Find Us On Social Media :

Sejarah Panjat Tebing: Gara-gara Orang Alpen Memburu Kambing

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 7 Agustus 2024 | 12:17 WIB

Sejarah panjat tebing, yang sekarang sudah dilombakan di Olimpiade, sejak 2018 di Brasil.

Memanjat tebing betulan atau tebing buatan tak perlu takut patah pinggang. Malah bisa dapat jutaan perak. Sekarang malah dilombakan di Olimpiade. Inilah sejarah panjat tebing.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Kemajuan penting lainnya adalah penggunaan helm dan harness. Ini pun setelah didahului kematian seorang pemanjat Inggris di tebing Dolomite. Sejak saat itu perlengkapan pemanjatan makin disempurnakan.

Dari situlah orang lantas mengembangkan teknik pemanjatan yang sulit, aman, dan cepat. Dan dari situ pula sejumlah rekor dicatat. Michel Darbellay misalnya. Pada 1960 ia melakukan pemanjatan solo pertama di tebing Eiger Nordwand

MEMANJAT PLANET

KECEPATAN DAN KESULITAN

Rancangan Don Robinson itu selaras dengan anggapan bahwa mengatasi lintasan yang sulit lebih penting dari sekadar mencapai puncak. Pengertian ini pada akhirnya juga merembet ke penciptaan disiplin latihan. Mulai saat itu, para pemanjat memandang penting adanya latihan senam dan lari. Hingga akhirnya, semboyan best training for climber is climbing perlahan-lahan ditinggalkan.

Dinding buat latihan itu juga lantas berubah jadi ajang kompetisi. Unsur kecepatan dan kesulitan adalah dua bentuk dasar penilaian bagi lomba-lomba panjat dinding itu. Agar lebih asyik lagi, berbagai kesulitan diciptakan mirip dengan yang ada di tebing betulan. Misalnya dinding panjat ciptaan Jean March Blache. Selain menjulang tinggi, juga mempunyai cerobong dan beberapa overhang (bentuk karang gantung). 

Tak heran kalau dinding itu dijadikan ajang unjuk kepiawaian para bintang panjat tebing. Misalnya Robert Cortijo, Didier Raboutou, J.B. Tribout, dan Gerhard Homager.

BISA PAMER

Sejak saat itu boleh dibilang kegiatan panjat dinding mulai populer. Sejumlah perguruan tinggi macam Universitas Parahyangan, Trisakti, Institut Sains dan Teknologi Nasional, sampai Ul mengadakan lomba. Bahkan sampai ke tinggal SMA, ketika itu yang pertama-tama jadi pioner di antaranya adalah SMA 6 dan SMA 70 Jakarta.

Demikian pula dalam soal peralatan. Mula-mula mendapatkan point (pegangan) buat dinding panjat memang sulit. Sekitar akhir 1980-an, Ogun dan Bongkeng dari Wanadri mengusahakan point buatan sendiri. Setelah melalui tes kelayakan di LIPI (sekarang BRIN), point tersebut ternyata layak digunakan untuk dinding panjat. Harganya pun jauh lebih murah dibanding yang impor.

Seiring dengan itu, rancang bangun dinding panjat pun mulai berkembang. Salah satu yang menarik ketika itu adalah yang dimiliki Klab Trupala SMA 6 Jakarta. Dinding panjat setinggi 8,5 meter itu memiliki overhang yang besar di ujungnya. Selain itu, dinding ini pun bersistem bongkar pasang.

Populernya olahraga memanjat ini jelas karena kemudahan yang diberikannya. Sejak adanya dinding panjat, orang tak perlu harus jauh-jauh pergi ke tebing. Yang jelas memakan waktu dan risiko ekstra lebih. Lagi pula, bagi anak sekolah yang masih remaja, jelas ada kebanggaan lebih. Bayangkan, bisa memanjat setinggi itu disaksikan oleh kawan-kawannya. Suatu hal yang tak didapatnya seandainya ia pergi ke tebing.

Ada unsur pamer, ada ganjaran pengakuan. Biar saja. Dan jangan lupa, kegiatan ini pun ada kejuaraan dunianya, bahkan sekarang sudah dilombakan di Olimpiade sejak 2018. Dan Indonesia termasuk negara yang diperhitungkan dalam olahraga yang masuk kategori ekstrem ini.