Find Us On Social Media :

Bahagia Itu Pilihan

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 19 Maret 2015 | 06:00 WIB

Bahagia Itu Pilihan

“Ya, lalu aku akan membunuhmu,” teriak perampok itu sambil menekan ujung pedang ke tenggorokan orang bijak itu.

Namun, bukannya gemetar ketakutan, orang bijak itu malahan tertawa.

“Kau pikir kematian adalah hal yang lucu?!” teriak perampok itu.

“Tidak,” kata orang bijak itu. “Yang lucu adalah karena kamu pikir bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan dengan pedang.”

“Aku bisa,” kata perampok itu. “Aku bisa mengendalikan hidup Anda pada saat ini.”

“Ya, kamu lakukan itu,” kata orang bijak itu. “Tapi kamu tidak mengontrol pengalamanku.”

Perampok itu sempat berpikir. “Apa maksudmu?” tanyanya.

“Kau memang mengendalikan hidupku. Jika kamu menekan pedang ke aku, maka aku akan mati. Tapi kamu tidak mengontrol pilihanku untuk menjadi bahagia. Hanya mengontrol itu. Pada saat ini aku memilih untuk menjadi bahagia. Apakah kamu akan membawa saya hidup atau mati adalah pilihanmu. Pilihanku adalah bagaimana aku merasakan bahagia pada saat ini.”

Perampok itu berdiam mendengar kata-kata korbannya yang sangat menusuk hatinya. Dalam tahun-tahun yang dilaluinya tidak pernah terpikir olehnya bahwa keadaan di luar tidak perlu dalam menentukan pilihan hidup.

Untuk beberapa saat kedua pria itu berdiri sambil diam. Tiba-tiba perampok itu menjatuhkan pedangnya. Dengan tangan terbuka, ia membantu orang bijak itu berdiri.

“Tidak ada yang pernah berbicara kepadaku seperti itu sebelumnya,” kata perampok itu. Tak pernah terpikir sebelumnya, bahwa ada cara lain untuk menemukan kebahagiaan atau kekuasaan pribadi, daripada dengan mengendalikan orang atau peristiwa.

“Aku ingin menjadi muridmu,” katanya.

Saat itulah perampok itu memilih jalan baru. Ia mulai ingin mengendalikan pengalaman hidupnya dari dalam dirinya dan bukan dari luar.