Penulis
Intisari-Online.com – Berbuka puasa kurang afdol kalau tidak ada kurma sebagai pencuci mulut. Kalau puasa jatuh di luar musim kurma, bagaimana mereka menghasilkan buah ini di luar musim?
Setiap tahun, bulan puasa kita bergeser ke depan. Itu karena penanggalan Jawa hanya memuat 360 hari dalam setahun. Sedangkan kalender Gregorian yang dipakai secara internasional memuat 365 hari dalam setahun.
Malah tiap 4 tahun sekali ditambah satu hari, menjadi 366, supaya kembalinya musim semi, panas, gugur dan dingin bisa pas lagi seperti tahun-tahun sebelumnya.
Akibatnya, bulan puasa kalender jawa kita lebih cepat kembalinya. Alias bergeser maju terus. Kadang- kadang jatuh pada "musim kurma", kadang-kadang tidak.
Tapi untung, kurma itu berbunga sepanjang tahun. Hanya kalau berbunganya jatuh pada musim hujan saja, pembentukan buah gagal, karena dikacau oleh air hujan. Lalu dikira berbuah hanya pada musim panas yang kering Agustus – Oktober saja.
Baca juga: Sajian Sehat di Hari Lebaran: 'Cake' Kurma Potong
Kosmopolit
Negeri kelahiran kurma diduga oasis (wahah) padang pasir Arabi, antara Ethiopia dan Teluk Parsi. Di Babilon yang pantainya menghadap ke Teluk Parsi, kurma diduga sudah dibudidayakan pada tahun 5000 SM dulu.
Oleh para pedagang Arab zaman Jahiliah, kurma itu juga ada yang dibawa ke Mesir. Di sana dikebunkan kira-kira 3.000 tahun sebelum Masehi, sampai ada Firaun yang menyuruh mengabadikannya dengan hieroglyph pada batu dinding makam dalam piramida.
Ketika Iskandar Zulkarnaen dari Masedonia (Yunani tahun 356 sebelum Masehi) menyerbu Mesir, anak buahnya juga membawa kurma ke Yunani.
Ketika orang Arab menjajah Spanyol pada tahun 718 - 1218, negeri ini pun kebagian kurma. Beberapa biarawan Spanyol abad ke-18 kemudian ada yang membawa biji buah Arab itu ke Meksiko, untuk ditanam di halaman biara baru di tanah jajahan sebagai pohon peneduh.
Dari sinilah, ada kurma yang dibawa ke Kalifornia. Sekarang, cucu kurma Arab dari Spanyol itu diperkebunkan dengan subur sekali di Lembah Coachella, yang sama panas dan keringnya dengan gurun pasir Arab.
Baca juga: Ingin Dapatkan Rasa dan Tekstur Kurma yang Enak? Simak 6 Tips Berikut Ini
Mirip bulu burung
Sial sekali, tanaman itu tidak diberi nama Latin Arab, tapi Phoenix. Nama ini diberikan oleh Theophrastus, seorang mantri guru sekolah peripatetik di Yuhani. Disebut peripatetik karena sekolah itu mengajarkan filsafat, botani dan pengetahuan alam, dengan menyuruh murid-muridnya berdiskusi sambil mondar mandir.
Theophrastus melihat pohon itu untuk pertama kalinya di Phoenicia; daerah Libanon, pada tahun 2000 - 3000 sebelum Masehi. Linnaeus dari Swedia zaman kolonial kemudian mengukuhkan nama Latin bagi kurma itu sebagai Phoenix dactylifera. Pohon dari Phoenicia, yang daunnya mbegar seperti jari-jari.
Daun pohon itu memang menjulang tinggi di puncak pohon, seperti jari-jari tangan yang dikembangkan. Kalau masih muda. Sesudah tua, ia mulai loyo ke samping, sebelum lunglai ke bawah, untuk akhirnya gugur diam-diam.
Bentuknya juga aneh, seperti sirip, sehingga dari jauh tampak seperti bulu burung. Seluruh pohon lalu dimasukkan ke dalam kelompok feather palm, gara-gara daunnya seperti bulu ini.
Karena daun tua gugur, pada batangnya yang langsing ditinggalkan sisa pangkal tangkai, yang membuat batang itu tampak kasar. Batang yang rata-rata bergaris tengah 40 cm ini lebih kurang sama besarnya di seluruh tubuh.
Baca juga: Puasa Selama 22 Jam per Hari, Ini Tantangan Ramadan yang Harus Dilalui Muslim di Islandia
Tingginya 15 m, pada umur 10 tahun, tapi kalau dibiarkan tua (50 tahun, misalnya) ia bisa sampai 30 m. Embah(nya) kurma bisa sampai 150 tahun umurnya, tapi tingginya tetap 30 m.
Kawin paksa
Dulu kurma dibiarkan tumbuh alamiah di desa-desa sekitar sumber air dalam wahah, dan hanya dirawat kalau akan dipungut buahnya saja. Hasilnya terbatas. Apalagi kalau penyerbukan bunga yang akan menghasilkan buah diserahkan kepada alam.
Alam ini menugasi serangga sebagai makelar perkawinan. Biasanya mereka mogok, kalau cuaca kurang ramah.
Kini, penyerbukan (perkawinan) bunga dilakukan dengan tangan. Semacam kawin paksa, tapi bukan.
Sudah sejak ditanam sebagai bibit di kebun, kurma diatur dan diawasi hidupnya dengan ketat. Di tengah-tengah 50 batang pohon betina hanya boleh ada 1 batang pohon jantan, sebagai semacam "jagoan sendiri" di tengah harem kurma.
Baca juga: Kurma Mencegah Stroke
Tepung sari dari satu batang pohon jantan memang sudah cukup untuk menyerbuki bunga, betina sebanyak 50 batang.
Omong-omong, pohon kurma memang berumah dua. Pada sebatang pohon hanya ada bunga betina saja. Bunga jantan tinggal di rumah (pohon) lain. Belum pernah dalam sejarah perkurmanan ada bunga jantan yang mondok di rumah bunga betina.
Kebetulan bunga betina kurma tidak mencolok. Kuning mangkak dan kecil. Sama sekali tidak menarik, sampai hanya sedikit saja serangga yang mau mengunjunginya. Karena itu, di perkebunan kurma yang modem, selalu ada petugas yang wajib membantu penyerbukan bunga betina yang tidak menarik ini. Jadi hasilnya bisa berlipat ganda.
Tepung sari bunga jantan diambil dulu dari pohon jagoan itu, lalu dibagikan kepada putik-putik bunga betina di seluruh kebunn. Dulu dilakukan dengan menyandingkan beberapa tangkai karangan bunga jantan di antara untaian bunga betina dan mengikatnya erat-erat supaya tidak lari. Betul-betul kawin paksa, tapi bukan.
Carad yang berasal dari nenek moyang kuno itu benar-benar melelahkan, karena pekebun harus turun-naik pohon berkali-kali. Memanjatnya dulu juga secara primitif dengan tambang seperti cara petugas PLN kecamatan memanjat tiang listrik.
Baca juga: Kurma Bekal Para Pengelana
Sudah begini sengsaranya, hasil kerjanya juga kurang efektif, karena menempelnya tepung sari ke kepala putih masih juga menunggu serangga.
Di perkebunan modern masa kini, penyerbukan bunga tidak begitu lagi, tapi dengan mengembuskan tepung sari dengan blower ke arah bunga betina melalui slang yan diarahkan ke sasaran. Tidak dari bawah tapi dari jarak dekat, sesudah pekebun naik pohon.
Naiknya tidak dengan memanjat lagi, tapi “duduk” di atas platform alat pemanjat yang dikatrol ke ketinggian yang diinginkan. Dalam dua menit saja orang duduk ini sudah sampai ke puncak pohon. Menghemat waktu dan tenaga, sehingga ia bisa menggarap pohon kurma lebih banyak.
Alat ini menimbulkan semacam revolusi di perkebunan kurma. Penyerbukan bunga bisa lebih cepat, pemangkasan daun tua (sumber penyakit) lebih saksama dan penyemprotan hama dengan insektisida juga lebih cermat ke seluruh pelosok tajuk pohon.
Soalnya, platform alat itu mengelilingi seluruh batang pohon. Tidak hanya satu sisi saja.
Baca juga: Inilah 5 Manfaat Yang Mengejutkan Dari Kurma
Pemungutan hasil buah yang sudah masak pohon pun bisa lebih berhati-hati, tidak merusak buah begitu banyak seperti dengan cara konvensional dulu, ketika dompolan buah dimasukkan ke dalam karung dan diturunkan dengan tambang, terbentur-bentur batang boncel.
Sesudah bungadiserbuki, muncullah buah itu dalam dompolan bertangkai panjang, seperti dompolan buah "pinang, tapi lebih kecil. Dengan pinang, Areca catechu, kurma memang masih pernah keponakan jauh, sama-sama dari suku Arecaceae atau Palmae.
Nama, Palmae dipertahankan, meskipun ada usul memakai nama Arecaceae, karena pertimbangan, nama suku mestinya berasal dari nama salah satu marga yang tipikal bagi suku itu. Misalnya Arecaceae dari Areca. Sialnya, suku Palmae tidak ada marganya yang bernama Palma.
Bisa diatur
Selama tumbuh menunggu masaknya bakal buah menjadi buah ini, dompolan tidak boleh terganggu. Kalau ada hujan jatuh, buah muda itu bisa rontok karena mondoknya di rumah dompolan masih labil.
Karena itu, para pekebun yang tak mau ambil risiko gagal, selalu melindungi dompolannya dengan belongsong (bungkus) kertas. Tapi buah dompolan diseleksi dulu sebelum dibelongsong. Hanya yang mulus dan kira-kira bisa besar saja yang dipertahankan.
Baca juga: Makan Kurma Mampu Meningkatkan Memori
Lainnya dipotong dan dibuang. Pembelongsongan ini juga bermaksud melindungi buah jangan sampai diserbu burung bulbul atau serangga jahanam.
Dengan penyerbukan oleh tangan itu, pekebun kurma sekarang bisa menyetel kapan ia akan menghasilkan buah kurma agar bisa memenuhi permintaan pasar. Kalau bulan puasa jatuh pada bulan Maret seperti tahun 1992, penyerbukan bunga sudah dilakukan 5 – 6 bulan sebelumnya.
Yaitu bulan Oktober tahun sebelumnya. Pas musim kering dan memang cocok waktunya untuk penyerbukan dan pembuahan. Buah kurma memang masak dalam waktu 5 bulan.
Hasil tahunan sebanyak 45 – 90 kg tiap pohon sudah dipandang bagus. Kadang-kadang ada yang lebih, apalagi kalau bibitnya varietas unggul. Di antara 1.000 varietas yang dikenal, hanya ada 20 yang dinilai berbuah komersial.
Kalau sudah masak pohon, ukurannya bisa segede buah pinang (yang kecil). Warnanya kuning emas atau merah, bergantung pada varietasnya. Ada pula varietas berbuah kuning, yang bila sudah tua berubah merah dan kalau sudah masak jadi hitam.
Baca juga: Resep Sehat: Cake Kurma Potong
Di bawah kulitnya yang tipis dan licin tersekap daging buahnya yang juicy, seperti sawo. Juicy-nya juga bervariasi. Ada yang lunak (karena banyak air), setengah kering dan kering sama sekali.
Varietas yang kita makan sebagai pencuci mulut ialah yang lunak dan setengah kering, sedangkan kurma kering biasanya digiling menjadi tepung untuk dimasak sebagai makanan. Tidak sebagai pencuci mulut.
Di negara-negara Arab, buah kurma yang lunak dimakan segar. Itu dinilai sehat, karena selain mengandung gula 60% juga protein 2%. Tapi untuk konsumen luar negeri mereka, buah itu diawetkan – dengan pengeringan, supaya tahan lama disimpan selama diperdagangkan.
Baca juga: Puasa Selama 22 Jam per Hari, Ini Tantangan Ramadan yang Harus Dilalui Muslim di Islandia
Setelah dikeringkan, kadar airnya berkurang sehingga kadar gulanya naik sampai 80%.
Dalam perdagangan, buah kurma dikemas lepas dalam wadahnya, kalau penampilannya memang masih bagus. Kalau tidak, buah itu dipes menjadi blok-blok persegi, agar masih mendapat untung yang lumayan dari buah kurang menarik yang harganya murah ini.
Kurma yang bermutu dulu dihasilkan oleh Tunisia dan terkenal sebagai konings dadels (semacam king size) untuk pencuci mulut. Sekarang, kurma semacam itu juga dihasilkan oleh Arab Saudi, lembah Sungai Shattel Arab di Irak (bekas Babilon), Iran, dan Kalifornia.
(Ditulis oleh Slamet Soeseno. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 1992)
Baca juga: Jelang Puasa, Yuk Belajar Mengolah Kolang-kaling Agar Lebih Tahan Lama