Find Us On Social Media :

Bagaimana Jassin Menyusun Dokumentasi Di Pusat Dokumentasi Sastra?

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 22 Juli 2024 | 13:07 WIB

Bagaimana Jassin menyusun dokumentasi di Pusat Dokumentasi Sastra? Sebelum menjawab pertanyaan di atas, baiknya kita tahu profil Sang Paus Sastra Indonesia

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.H. Jassin dikenal sebagai pusat pendokumentasian arsip kesusastraan nasional dan internasional yang ada di Indonesia. PDS didirikan oleh H.B. Jassin pada 28 Juni 1976.

Bagaimana Jassin menyusun dokumentasi di Pusat Dokumentasi Sastra? Sebelum menjawab pertanyaan itu, sebaiknya kita tahu lebih dahulu siapa sebenarnya pria yang biasa disebut sebagai "Paus Sastra Indonesia" ini.

Profil lengkap H.B. Jassin pernah dimuat di beberapa edisi Majalah Intisari yang bersumber dari buku Sketsa Tokoh karya Jakob Oetama. Inilah profilnya:

---

Apabila Hans Bague Jassin membaca tulisan ini, pensil pasti berada di tangannya. Kalimat yang salah susunannya, ungkapan yang janggal, titik koma yang salah tempat akan dikoreksinya. Itu sudah menjadi kebiasaannya. Hampir-hampir otomatis. Seperti halnya dia pun selalu membetulkan letak sandal sepatunya, yang tak pada tempatnya.

Jassin teliti dan rapi. Itu salah satu sifatnya yang khas. Untuk menghiasi karangan ini, saya pinjam fotonya. “Baik,” sahutnya, sambil mengambil foto dan secarik kertas bon tanda pinjaman yang harus saya tanda tangani. Purnawan Tjondronegoro sudah pernah menuturkan, kalau Jassin meninggalkan pesan tertulis, sekalipun pesan itu, bukan pesan penting, dia tetap akan membuatnya rangkap dua. Satu untuk dokumentasi?

Karena ketelitian, kerapian dan ketekunannya, dokumentasi Jassin mengenai kesusastraan Indonesia sejauh ini paling lengkap. Tulisan tangan Amir Hamzah ada, Chairil Anwar pun dia punya. Begitu pula halnya naskah-naskah asli sastrawan-sastrawan Indonesia lainnya. Bahrum Rangkuti, temannya sejak di HBS Medan berkata, “Karangan yang sudah tak saya miliki ada pada Jassin. Pada hal itu karangan saya sendiri.”

Sejak di Medan, Bahrum mengenalnya sebagai seorang yang pendiam, teliti, rapi. Jabatannya dalam organisasi sekretaris. Ini sesuai benar dengan sifatnya.

Perihal Jassin tak pandai bicara di depan umum, itu bukan rahasia lagi bagi lingkungannya. Pada 1953 dia diminta mengajar kesusastraan Indonesia Modern di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Kehormatan itu dia terima. Komentarnya kemudian, dia menyesal. Bukan lantaran tidak suka. Tidak. Tetapi karena harus bicara di depan kelas. Ini dia rasakan sebagai siksaan. Dia bertahan sampai tahun 1959.