Find Us On Social Media :

Bertemu Evita Peron di Recoleta, Buenos Aires

By Agus Surono, Sabtu, 3 Mei 2014 | 18:45 WIB

Bertemu Evita Peron di Recoleta, Buenos Aires

Perkampungan seniman itu sendiri terletak di daerah pelabuhan, La Boca alias "Mulut". Lokasinya memang di mulut muara Rio de La Plata. Bangunannya terdiri atas rumah para seniman, toko, restoran, dengan cat warna-warni yang semarak.

Uniknya, di atas bentangan jalur rel kereta api tua berdiri Caminito Street Museum. Museum terbuka ini memajang karya seni yang langsung bisa dibeli dari tangan pertama. Terkadang tanguerias (bar atau kafe) melengkapi menu mereka dengan atraksi tango di arena terbuka.

Kawasan tertua lainnya adalah San Telmo. Tempat ini tidak dapat dipisahkan dengan sejarah tango. Kampung kuno itu melestarikan bangunan bergaya arsitektur abad ke-19 dan awal abad ke-20. Salah satunya Museum of Modern Art (1918) yang memamerkan beragam karya seni dari plastik.

Perjalanan saya sore hari itu berakhiri di Esteban de Luca's House. Beragam dessert tersaji di sini. Aneka jenis makanan penutup mulut yang disebut dengan dulce de leche ini terbuat dari krim manis yang kental. Aromanya terhirup mirip bumbu spekuk yang khas. Secangkir kopi pahit disediakan untuk "meredakan" rasa manis yang tidak kepalang tanggung itu.

Restoran cantik itu bekas kediaman Esteban yang terkenal sebagai pencipta lagu-lagu patriotik Argentina. Esteban juga dikenal sebagai tentara yang pintar menulis puisi. Para pengunjung restoran bisa melihat koleksi puisi serta barang-barang pribadinya yang menarik untuk disimak. Sudah dijadwalkan rombongan kami akan kembali ke San Telmo pada hari Minggu malam untuk berburu tango!

Avenue terlebar di dunia

"Kota yang tidak pernah tidur", begitu Buenos Aires sering dijuluki. Berkali-kali sang pemandu, Oscar Castagtino, membanggakan kotanya pada saya. Semarak taman berwarna-warni berdesakan dengan baliho raksasa, membuat kota tampil lebih mempesona.Melintasi avenue terlebar di dunia itu saya terperangah lama. Diberi nama dari Hari Kemerdekaan, Ave 9 de Julio, jalan itu dilintasi 12 jalur mobil yang berseliweran dengan tertib.

Berseberangan dengan avenue tadi terdapat Teatro Colon. Oscar menyarankan agar saya menghadiri pertunjukan opera di sini. Bangunan tua yang megah ini dibangun pada abad ke-19. Kokoh, indah, dengan dinding dan lantainya terbuat dari pualam antik.Saat menaiki tangga bangunan, kembali terlintas sebuah foto tua dari Evita Peron. Di tangga itu pula ia diabadikan bergandengan tangan dengan Presiden Juan Peron. Gaun malam yang dirancang secara khusus oleh Christian Dior menyapu lantai. Sementara tubuhnya gemerlap oleh permata yang diciptakan Van Cleef khusus untuk sang maharani Argentina.

Pada awal keberadaannya, Alberto Williams, salah satu komponis terkemuka, memanfaatkan sebagai tempat pementasan karya-karya muridnya. Ia mendirikan sekolah musik pertama di Argentina dan berhasil memunculkan komponis-komponis muda di abad ke-20.

Malam itu opera akan mengangkat cerita Bamarzo, yang diambil dari novel karya sastrawan Mujica Lainez. Saya ikut-ikutan "mengheningkan" diri seperti sikap semua penonton yang hadir. Suasana begitu syahdu dan memukau. Ada istirahat setelah separuh lakon usai dipentaskan.

Saya bergegas menuju pintu museum yang menyatu dengan arena utama. Lemari panjang berkaca dalam ukuran besar menyimpan beragam kostum opera yang pernah dikenakan oleh para bintang teater yang sempat berpentas di teater ini. Masing-masing kostum diberi informasi pernah dipakai siapa dalam lakon apa.

Dari dalam mobil saat pulang saya menangkap bulan bersinar di balik bangunan tua yang selalu menjadi kebanggaan negeri. Terlebih bagi Buenos Aires. Sampai saat ini, pertunjukan opera berjadwal dan acara-acara penting lainnya sering mengambil tempat di sini.