Sisingamangaraja XII khawatir, jika masyarakat Batak berpaling dari kepercayaan nenek moyang, maka hilang pula kearifan lokal yang telah menjaga harmoni kehidupan mereka selama berabad-abad.
Sistem Ekonomi Kolonial yang Merampas Hak Rakyat
Tak hanya agama, Belanda juga menerapkan sistem ekonomi yang merugikan rakyat Batak. Tanah-tanah adat dirampas, hasil bumi dikuasai, dan rakyat dipaksa bekerja rodi.
Sisingamangaraja XII melihat bagaimana rakyatnya menderita di bawah sistem yang menindas ini.
Kekayaan alam Tanah Batak, yang seharusnya menjadi sumber kesejahteraan rakyat, justru mengalir ke kantong-kantong para penjajah.
Sistem tanam paksa, yang memaksa rakyat menanam komoditas ekspor, membuat rakyat Batak semakin terpuruk dalam kemiskinan. Sisingamangaraja XII, sebagai pemimpin yang mengayomi rakyatnya, tak bisa tinggal diam melihat penderitaan ini.
Politik Adu Domba yang Memecah Belah Persatuan
Belanda, dengan cerdiknya, menerapkan politik adu domba untuk memecah belah persatuan masyarakat Batak. Mereka memanfaatkan perbedaan-perbedaan kecil antar suku untuk menciptakan konflik internal.
Sisingamangaraja XII melihat bagaimana strategi licik ini mengancam persatuan dan kesatuan bangsanya.
Ia menyadari bahwa persatuan adalah kunci untuk melawan penjajahan. Belanda, dengan segala kekuatan militernya, akan mudah menaklukkan Tanah Batak jika masyarakatnya terpecah belah.
Sisingamangaraja XII, sebagai pemersatu seluruh suku Batak, bertekad untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsanya dari ancaman politik adu domba.
Perlawanan Demi Kejayaan Tanah Batak