Find Us On Social Media :

Mengapa Nasionalisme dalam Ruang dan Waktu Dapat Memiliki Perubahan Hakikat

By Afif Khoirul M, Selasa, 13 Agustus 2024 | 11:20 WIB

Ilustrasi - Berikut ini hubungan antara nasionalisme dan paham kebangsaan.

Bangsa-bangsa terjajah bangkit melawan penindasan, menuntut hak untuk menentukan nasib sendiri. Nasionalisme, dalam bentuknya yang paling murni, memancarkan cahaya terang, menerangi jalan menuju kebebasan.

Namun, nasionalisme pada era ini juga menghadapi tantangan baru. Globalisasi yang semakin intensif mendekatkan jarak antarbangsa, menciptakan interdependensi yang kompleks.

Nasionalisme yang sempit dan eksklusif terancam tergerus arus zaman, digantikan oleh semangat kosmopolitanisme yang merangkul keberagaman.

Di era digital, ketika informasi mengalir deras tanpa batas, nasionalisme kembali bertransformasi. Media sosial dan platform online menjadi arena baru bagi ekspresi identitas nasional.

Namun, di sisi lain, ruang maya juga rawan disusupi oleh propaganda dan ujaran kebencian yang memecah belah. Nasionalisme, dalam bentuknya yang terdistorsi, menjelma menjadi senjata tajam yang melukai persatuan.

Lalu, mengapa nasionalisme terus berubah sepanjang perjalanan sejarah?

Jawabannya terletak pada sifatnya yang dinamis dan adaptif. Nasionalisme bukan sekadar ideologi kaku yang terpaku pada dogma masa lalu, melainkan cerminan dari aspirasi dan identitas kolektif suatu bangsa.

Ketika konteks sosial, politik, dan ekonomi berubah, nasionalisme pun ikut bergeser, mencari bentuk baru yang relevan dengan zamannya.

Perubahan hakikat nasionalisme juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti konflik global, krisis ekonomi, dan bencana alam.

Dalam situasi-situasi genting, nasionalisme kerap kali menguat, menjadi tameng pelindung bagi bangsa yang terancam. Namun, ketika keadaan kembali normal, nasionalisme cenderung melunak, memberi ruang bagi kerjasama dan dialog antarbangsa.

Selain itu, perubahan hakikat nasionalisme juga dapat dipicu oleh dinamika internal suatu bangsa. Pergolakan politik, ketimpangan sosial, dan konflik identitas dapat memicu perdebatan sengit tentang makna dan arah nasionalisme.

Dalam proses ini, nasionalisme dapat mengalami reinterpretasi dan rekonstruksi, menghasilkan bentuk baru yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.