Find Us On Social Media :

Ketika Paus Benediktus XVI Bertakhta di Tengah Gelombang Umat yang Kecewa

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 5 September 2024 | 14:37 WIB

Naiknya Paus Benediktus XVI setelah wafatnya Paus Yohanes Paulus II memicu kontroversi. Dia dianggap sebagai sosok yang konservatif, kaku.

Cap seperti itu terutama keluar dari mereka yang tidak setuju dengan pandangan-pandangan gereja yang muncul dari pemikiran Ratzinger. Maka Ratzinger sering dinilai berhaluan konservatif dan sikapnya tidak kenal kompromi. Itu semua dilakukan karena ia harus menjalankan tugas yang diserahkan kepadanya semasa Paus Yohanes Paulus II. Atas haluan dan sikapnya yang tidak kenal kompromi itu, para pengkritik sering memberi cap kepada Ratzinger, kardinal panzer.

Namun, penilaian atau tuduhan yang sering berlebihan terhadap Ratzinger seolah ditanggapi melalui khotbahnya saat misa pembukaan konklaf. Dia menyebut, selama 20 tahun terakhir, Gereja Katolik menghadapi berbagai ajaran baru.

Berbagai pemikiran kecil seperti diombang-ambingkan oleh gelombang pemikiran besar. Lalu, manusia yang ada di tengah-tengah gelombang itu menjadi sarana tarik-menarik pemikiran atau ajaran dari arah marxisme sampai liberalisme, bahkan libertinisme.

"Manusia diombang-ambingkan dari pengaruh kolektivisme ke individualisme radikal, dari ateisme ke mistik religius yang sering ekstrem dan aneh, dari agnotisisme ke sinkretisme. Bahkan, kita setiap hari juga mengalami munculnya sekte-sekte baru. Gereja Katolik ikut tertempa berbagai arus pemikiran itu," katanya.

"Akan tetapi, lalu muncul pemikiran dari mereka, memiliki iman yang kuat menurut kepercayaan Gereja Katolik sering dicap sebagai fundamentalisme atau konservatif. Begitu besarnya pengaruh pemikiran-pemikiran baru itu, sehingga relativisme, individualisme, sering digunakan sebagai sarana untuk mengukur kepercayaan seseorang. Sebagai orang Katolik, kita mempunyai satu tolok ukur, yaitu Yesus Kristus. Dialah yang menjadi ukuran kemanusiaan sejati. Menjadi dewasa dalam iman tidak berarti harus mengikuti gelombang mode dan pemikiran-pemikiran baru yang bermunculan."

Atas khotbah itu, berbagai komentar dari beberapa peserta misa pun bermunculan. Ratzinger yang dikenal konservatif ingin menjelaskan mengapa selama ini ia bersikap demikian.

Kedelapan dari Jerman

Paus Benediktus XVI bukan satu-satunya paus non-italia. Pendahulunya, Paus Yohanes Paulus II berasal dari Polandia. Sebelumnya, ada sejumlah Paus yang berasal bukan dari Italia. Meski demikian, Italia masih menempatkan dirinya pada urutan pertama sebagai negara "pemasok" Paus.

Tercatat ada 217 kardinal asal Italia yang menjadi Paus. Urutan kedua diduduki Perancis dengan 17 Paus. Sedangkan Jerman baru ada delapan Kardinal (termasuk Ratzinger) yang menjadi Paus, tiga dari Spanyol, dan satu dari Belanda.

Paus Adrian VI, atau Hadrian VI (2 Maret 1459 -14 September 1523) lahir dengan nama Adrian Florisz Dedel. Dia menjabat sebagai Paus mulai tahun 1522 hingga wafat. Sebenarnya, Paus ini lahir di Utrecht, Belanda. Namun, saat itu Belanda dianggap berada dalam periode atau bagian dari budaya Jerman. Paus ini adalah Paus terakhir yang berasal dari luar Italia hingga terpilihnya Karol Wojtyla asal Polandia sebagai Paus Yohanes Paulus II pada 1978.

Dia juga merupakan Paus terakhir yang berasal dari Jerman sebelum Paus Benediktus XVI terpilih pada 2005. Di eranya, Paus Adrian VI berjuang untuk melakukan reformasi agama Katolik sebagai pertahanan terhadap reformasi Protestan. Namun, tindakannya itu kurang bersambut karena dinilai melakukan tindakan-tindakan kontemporer yang bertentangan dengan sikap dan pendirian Gereja Katolik Roma yang konservatif.

Paus Clement II, menjabat 25 Desember 1046 - 9 Oktober 1047. Sebelum terpilih sebagai Paus, dia adalah Uskup Bamberg, 1040 - 1046. Dia dinominasikan oleh Raja Henry III sebagai Paus untuk menggantikan Paus Gregorius VI (Desember 1046). Setelah terpilih, Paus Clement II memahkotai Henry III sebagai Kaisar Romawi Suci.