Find Us On Social Media :

Benarkah Nama Besar Sudirman Cuma Dimanfaatkan Para Presiden Indonesia?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 21 Juli 2024 | 14:10 WIB

Menurut sejarawan Asvi Warman Adam, nama besar Jenderal Sudirman cuma dimanfaatkan para presiden demi kepentingan politik mereka. Dari Sukarno hingga SBY.

[ARSIP]

Jenderal Sudirman adalah tokoh yang sangat dikenal dalam sejarah Indonesia. Bukan hanya digunakan sebagai nama jalan di berbagai kota, wajahnya juga pernah menghiasi uang kertas dan logam. Dalam buku pendidikan sejarah semasa Orde Baru, perjuangan gerilya sang Panglima Besar diceritakan "cuma" dalam beberapa halaman saja.

Penulis: Asvi Warman Adam, sejarawan LIPI, untuk Intisari edisi Oktober 2009

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Penggambaran Sudirman umumnya pun hanya satu dimensi: kurus, lugu, berjuang tanpa pamrih, sakit tapi pantang menyerah. Lihatlah patungnya yang terbuat dari perunggu setinggi 6 m, karya dosen ITB Sunaryo, senilai Rp6,5 miliar di Jl. Jend. Sudirman Jakarta, yang dibuat pada 2003.

Yang tampak hanya keteguhan tanpa emosi. Patungnya di depan gedung DPRD Yogyakarta yang dibuat seniman Hendra Gunawan dari Sanggar Pelukis Rakyat tahun 1950-an juga senada, walaupun terkesan agak jelata.

Padahal Sudirman memiliki nuansa lebih dari itu: ia seorang guru dan kepala sekolah yang bisa membuat sajak, pendiri koperasi, pemain sandiwara, dan pesepakbola (bermain sebagai pemain belakang pada Bond Banyumas). Juga pernah berpolitik dan dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

Berkorban jiwa, raga, dan harta

Lahir pada 24 Januari 1916 di Purbalingga dan meninggal di Yogyakarta pada 29 Januari 1950, Sudirman merupakan pejuang yang mati muda (dalam usia 34 tahun). Pada umur 29 dia sudah menjadi panglima angkatan bersenjata (waktu itu bernama Tentara Keamanan Rakyat - TKR) yang uniknya terpilih secara demokratis di antara para komandan dari berbagai daerah.

Keraguan pimpinan negara terhadap Sudirman sirna ketika ia membuktikan kemampuannya mengusir pasukan Sekutu yang jauh lebih canggih persenjataannya dengan strategi "Supit Urang" yang menjepit musuh dari dua sisi di Ambarawa.