. la segera dibawa ke kantor polisi. Sampai tengah malam ia "digarap" oleh polisi hingga akhirnya membeberkan seluruh latar belakang peristiwa.

Ruick bekas anggota perkumpulan rahasia yang dipimpin oleh Cortez, seperti juga Marinetti. Ia mempunyai rasa dendam terhadap Cortez yang meninggalkan anak buahnya ketika komplotan jahatnya terbongkar. Maka ketika tiba-tiba "almarhum" Marinetti muncul kembali untuk menuntut balas pada Cortez, Ruick bersedia menolongnya.

Setelah lama mencari akhirnya mereka menemukan Cortez di bawah nama Paul Canette yang menjadi medium dan dibantu Janos. Ruick melamar sebagai pelayan Canette dan diterima.

Setelah beberapa bulan, Ruick diberi tahu tentang pintu rahasia yang menuju kamar seance. Melalui pintu itulah ia diharapkan menolong "pengundang arwah-arwah" yang dilakukan oleh Canette.

Pengetahuan ini digunakannya untuk menolong Marinetti menuntut balas pada Cortez dan Janos. Melalui pintu rahasia itulah Marinetti masuk kamar seance untuk membunuh keduanya. Dari situ juga ia masuk ke kamar yang sama untuk meninggalkan bekas tangan berdarah pada kemeja Janos, yaitu setelah mayat dikunci polisi dalam kamar seance untuk diperiksa lebih teliti pada kesempatan berikutnya.

Kisah Ruick memudahkan pekerjaan polisi. Seminggu kemudian Marinetti tertangkap, yaitu ketika pembunuh itu dengan menyamar sebagai perempuan tua hendak naik perahu yang akan membawanya ke Calao.

Tulisan ini ditulis di dalam buku Kumpulan Cerita Kriminal Intisari tahun 1997 dengan judul asli cerita kriminal Almarhum Menuntut Keadilan.

-bersambung-