Find Us On Social Media :

Bom Bunuh Diri: Fanatisme Individual atau Mekanisasi Teknik Militer Berbasis Manusia?

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 13 Mei 2018 | 14:22 WIB

Intisari-Online.com - Sejak serangan terhadap World Trade Center pada 11 September 2001, dunia telah terbiasa dengan laporan "pelaku bom bunuh diri."

Mereka sering digambarkan sebagai orang yang diperdayai atau dikuasai agar bersedia membunuh diri sendiri untuk membunuh orang lain.

Fenomena bom bunuh diri ini diungkapkan secara menarik oleh Jeffrey William Lewis di origins.osu.edu sebagai fenomena baru dalam perspektif sejarah yang panjang.

Dia berpendapat bahwa lebih berguna untuk berpikir tentang pelaku bom bunuh diri sebagai jenis teknologi militer berbasis manusia yang dikendalikan organisasi.

Baca Juga: Misteri Kubah Batu Yerusalem: Sumur Jiwa, Pusat Dunia, dan Tempat Disimpannya Tabut Perjanjian

Daripada menganggapnya sebagi bentuk fanatisme individual.

Agar berhasil, kampanye pemboman bunuh diri membutuhkan tiga faktor:

Individu yang bersedia, organisasi untuk melatih, dan masyarakat yang mau menerima tindakan semacam itu atas nama kebaikan yang lebih besar.

Antara Kepahlawanan dan Bunuh Diri

Baca Juga: Pesanan Go-Food Tak Kunjung Datang, Bukannya Marah, Pelanggan Ini Justru Hatinya Meleleh Saat Bertemu Drivernya

Karena organisasi semakin mensponsori dan memfasilitasi pemboman bunuh diri, maka semakin sulit untuk memahami aksi ini sebagai bentuk pengorbanan diri.

Komunitas pembom bunuh diri dan organisasi yang mensponsori telah memahami mereka sebagai pejuang.

Dengan demikian, organisasi memperoleh suatu ukuran kendali atas para calon pelaku pengeboman.