Find Us On Social Media :

Mengenang 'Cak Moes' Moestopo, Operator Lapangan Pertempuran Surabaya, Disebut Ekstremis oleh Bung Hatta

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 8 Oktober 2024 | 13:06 WIB

Moestopo atau biasa disapa Cak Moes merupakan salah satu tokoh sentral dalam Pertempuran Surabaya (Pertempuran 10 November 1945). Pernah disebut Bung Hatta Ekstremis.

"Saya menelpon pemilik hotel, minta agar bendera Belanda itu diturunkan. Indonesia sudah merdeka dan punya bendera sendiri. Tapi pemilik hotel itu menolak," cerita Moestopo semasa hidupnya dalam surat kabar Buana Minggu.

Tak lama kemudian, kemarahan terjadi bukan di dalam dada Moestopo saja. Tapi juga di dada para tukang becak. Mereka mendesak Moestopo agar mengizinkan mereka menurunkan bendera Belanda. Moestopo pun mengizinkan.

Dan secara serentak para tukang becak menurunkan bendera itu. Insiden kemudian direnteti oleh pengepungan markas tentara Jepang oleh rakyat.

Banyak senjata Jepang dirampas rakyat. BKR pun mengeluarkan resolusi untuk menurunkan bendera Jepang di puncak Gubernuran di Jatim. Akhirnya resolusi itu diterima. Bendera Jepang yang berkibar di Gubernuran diganti bendera Merah Putih.

Hari-hari selanjutnya bukan kedamaian yang tercipta di kota Surabaya. Jepang memang menyerah pada Sekutu karena Nagasaki dan Hiroshima dibom. Tapi di Surabaya, Jepang belum mau menyerah.

Oleh sebab itu Moestopo yang mendengar kota Surabaya akan dibom Jepang, ia langsung menemui Syucokan (Gubernur Jepang) untuk meminta supaya Surabaya jangan dibom. Dia membujuk dengan kata-kata manis.

"Bukan pihak kami saja yang rugi, pihak Nippon pun akan jadi korban. Mereka kan masih rindu sama istri dan anak-anak," kata Moestopo.

Pemboman pun digagalkan. Tapi ada lagi yang ingin diperoleh Moestopo yaitu senjata-senjata Jepang. Pikir Moestopo, pasti tidak lama lagi Jepang ini akan pulang ke negerinya.

Daripada susah-susah bawa senjata, lebih baik diserahkan ke rakyat Indonesia. Namun untuk memperoleh yang satu ini, kuncinya terletak pada diri Jenderal Iwabe, pucuk pimpinan angkatan darat Jepang di Jawa.

Lagi-lagi dalam pertemuan dengan Iwabe, Moestopo pakai bahasa diplomatis. Iwabe agak keras memang. Tapi manakala Iwabe bertanya seandainya Inggris ke Surabaya mencari senjata-senjata Jepang, siapa yang ingin menjawab kesulitan Inggris itu?

Moestopo berkata dengan lantang, dialah yang akan menjawab semua pertanyaan tentara sekutu yang sebentar lagi masuk ke Surabaya.

Iwabe pun runtuh. Senjata-senjata Jepang diserahkan kepada rakyat Surabaya menyusul kepergiannya dari bumi pertiwi. Bayangkan, penyerahan senjata-senjata itu pakai upacara kebesaran segala. Oleh Moestopo senjata-senjata itu tidak saja dipergunakan oleh pejuang-pejuang Surabaya tapi juga dikirim ke Garut, Klender, Solo, Bali juga ke tempat lain yang memerlukan.