Find Us On Social Media :

Bagaimana Belanda Menanggapi Kemerdekaan Indonesia?

By Afif Khoirul M, Minggu, 28 Juli 2024 | 07:40 WIB

Agresi Militer Belanda I ketika Yogyakarta direbut Belanda.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Fajar merekah di atas Tambun, Bandung, 20 Juli 1947. Embun masih menempel di dedaunan, namun suasana desa Kampung Bulu jauh dari ketenangan. Desingan peluru memecah kesunyian, menandai babak baru dalam perjuangan bangsa. Tentara Nasional Indonesia (TNI) muda, dengan semangat membara, berhadapan dengan pasukan Belanda yang datang dengan persenjataan modern. Di tengah ledakan dan kepulan asap, sejarah terukir.

Bukan hanya kekuatan militer yang berbenturan, namun juga dua ideologi yang berseberangan. Bagi Belanda, ini adalah "Aksi Polisionil", upaya menegakkan ketertiban di wilayah yang mereka anggap masih milik mereka. Namun, bagi Indonesia, ini adalah agresi militer, pelanggaran terhadap kedaulatan negara yang baru saja merdeka.

Pertempuran di Kampung Bulu hanyalah percikan awal. Api konflik menjalar, membakar Jawa Barat. Belanda, dengan dukungan Laskar pimpinan H. Pandji yang membelot, merangsek maju. TNI, meski kalah persenjataan, berjuang dengan gigih, mengobarkan semangat "Sekali Merdeka, Tetap Merdeka".

Di balik gempuran senjata, terdapat drama diplomatik yang tak kalah sengit. Perjanjian Linggarjati, yang diharapkan menjadi jembatan perdamaian, justru menjadi sumber pertikaian baru. Masing-masing pihak menginterpretasikannya sesuai kepentingan sendiri. Kebuntuan diplomasi semakin memperkeruh suasana di medan perang.

Belanda, masih terbelenggu oleh pemikiran kolonial yang usang, gagal memahami perubahan yang terjadi di Indonesia. Semangat kemerdekaan telah merasuk ke setiap sendi kehidupan bangsa. Sementara itu, Indonesia yang baru lahir, harus berjuang di dua medan sekaligus: melawan penjajah dan membangun negara.

Konflik ini tak hanya berdampak pada kedua negara yang bertikai, namun juga mengguncang panggung internasional. Belanda berusaha mencari dukungan, terutama dari Inggris dan Amerika Serikat, namun tekanan dari dunia internasional semakin kuat. Dewan Keamanan PBB turun tangan, mendesak penghentian permusuhan.

Akhirnya, setelah melalui perdebatan sengit di dalam negeri, Belanda memutuskan untuk menghentikan aksi militer. Tekanan internasional dan realitas di lapangan telah memaksa mereka untuk mengakui bahwa perjuangan Indonesia untuk merdeka tak bisa dipadamkan.

Peristiwa "Aksi Polisionil" menjadi catatan kelam dalam sejarah bangsa. Namun, di balik kepahitan dan luka, terdapat semangat juang yang tak tergoyahkan. Perjuangan di Kampung Bulu dan daerah-daerah lainnya menjadi bukti bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, melainkan hasil dari pengorbanan dan tekad yang tak kenal menyerah.

Dari puing-puing perang, Indonesia bangkit, membangun kembali negeri yang porak-poranda. Semangat "Sekali Merdeka, Tetap Merdeka" terus berkobar, menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk menjaga dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata.

Embun pagi di Tambun telah lama menguap, namun kenangan akan perjuangan di sana tetap abadi. Ia menjadi pengingat bahwa kemerdekaan adalah amanah yang harus dijaga dengan segenap jiwa dan raga.

Baca Juga: Sang Fajar Terbit di Nusantara, Misteri Kemenangan Jepang di Bumi Pertiwi

Bagian 2

Setelah Aksi Polisionil berakhir, Indonesia tidak langsung merasakan kedamaian. Luka perang masih menganga, ekonomi porak-poranda, dan politik dalam negeri bergejolak. Namun, semangat juang yang telah ditempa di medan perang tidak padam. Sebaliknya, ia semakin membara, menjadi bahan bakar untuk membangun kembali negeri yang porak-poranda.

Di tengah keterbatasan, Indonesia menunjukkan keuletan dan kreativitasnya. Para pemimpin bangsa, dengan dukungan rakyat, bekerja keras untuk memulihkan ekonomi, membangun infrastruktur, dan memperbaiki sistem pemerintahan. Upaya diplomasi juga ditingkatkan untuk mendapatkan pengakuan internasional atas kedaulatan Indonesia.

Perjuangan ini tidaklah mudah. Belanda, meski telah menghentikan aksi militer, masih berusaha mempertahankan pengaruhnya di Indonesia. Mereka mengobarkan propaganda, mempersenjatai kelompok-kelompok separatis, dan menghalangi upaya Indonesia untuk mendapatkan pengakuan internasional.

Namun, semangat "Sekali Merdeka, Tetap Merdeka" tidak pernah padam. Rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, bersatu padu melawan segala bentuk penjajahan. Para diplomat Indonesia berjuang di forum internasional, memperjuangkan hak bangsa untuk menentukan nasib sendiri.

Setelah perjuangan yang panjang dan berliku, akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia secara penuh. Bendera Merah Putih berkibar dengan gagah di seluruh pelosok negeri, menandai babak baru dalam sejarah bangsa.

Kemerdekaan yang telah diraih dengan darah dan air mata ini bukanlah akhir dari perjuangan. Sebaliknya, ia adalah awal dari sebuah perjalanan panjang untuk membangun Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat. Perjuangan ini terus berlanjut hingga hari ini, dari generasi ke generasi.

Semangat juang para pahlawan di Kampung Bulu dan daerah-daerah lainnya menjadi inspirasi bagi kita semua. Ia mengajarkan kita untuk tidak pernah menyerah, untuk terus berjuang demi cita-cita luhur bangsa. Ia mengingatkan kita bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, melainkan hasil dari perjuangan yang tak kenal lelah.

Kini, 77 tahun setelah peristiwa Tambun, Indonesia telah tumbuh menjadi negara yang besar dan kuat. Namun, tantangan masih menghadang. Kemiskinan, korupsi, dan ketidakadilan sosial masih menjadi masalah yang harus kita hadapi bersama.

Mari kita jadikan semangat perjuangan para pahlawan sebagai obor penerang dalam menghadapi tantangan-tantangan ini. Mari kita bekerja keras, berinovasi, dan berkolaborasi untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik bagi semua.

Embun pagi di Tambun mungkin telah lama menguap, namun semangat juang yang lahir di sana akan terus hidup dan menyala dalam jiwa setiap anak bangsa. Ia adalah warisan berharga yang harus kita jaga dan lestarikan.

Karena, seperti kata Bung Karno, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." Mari kita buktikan bahwa kita mampu mengatasi segala tantangan dan mewujudkan Indonesia yang gemilang di masa depan.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---