Find Us On Social Media :

Pasukan Khusus Sepatutnya Memang Tak Mengenal Kata Lengah, Apalagi Masuk Jebakan Teroris

By Agustinus Winardi, Kamis, 10 Mei 2018 | 15:00 WIB

Intisari-Online.com - Dalam latihan antiteror yang biasa dilakukan oleh pasukan khusus TNI dan Polri, misalnya saat melakukan latihan simulasi pembebasan sandera, baik sandera maupun teroris sering diperankan oleh rekan-rekannya sendiri.

Sebagai contoh, ketika pasukan khusus Satuan Bravo 98 TNI AU sedang melakukan latihan antiteror untuk membebaskan sandera di pesawat, maka orang-orang yang berperan sebagai sandera adalah anggota Bravo, demikian pula pemeran terorisnya juga para anggota Bravo.

Dalam simulasi latihan antiteror itu pasukan khusus TNI dan Polri juga dilatih bagaimana cara membebaskan kawan sendiri ketika disandera para teroris.

Pasalnya bisa saja seorang pasukan antiteror yang menyediakan diri sebagai negosiator dengan para teroris malah kemudian disandera.

Baca juga: 'Kekejaman dan Kekejian para Napi Terorisme di Luar Batas Kemanusiaan'

Tapi pasukan antiteror dalam jumlah besar juga bisa menjadi korban sandera para teroris jika sedang dalam posisi lengah dan masuk jebakan yang disiapkan para teroris. Namun akibatnya bisa sangat fatal karena teroris yang selama ini menjadi musuh bebuyutan pasukan khusus bisa melancarkan aksi balas dendam secara brutal.

Jika diamati terkait kerusuhan napi teroris yang berlangsung di rutan teroris Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Jawa Barat (9-10/5/2018) yang memakan korban jiwa polisi, termasuk polisi korban sandera, merupakan ‘serangan’ terencana dan dilakukan ketika para polisi yang menjaganya sedang lengah.

Indikasi kerusuhan yang timbul karena direncanakan adalah sudah siapnya senjata tajam yang kemudian senjata-senjata itu digunakan membunuh lima polisi anggota Densus 88 ‘dengan metode eksekusi ISIS’.

Baca juga: Petugas Vs Tahanan Teroris di Mako Brimob, Bisakah Teroris ‘Disembuhkan’?

Pasalnya kelima anggota polisi yang gugur mengalami luka sayatan yang dalam di bagian leher.

Kerusuhan yang sengaja dibuat untuk menimbulkan suasana ‘chaos’ bermula dari soal pemeriksaan makanan kiriman untuk napi teroris ternyata berhasil.

Karena jumlah polisi yang berjaga terbatas sementara napi teroris berjumlah ratusan orang, kerusuhan yang sengaja diciptakan membuat polisi kewalahan bahkan berhasil direbut senjatanya.

Apalagi sejumlah teroris beraliran ‘keras’ yang ada di Rutan Mako Brimob merupakan orang-orang terlatih dalam menggunakan senjata dan terbiasa dengan aksi kekerasan secara terorganisir.

Baca juga: Kain Kafan Korban Kerusuhan di Mako Brimob Tak Boleh Dibuka, Bahkan oleh Keluarga

Dalam kondisi terjebak dan tanpa senjata polisi yang sedang bertugas pun malah jadi korban ‘aksi terorisme brutal’ dan korban penyanderaan.

Berdasar pengalaman kerusuhan napi teroris di Rutan Mako Brimob maka menjadi maklum jika militer AS dan CIA selalu menempatkan para napi teroris dalam penjara berkeamanan super maksimum Guantanamo, Kuba, Amerika Selatan dan jauh dari pemukiman penduduk.

Dengan demikian jika sampai terjadi kerusuhan di dalam penjara tidak sampai membahayakan penduduk yang ada di sekitarnya.

Tapi napi teroris di Rutan Mako Brimbob yang jumlahnya ratusan selain lingkungannya tidak jauh dari rumah penduduk, juga ditempatkan tidak jauh dari ruangan penyimpanan barang bukti senjata serta amunisi yang pernah digunakan para teroris tersebut.

Baca juga: Salut, dengan Gaji Pas-pasan, Anggota Brimob Ini Berhasil Hidupi 64 Anak Yatim Selama 10 Tahun

Maka senjata yang seharusnya dilumpuhkan (disabled) terlebih dahulu hingga tidak bisa berfungsi itu, ternyata masih dalam kondisi dan berfungsi baik lengkap dengan amunisinya.

Akibatnya para teroris itu dalam waktu singkat berhasil mempersenjatai diri dan membentuk ‘pasukan terlatih’ yang siap bertempur.

Mujur Polri masih memiliki kesabaran yang sangat tinggi dan masih mengedepankan pendekatan persuasif untuk membuat para teroris bersenjata itu menyerah tanpa sarat.

Jika sampai terjadi baku tembak, ‘pertempuran’ di dalam Rutan Mako Brimob pasti akan menimbulkan korban jiwa di kedua belah pihak.

Berdasar pelajaran yang bisa dipetik dari kasus sejumlah personel Densus 88 yang justru menjadi korban di kandangnyta sendiri itu, memang jangan sampai terjadi lagi adanya unsur kelengahan.

Pasalnya, dalam doktrin pasukan khusus, adanya kelengahan sekecil apapun memang tidak bisa ditolelir.

Jika sampai lengah dan terjebak dalam situasi tidak menguntungkan, pasukan khusus yang sudah dilatih sangat keras dan seharusnya selalu berhasil dalam tiap misi khusus itu, akhirnya malah menjadi tak berdaya sama sekali (useless)

Baca juga: Para 'Wanita Malam' di China Gunakan Belut Agar Dianggap Masih Perawan, Ini Caranya