Find Us On Social Media :

Luka yang Tak Tersembuhkan: Sentimen Rasial Warisan Kolonial Belanda

By Afif Khoirul M, Senin, 23 September 2024 | 14:15 WIB

Ilustrasi - Ide tentang Politik Etika yang dilakukan oleh pemerintah Kolonial Belanda, sejatinya punya maksud tersembunyi ini.

Hal ini menciptakan jurang pengetahuan yang semakin memperdalam kesenjangan sosial dan memperkuat stereotip negatif terhadap penduduk pribumi.

Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar Indonesia, dalam novelnya "Bumi Manusia" (1980) menggambarkan bagaimana sistem pendidikan kolonial merendahkan martabat penduduk pribumi.

Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang malas, bodoh, dan tidak beradab. Gambaran ini tertanam dalam benak banyak orang, baik dari kalangan penjajah maupun penduduk pribumi sendiri, dan terus diwariskan dari generasi ke generasi.

Ekonomi yang Tak Adil

Penderitaan ekonomi yang dialami oleh penduduk pribumi selama masa penjajahan juga berkontribusi pada munculnya sentimen rasial. Belanda menerapkan sistem ekonomi yang eksploitatif, di mana kekayaan alam Indonesia dikuras habis untuk kepentingan mereka sendiri.

Sementara itu, mayoritas penduduk pribumi hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Kondisi ini memicu kebencian dan rasa frustrasi terhadap penjajah, yang kemudian meluas menjadi sentimen rasial terhadap semua orang Eropa.

Sartono Kartodirdjo, sejarawan terkemuka Indonesia, dalam bukunya "Pemberontakan Petani Banten 1888" (1966) menjelaskan bagaimana ketidakadilan ekonomi menjadi salah satu pemicu utama pemberontakan petani Banten.

Mereka merasa tertindas oleh sistem tanam paksa yang diterapkan oleh Belanda, di mana mereka dipaksa menanam tanaman ekspor seperti kopi dan tebu dengan harga yang sangat rendah. Kemarahan mereka terhadap penjajah kemudian meluas menjadi sentimen rasial terhadap semua orang Eropa.

Luka yang Menganga

Meskipun penjajahan Belanda telah berakhir puluhan tahun yang lalu, sentimen rasial yang mereka tanamkan masih terus menghantui masyarakat Indonesia hingga saat ini.

Ia muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari diskriminasi terselubung hingga konflik terbuka antar kelompok etnis.

Sentimen rasial ini seperti luka yang menganga, terus mengingatkan kita akan masa lalu yang kelam dan menyulitkan kita untuk membangun masa depan yang lebih baik.