Find Us On Social Media :

Benarkah Nama Besar Sudirman Cuma Dimanfaatkan Para Presiden Indonesia?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 21 Juli 2024 | 14:10 WIB

Menurut sejarawan Asvi Warman Adam, nama besar Jenderal Sudirman cuma dimanfaatkan para presiden demi kepentingan politik mereka. Dari Sukarno hingga SBY.

Sudirman bersimpati dengan kelompok Tan Malaka yang mempelopori Persatuan Perjuangan yang menuntut syarat perundingan dengan Belanda adalah "Merdeka 100%". Sudirman mengatakan "Lebih baik kita diatom daripada tidak merdeka 100%." Namun terdapat kontroversi dalam kasus 3 Juli 1946 ketika serombongan tokoh datang ke Istana di Yogyakarta menuntut pergantian kabinet.

Dalam sejarah resmi yang dituding terlibat adalah pendukung Tan Malaka. Pemerintah Sukarno-Hatta tidak menuduh Sudirman, jika ini dilakukan, tentu akan muncul reaksi keras dari para prajurit. Pada buku Harry Poeze mengenai Tan Malaka (jilid 2, tahun 2009) diuraikan tentang sejauh mana keterlibatan Sudirman dalam peristiwa tersebut.

Dalam buku karya Paul Stange, Kejawen Modern (2009), disebutkan Sudirman menghadiri pertemuan kebatinan Sumarah. Pada masa revolusi kelompok ini cukup banyak pengikutnya di kalangan tentara, yang dipercayai dapat memberi ilmu kebal atau tidak kelihatan oleh musuh.

Selama ini Sudirman dikenal sebagai aktivis Muhammadiyah dan kepanduan Hizbul Wathan, namun apakah ia juga mengikuti ajaran kebatinan Sumarah? Sampai kini masih menjadi tanda tanya.

Dia menderita sakit TBC dan dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Sebagai tanda terima kasih ia sempat menulis puisi "Rumah nan Bahagia" yang kemudian diabadikan pada salah satu ruangan tempat ia dirawat. Sebelah paru-parunya "diistirahatkan" dan ketika bergerilya setelah Agresi Militer II Desember 1948, ia ditandu dengan hanya sebelah paru-paru.

Ketika itu streptomisin baru ditemukan dan pemerintah berupaya mendapatkannya di Jakarta yang sudah dikuasai Belanda, untuk mengobati Sudirman. Namun karena uang rupiah tidak diakui Belanda, maka obat itu diperoleh secara susah payah dengan barter batik tulis halus dari Yogyakarta.

Sudirman sendiri membawa perhiasan istrinya agar dapat digunakan sebagai biaya hidup ketika bergerilya. Harta, jiwa, dan raga dikorbankannya demi republik tercinta.

Sebulan sebelum Sudirman meninggal, Bung Karno pernah menulis surat meminta maaf karena tidak sempat pamit kepada Sudirman di Yogyakarta, ketika pemerintahan pindah ke Jakarta setelah penyerahan kedaulatan. Dalam surat lain, Sukarno menuturkan bahwa saing ikan duyung (konon lebih bagus dari gading gajah) yang merupakan hadiah dari Sultan Kotawaringin sudah dimasukkan ke dalam peti dan dikirim tadi pagi ke Jakarta.

Bila barang itu sampai, dia akan langsung membawanya kepada tukang pembuat pipa rokok terbaik di ibukota untuk selanjutnya dihadiahkan kepada Sudirman. Mungkin pipa itu tidak sempat dikirimkan karena Sudirman sudah berpulang tanggal 29 Januari 1950. Dia dimakamkan keesokan harinya di Makam Pahlawan Yogyakarta dengan prosesi yang diiringi puluhan ribu rakyat.

Sejak dulu dimanfaatkan para presiden

Ternyata, menurut pengamatan saya, para Presiden Indonesia, mulai Sukarno, Soeharto, sampai Susilo Bambang Yudhoyono memanfaatkan Sudirman untuk kepentingan pencitraan politik mereka.