Find Us On Social Media :

Bu Kasur Genjot Sepeda Saat Peristiwa Bandung Lautan Api, Takut Lihat Pasukan Gurkha

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 28 Juli 2024 | 15:03 WIB

Ibu Kasur menjadi salah satu saksi hidup peristiwa atau sejarah Bandung Lautan Api. Ketika itu, wanita bernama asli Sandiah itu adalah seorang kurir.

Tapi sebagai ibu, dan dikenal dengan nama Bu Kasur, sekarang ini "pasiennya" jauh lebih banyak. Dan pasiennya tak usah anak yang sakit. Kan malah lebih baik. Oh ya, waktu siaran tidak selalu diadakan di studio. Maklum jaman masih usreg. Masih banyak dar-der-dor.

"Dalam keadaan darurat, siaran dipancarkan dari kamar mandi sebuah gereja," kata Bu Kasur. Sayang gereja mana Bu Kasur tidak ingat. Habis sudah lama banget sih.

Mampir kawin

Gadis kurir yang dulu gemetaran bertemu dengan Gurkha, kini jadi legenda. Banyak orang tidak tahu nama aslinya. Bahkan Bu Kasur sendiri kalau dipanggil Bu Soeryono suka lupa kalau Soeryono itu nama suaminya. Dia sudah terbiasa dipanggil Bu Kasur.

Lahir di Jakarta walaupun orangtua asli Yogyakarta. "Assembling Jakarta", kata Bu Kasur. Sampai SMA dijalani di sekolah yang sekarang dipakai sebagai Gedung Kebangkitan Nasional. Sayang sekali ia tidak menyelesaikan SMA-nya, hanya sampai kelas III. Selain karena mengikuti orangtua yang pindah ke Bandung, juga karena sekolah waktu itu lebih banyak kerja baktinya daripada belajar.

Bu Kasur ke sekolah naik sepeda.

"Tapi sepedanya lain dengan sepeda sekarang, dulu dengan ban mati. Keras dan kalau kena panas mengembang. Jadi kalau dinaiki jalannya naik-turun, bergelombang. Kaya lewat tangga saja", kata Bu Kasur tertawa sambil mengenangkan hal yang kelihatan menggelikan untuk ukuran sekarang.

Di Bandung ia bekerja di Kantor Karesidenan Priangan. Di kantor inilah ia ketemu dengan pemuda Soeryono, yang kemudian menjadi suaminya, Pak Kasur. Sejak bekerja di kantor ini ia mulai aktif dalam gerakan pemuda dan siaran di radio Garut.

Tapi ketika Bandung dikuasai Belanda, Bu Kasur mengungsi ke Yogya mengikuti kedua orangtuanya. Sedang Pak Kasur tetap di Bandung, melawan Belanda. Suatu ketika Pak Kasur mendapat tugas mengambil senjata ke Jawa Timur. Pulangnya lewat Yogya, Pak Kasur memisahkan diri dari pasukan.

Dengan waktu yang sangat sempit itulah perkawinan mereka dilangsungkan, pada akhir tahun 1946. Seminggu kemudian Pak Kasur berangkat ke Bandung lagi dan Bu Kasur dititipkan di rumah orangtua pak Kasur di desa Sokaraja, Purwokerto.

Kita bisa merasakan kesepian Bu Kasur waktu itu. Dia yang biasa sibuk dengan segala kegiatan, di kota besar lagi, tiba-tiba harus tinggal di desa, jauh dari siapa-siapa. Masih untung orangtua Pak Kasur orang yang giat dalam kemasyarakatan.

Antara lain mengajar masyarakat yang buta huruf, menyewakan peralatan bila ada kematian di desanya. Ada beberapa lama Bu Kasur tinggal di Sukaraja, sebelum ia menyusul suaminya ke Majalengka. Ketika pasukan Siliwangi mundur ke Jawa Tengah sampai Magelang, Bu Kasur ikut sampai Magelang.