Find Us On Social Media :

24 Jam Strategi KOSTRAD Melawan Gerombolan Gerakan 30 September 1965

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 18 September 2024 | 12:14 WIB

Mayjen Soeharto saat pemakaman Pahlawan Revolusi, para jenderal Angkatan Darat yang menjadi korban Gerakan 30 September 1965.

[ARSIP Intisari]

Beginilah detik-detik KOSTRAD melumpuhkan gerombolan Gerakan 30 September 1965 yang berbasis di sekitar Halim. Dibutuhkan waktu kurang lebih 24 jam.

Tayang di Majalah Intisari pada Oktober 1967

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Pada pagi buta tanggal 1 Oktober 1965, sementara pasukan Pasopati kembali ke Lubang Buaya membawa Jenderal Yani dan kawan-kawan, pasukan Bimasakti, kekuatan militer yang lain dari Gerakan 30 September 1965 (G-30-S/Gestapu), telah mencekam urat nadi jantung ibukota dengan menduduki posisi strategis di sekitar Istana.

Medan Merdeka sebelah selatan dikuasai Batalion 530/Para yang tertipu oleh G-30-S. Medan Merdeka sebelah utara dan jalan-jalan ke Istana di Harmoni telah diduduki oleh Batalion 455/Para yang diperalat G-30-S.

Gedung RRI, Telekomunikasi, dan telepon telah berada di tangan Brigade Infanteri I/Jaya, kena tipu Kolonel Abdul Latief. Dan keseluruhan kekuatan militer ini telah berada dalam keadaan siaga dengan senapan dan sangkur terhunus, siap menunggu perintah dari Pusat Markas Komando yang berada di Tugu Monumen Nasional (Monas).

Begitulah situasi medan dan dan kekuatan militer Gestapu di Ibukota yang dihadapi Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) hari itu.

KOSTRAD yang tanpa menyadarinya, markasnya terletak hanya beberapa ratus meter dari posisi lawan yang begitu kuat dan ketat. KOSTRAD yang panglimanya, Mayjen Soeharto, baru lewat jam 6.30 datang ke markas tanpa pengetahuan sedikit pun tentang apa yang telah terjadi, selain bahwa pagi itu telah terjadi penculikan atas beberapa perwira tinggi Angkatan Darat.

Di bawah ini akan kita ikuti bagaimana Pak Harto bersama para perwira tinggi lainnya dan pasukan mereka, Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD/sekarang Kopassus), dan Siliwangi, setelah melewati saat-saat kritis yang menegangkan akhirnya berhasil 180 derajat mengubah situasi, dengan menetralkan kekuatan militer Gestapu di ibukota dan sekaligus menceraiberaikan basis pertahanan mereka di Halim.

Ketika Pak Harto datang di markas KOSTRAD lewat jam 6.30 pagi, beberapa perwira stafnya telah ada di sana. Dia segera mengadakan pembicaraan dengan mereka. Tetapi mereka itu ternyata tidak tahu sama sekali tentang peristiwa penculikan jenderal-jenderal.

Pak Harto lalu menghubungi Panglima Kodam Jawa, Mayjen Umar Wirahadikusumah, yang segera datang ke markas KOSTRAD.

Pak Umar yang sejak jam 4.30 sudah mengunjungi tempat-tempat terjadinya penculikan serta telah pula melihat keadaan di Istana, dapat menambahkan informasinya. Antara lain tentang tidak adanya Presiden dan kehadiran Brigjen Supardjo yang mencurigakan di Istana.

Dan yang penting lagi adalah bahwa Panglima Kodam Jaya itu telah mengambil tindakan-tindakan yang nantinya akan sangat menolong strategi KOSTRAD: telah mengadakan konsinyering seluruh garnisun ibukota dan telah menutup jalan-jalan yang menuju ke luar kota, terutama yang ke Bandung dan Bogor.

Konsultasi antara perwira-perwira senior di markas KOSTRAD menghasilkan persetujuan bahwa Pak Harto untuk sementara menegang pimpinan Angkatan Darat. Segera Pak Harto mengambil tindakan-tindakan yang luas untuk pengamanan, yaitu dengan menghubungi angkatan-angkatan lainnya.

Dengan Angkatan Laut dan Kepolisian segera terdapat kata sepakat. Kedua angkatan ini kemudian mendapatkan menempatkan perwira-perwira penghubung di markas KOSTRAD. Hanya Angkatan Udara (AURI) tetap sukar dihubungi.

Sementara itu di markas KOSTRAD pimpinan ABRI terus menganalisis situasi, berdasarkan informasi yang sedikit demi sedikit bertambah. Diketahui bahwa Jenderal Nasution lolos; bahwa pasukan di sekitar Medan Merdeka adalah Yon 454 Para dan Yon 530 Para yang didatangkan atas permintaan Presiden untuk memeriahkan Hari Angkatan Bersenjata tanggal 5 Oktober.

Dan akhirnya terdengar siaran resmi G-30-S lewat RRI dan jam 7.20 pagi, yang membuat jelas bahwa hari itu telah terjadi kup.

Berdasarkan data-data ini Jenderal Soeharto lalu menarik analisis baru. Dalam analisis ini, Yon I KK Men Cakrabirawa, Yon 454, serta Yon 530 dimasukkan dalam kategori lawan. Hasil analisis segera diikuti oleh tindakan.

Pak Harto memerintahkan anak buahnya menetralkan kekuatan militer sekitar Medan Merdeka dan Istana, sambil berpegang teguh pada patokan: menguasai kembali suasana tanpa pertumpahan darah. Bagaimana ini harus dilaksanakan?

Rentetan tindakan sampai jam 21.00

Setelah mendapat gambaran tentang situasi, pada 09.00 pagi KOSTRAD mulai mengambil tindakan-tindakan konkret: mengeluarkan perintah kepada Yon 454 Para dan Yon 530 Para agar meninggalkan daerah pertahanan mereka dan menarik diri ke markas KOSTRAD.

Sejatinya itu perintah yang mudah saja dipahami karena kedua batalion itu secara operasional berada di bawah komandan Brigade III/Para KOSTRAD. Tetapi perintah ini tidak ditaati. Sementara itu KOSTRAD pun mengadakan konsinyering seluruh pasukan yang ada di Jakarta.

Karena perintah jam 09.00 pagi belum juga mendapat reaksi, maka jam 11.00 sekali lagi KOSTRAD mengeluarkan perintah yang sama kepada Yon 454 dan 530 Para. Juga kali ini tanpa hasil.

Tanpa kehilangan kesabaran dan tanpa meninggalkan kebijaksanaan “memulihkan suasana tanpa pertumpahan darah", Pak Harto dan kawan-kawan mengambil tindakan-tindakan lain yang dapat dilakukan.

Satuan Komando Garnisun (SKOGAR) yang langsung dipimpin Pak Umar tidak tinggal diam untuk memperkuat counter-move Pak Harto. Sementara itu satu kompi batalion 328/Kujang ditempatkan di bawah SKOGAR.

Hampir empat jam setelah perintah kedua pada jam 11.00 pagi, belum juga Yon 454 dan 530 masuk markas KOSTRAD. Maka jam 15.00 KOSTRAD untuk ketiga kalinya memanggil kedua batalion tersebut.

Kali ini ada jawaban. Kapten Sukardi, perwira tertua Yon 530 dan Kapten Kuntjoro, wakil komandan Yon 454 datang menghadap. Mereka diberi penerangan tentang duduk persoalan yang sebenar-benarnya, dan diperintahkan menarik pasukan mereka ke KOSTRAD.

Jam 15.30 Kapten Kuntjoro dan Sukardi meninggalkan markas KOSTRAD. Jam 16.30 benar Kapten Sukardi membawa pasukannya dengan kekuatan satu batalion (minus satu kompi yang tetap tertipu oleh G-30-S) ke pangkuan KOSTRAD.

Tetapi Kapten Kuntjoro tidak kembali dengan pasukannya, Yon 434, yang tetap belum menyadari bahwa mereka diperalat oleh G-30-S. Mereka justru mundur ke Halim menggabungkan diri pada Central Komando (Cenko) Gestapu.

Dengan kembalinya Yon 530 strategi KOSTRAD telah berhasil sebagian. Sementara itu KOSTRAD menghubungi RPKAD yang pada jam 17.0.0 telah siap di perbatasan kota dengan kekuatan dua batalion. Dari kekuatan ini, satu batalion terus menuju KOSTRAD.

Dengan kekuatan yang berhasil dihimpunnya, kini Pak Harto bertekad membereskan krisis di jantung ibukota. Jam 19.00 dikeluarkan perintah kepada RPKAD untuk menguasai kembali sepenuhnya Medan Merdeka dan sekitarnya, termasuk merebut kembali Gedung RRI dan dan Pusat Telekomunikasi, tanpa meninggalkan prinsip "menghindari pertumpahan darah”.

Dengan cepat dan taktis pasukan pembebas bergerak. Dan — sungguh membanggaikan — 20 menit kemudian Gedung RRI dan Telekomunikasi sudah berhasil dibebaskan tan pa pertumpahan darah!

Sementara itu KOSTRAD pun mengerahkan Batalion 530 yang sudah menggabungkan diri untuk menjalankan tugas pengamanan di sekitar Pusat Telekomunikasi. Hasilnya, segerombolan Pemuda Rakjat dapat disergap dengan senjatanya.

Rupanya gerombolan G-30-S ini belum mengetahui perubahan situasi dan mendapatkan tugas menduduki kantor Front Nasional. Dari mereka inilah makin jelas peranan Halim hingga mempertebal tekad Pak Harto untuk secepat mungkin mendudukinya.

Sebelum menyergap Halim, KOSTRAD dengan bantuan SKOGAR mengambil pelbagai langkah pengamanan terlebih dahulu di beberapa tempat penting lainnya di ibukota. Batalion 328/Kujang berkekuatan dua batalion diperintahkan menjaga di Jalan Radio dan sisanya disediakan untuk gerakan ke Halim.

Gedung Bank Indonesia baik yang di Jalan Thamrin maupun yang di Jakarta Kota, telah dijaga oleh satuan-satuan yang dikerahkan SKOGAR semenjak jam 20.30 malam. Demikian pula Gedung Percetakan Negara Kebayoran.

Pada jam 23.55 malam Markas KOSTRAD secara berangsur-angsur mulai dipindahkan ke Senayan. Pak Harto sudah sepenuhnya siap melancarkan "counter-move" yang melumpuhkan. Suasana kesiapsiagaan tempur dengan segala kesibukannya terasa sekali.

"Silent-raid" yang melumpuhkan Halim

Sebetulnya semenjak jam 18.00 sore KOSTRAD sudah siap untuk menggempur Halim. Namun hal ini terpaksa ditunda mengingat keselamatan Presiden Sukarno yang pada saat itu berada di sana dan sampai jauh malam tidak mau memisahkan diri dari gerombolan G-30-S.

Barulah pada jam 1.00 tengah malam (2 Oktober 1965) komando yang dinanti-nantikan diberikan oleh Pak Harto yaitu setelah Bung Karno meninggalkan Halim menuju Bogor.

Pun prinsip "menghindarkan pertumpahan darah" tetap dipertahankan dalam sergapan diam-diam ke Halim ini. Jam 3.00 pagi, bergeraklah “macan-macan loreng berbaret merah” dan satuan Yon 328/Para Kujang menyusup ke daerah Halim yang penuh misteri.

Satu kompi panser dan satu kompi tank membantu gerakan tersebut. Demikian sempurnanya gerakan pasukan-pasukan para tersebut, hingga sementara gembong-gembong G-30-S masih dalam kebingungan, Lanuma Halim sudah jatuh ke tangan KOSTRAD pada jam 6.10 pagi (2 Oktober).