Find Us On Social Media :

Sosok Pang Suma: Pemimpin Rakyat Kalimantan yang Menentang Jepang

By Afif Khoirul M, Minggu, 11 Agustus 2024 | 18:15 WIB

Tarian perang suku Dayak. Artikel ini membahas apa tantangan yang dihadapi oleh generasi muda dalam upayanya melestarikan tradisi lokal.

 

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Di tengah rimba Kalimantan yang lebat, di mana sungai-sungai berkelok bagai ular raksasa dan pepohonan menjulang tinggi menyentuh langit, hiduplah seorang pemimpin yang namanya terukir dalam sejarah perjuangan rakyat melawan penjajahan. Namanya Pang Suma, seorang putra Dayak yang gagah berani, yang semangat juangnya membara bagai api yang tak pernah padam.

Pang Suma lahir dan dibesarkan di tengah masyarakat Dayak yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kebebasan. Sejak kecil, ia telah menyaksikan bagaimana rakyatnya menderita di bawah penjajahan Belanda yang kejam. Luka-luka penjajahan itu membekas dalam hatinya, menumbuhkan semangat perlawanan yang tak tergoyahkan.

Ketika Jepang datang menggantikan Belanda, rakyat Kalimantan awalnya menyambut mereka dengan harapan akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun, harapan itu segera sirna. Jepang ternyata tak berbeda jauh dengan Belanda. Mereka juga memperlakukan rakyat Kalimantan dengan sewenang-wenang, merampas harta benda, dan memaksa rakyat bekerja rodi.

Pang Suma, putra Dayak dari Desa yang mengalirkan darah Sanggau dalam nadinya, adalah bara api yang membakar semangat perlawanan di jantung Borneo.

Takdir Pang Suma terjalin dengan tragedi Mandor, pembantaian massal yang menorehkan luka mendalam di hati rakyat Kalimantan. Ketika Jepang menggantikan Belanda, harapan akan kehidupan yang lebih baik pupus seketika. Penjajahan berganti wajah, namun kekejaman tetap sama. Di Sanggau, ketegangan memuncak ketika Osaki, mandor Jepang yang angkuh, mengancam Pang Linggan, tokoh berpengaruh Dayak, karena cintanya ditolak.

Pang Suma, sang paman yang gagah berani, tak tinggal diam melihat keluarga dan bangsanya terancam. Bersama Pang Linggan, mereka menantang Osaki, pertempuran tak terelakkan pecah di Meliau. Di bawah langit Kalimantan yang menyaksikan, Osaki menemui ajalnya di tangan Pang Suma dan Pang Linggan. Darah tumpah di tanah leluhur, menandai awal perlawanan yang tak terbendung.

Peristiwa itu menyulut api semangat rakyat Dayak di Sanggau. Mufakat adat digelar, keputusan bulat diambil, melawan Jepang di bawah komando Pang Suma. Sang pemimpin muda, dengan kharisma dan keberaniannya, menyatukan berbagai suku Dayak dalam satu barisan perjuangan. Mereka bersatu padu, siap mengorbankan jiwa dan raga demi kemerdekaan.

Jepang gentar menghadapi semangat juang rakyat Dayak yang tak pernah padam.

Perjuangan Pang Suma adalah nyala api yang tak pernah padam, menginspirasi generasi mendatang untuk selalu siap membela tanah air dan melawan segala bentuk penindasan. Namanya terpatri dalam sejarah, dikenang sebagai pahlawan sejati yang rela berkorban demi kemerdekaan. Pang Suma, sang pemimpin rakyat Kalimantan yang menentang Jepang, adalah bukti bahwa semangat juang yang tulus dan tak kenal menyerah akan selalu menemukan jalan menuju kemenangan.

Perlawanan rakyat Kalimantan di bawah pimpinan Pang Suma bukanlah perlawanan yang main-main. Mereka menggunakan taktik perang gerilya yang cerdik, memanfaatkan keunggulan medan hutan Kalimantan yang lebat. Jepang dibuat kewalahan menghadapi perlawanan yang gigih ini. Pasukan Jepang yang terbiasa berperang di medan terbuka tak berdaya menghadapi serangan-serangan mendadak dari para pejuang Dayak yang muncul dan menghilang bagai bayangan di tengah hutan.

Pang Suma sendiri menjadi momok bagi Jepang. Ia dikenal sebagai pemimpin yang tak kenal takut, selalu berada di garis depan memimpin pasukannya. Keberanian dan ketangguhannya membuat Jepang gentar. Mereka menyebutnya "hantu rimba", sosok yang sulit ditangkap dan selalu lolos dari kepungan.