Penulis
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com -Di balik gemerlap kejayaan Kerajaan Singasari, terukir kisah kelam yang menyelimuti tahta dan keturunan para rajanya.
Kisah ini berpusat pada Keris Mpu Gandring, pusaka sakti yang menyimpan kutukan mengerikan, menelan nyawa tujuh turunan Raja Ken Arok, sang pendiri Singasari.
Berawal dari ambisi Ken Arok, seorang pemberani yang ingin merebut tahta Tumapel dari Tunggul Ametung. Untuk mewujudkan ambisinya, Ken Arok memesan keris kepada Mpu Gandring, empu tersohor dengan kesaktiannya.
Mpu Gandring menerima pesanan ini dengan syarat keris harus selesai dalam waktu satu malam. Ken Arok, terburu nafsu,menyanggupi permintaan sang empu.
Malam itu, Mpu Gandring bekerja keras, menuangkan seluruh ilmu dan kesaktiannya ke dalam sebilah keris.
Hampir fajar menyingsing, keris pun rampung. Ken Arok, penuh semangat, bergegas menemui Mpu Gandring untuk mengambil pusaka tersebut. Namun, Mpu Gandring yang sekarat akibat memaksakan diri, mengutuk Ken Arok dan keturunannya.
Kutukan itu menyatakan bahwa keris tersebut akan menelan nyawa tujuh orang dari garis keturunan Ken Arok.
Kutukan Mpu Gandring menjadi kenyataan. Keris Mpu Gandring, kini di tangan Ken Arok, menjadi saksi bisu perebutan kekuasaan dan pertumpahan darah di Singasari.
Dimulai dengan kematian Tunggul Ametung, raja Tumapel, yang dibunuh Ken Arok dengan keris tersebut. Kemudian, keris itu pula yang mengantarkan Ken Arok pada kematiannya, dibunuh oleh Anusapati, putra tirinya.
Baca Juga: Hari Pertama Masuk Sekolah, Bagaimana Sejarah Perubahan Kurikulum Di Indonesia?
Kutukan terus berlanjut, menghantui keturunan Ken Arok. Anusapati, Tohjaya, Ranggawuni, dan Kertanegara, raja-raja Singasari selanjutnya, menemui ajalnya di ujung Keris Mpu Gandring.
Korban terakhir adalah Ken Dedes, Ken Arok, dan Anusapati, yang dibunuh oleh Kertanegara, raja terakhir Singasari.
Kematian Kertanegara menandai runtuhnya Kerajaan Singasari. Kutukan Mpu Gandring seolah menjadi pengingat atas ambisi dan pertumpahan darah yang menyelimuti sejarah Singasari.
Keris Mpu Gandring pun lenyap, ditelan misteri,meninggalkan legenda kelam yang terus diceritakan turun-temurun.
Kisah ini tak hanya tentang kutukan dan kematian, tetapi juga tentang ambisi, perebutan kekuasaan, dan balas dendam.Kisah ini menjadi pelajaran berharga tentang bahaya keserakahan dan pentingnya menjaga perdamaian.
Keris Mpu Gandring, dengan kutukannya yang mengerikan, menjadi simbol dari konsekuensi atas perbuatan manusia.
Kutukan Mpu Gandring tak hanya menelan nyawa keturunan Ken Arok, tetapi juga merenggut kejayaan Kerajaan Singasari. Kematian Kertanegara di tangan Jayakatwang, penguasa Kediri, menandai awal dari keruntuhan Singasari.
Jayakatwang, terbakar dendam atas kehancuran Kediri oleh Ken Arok, memanfaatkan kekacauan internal Singasari untuk melancarkan serangan. Dipimpin oleh Tohjaya, putra Ranggawuni yang diasingkan oleh Kertanegara, pasukan Kediri berhasil menduduki ibukota Singasari.
Keraton Singasari luluh lantak, istana terbakar, dan banyak bangsawan yang terbunuh. Kertanegara, terluka parah, melakukan perlawanan terakhir. Namun, ia tak berdaya melawan pasukan Kediri yang jauh lebih besar. Kertanegara gugur di medan perang, menandakan berakhirnya era keemasan Singasari.
Tragedi ini tak hanya menandai runtuhnya kerajaan, tetapi juga meninggalkan luka mendalam bagi rakyat Singasari.
Baca Juga: Mengapa Bahasa Indonesia yang Dipilih Menjadi Bahasa Nasional, Bukan Bahasa dari Penjajah Belanda?
Kepergian Kertanegara, raja yang ambisius namun visioner, membawa kekosongan kepemimpinan dan memicu perpecahan internal.
Jayakatwang, yang berhasil menguasai Singasari, tak mampu mempersatukan kerajaan. Pemerintahannya diwarnai pemberontakan dan kekacauan. Singasari yang dulunya disegani sebagai kerajaan besar, kini terfragmentasi dan melemah.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya, menantu Kertanegara yang berhasil melarikan diri dari Singasari.
Berbekal dukungan dari beberapa bangsawan Singasari dan pasukan dari Majapahit, Raden Wijaya membangun kekuatannya.
Pada tahun 1292, Raden Wijaya berhasil mengalahkan Jayakatwang dan mendirikan Kerajaan Majapahit. Singasari, yang telah runtuh dan hancur, terkubur dalam sejarah, meninggalkan kisah tragis tentang ambisi, kutukan, dan perebutan kekuasaan.
Runtuhnya Singasari menjadi pelajaran berharga bagi generasi penerus. Kutukan Mpu Gandring menjadi pengingat bahwa ambisi dan nafsu yang tak terkendali dapat membawa kehancuran.
Tragedi ini juga menunjukkan pentingnya persatuan dan kepemimpinan yang kuat untuk menjaga keutuhan bangsa.
Kerajaan Singasari, meskipun singkat masa kejayaannya, telah meninggalkan warisan budaya dan sejarah yang tak ternilai.
Kisah kejayaan dan keruntuhannya terus diceritakan dan dipelajari, menjadi pengingat bagi manusia untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan membangun masa depan yang lebih baik.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---