Find Us On Social Media :

Awalnya Kebo Bule Yang Selalu Ikut Tombak Kyai Slamet Keliling Keraton Surakarta

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 12 Juli 2024 | 15:28 WIB

Rasanya tidak banyak yang tahu kenapa kebo bule itu diberi nama Kyai Slamet. Ternyata ada kaitannya dengan pusaka tombak Kyai Slamet.

Raja Keraton Solo, Pakubuwana XIII beserta permaisuri dan putra mahkota ikut kirab pusaka malam 1 Suro. Kirab mengambil rute Supit Urang, Jalan Pakubuwana, Gapura Gladag, Jalan Mayor Kusmanto, Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan Yos Sudarso, Jalan Slamet Riyadi dan kembali ke Keraton Solo.

Kerabat Keraton Solo GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng mengatakan, tujuh ekor kebo bule yang dikirab satu di antaranya masih anakan. Kebo bule ini sudah terbiasa dikeluarkan untuk kirab.

Kemudian untuk pusaka yang dikirab ada 12 pusaka. Kirab pusaka diawali dengan prosesi wilujengan.

"Kalau tadi yang saya cek yang disiapkan dari dalam itu ada tujuh dan yang sasana pustoko yang sebetulnya peruntukannya untuk mendampingi Sinuhun untuk kirab itu kita siapkan lima," kata Gusti Moeng di Keraton Solo, Jawa Tengah, Minggu malam.

Dia menambahkan, ada 400 orang sentono dan abdi dalem keraton yang dilibatkan ikut kirab pusaka malam 1 Suro. Para abdi dalem tersebut ada yang bertugas membawa dan mengawal pusaka keraton yang dikirab.

"Kami sudah menyiapkan santono dan abdi dalem itu 400 orang yang di mana setiap pusaka itu (dikawal) ada 20-21 orang. Ini berjalan seperti biasa, rute juga seperti biasa," ungkap dia.

Gusti Moeng menjelaskan, kirab pusaka malam 1 Suro mengandung makna permohonan. "Sebetulnya ini lebih dari permohonan. Karena pusaka-pusaka ini dibikin dengan tujuan yang sangat luar biasa, juga dibikin dengan lahir dan batin oleh empu-empunya di situ tercurah doa-doa untuk apa yang dibutuhkan waktu itu pastinya yang memerintahkan adalah raja," terang dia.

---

Soal nama, Kyai Slamet sendiri sebenarnya merupakan nama dari salah satu pusaka berbentuk tombak milik Keraton Kasunanan yang sering dibawa berkeliling tembok Baluwarti setiap Selasa dan Jumat Kliwon oleh Pakubuwono X.

Saat itulah si kebo bule selalu mengikuti di belakang. Karena Kebo Bule selalu membersamai saat tradisi ini dilakukan maka kebo ini kemudian identik dengan sebutan Kebo Bule Kyai Slamet karena ikut berjalan beriringan di belakang tombak Kyai Slamet.

Kebo Bule ini merupakan pemberian dari Bupati Ponorogo, Kyai Hasan Besari Tegalsari. Hadiah itu diberikan Bupati Ponorogo setelah Pakubuwono II berhasil merebut kembali Keraton Kartasura dari tangan pemberontak Pecinan yang kemudian dilanjutkan dengan hijrahnya kerajaan dari Kartasura ke Desa Sala pada 20 Februari 1745.

Pemberian kerbau ini dimaksudkan sebagai pengawal dari tombak Kyai Slamet tadi.

Yang menarik dari kisah ini ternyata dipilihnya Desa Sala sebagai lokasi kerajaan yang baru karena ada peran sang kebo bule. Ketika proses pindah kerajaan, kerbau ini dilepas dan dibiarkan berjalan sendiri hingga akhirnya berhenti di tempat yang kini menjadi lokasi Keraton Kasunanan berdiri.

Lebih lanjut, kerbau kesayangan Pakubuwono II yang diberikan sebagai hadiah tentu memiliki makna tersendiri yaitu sebagai lambang rakyat kecil utamanya kaum petani dan simbol penolak bala karena kerbau dipercaya memiliki kepekaan dalam mengusir roh jahat dan atau mampu menghilangkan niatan buruk.

Selain itu, meski kerbau identik dengan hewan bodoh justru inilah yang dijadikan sebagai pengingat bahwa sebagai manusia yang berakal budi haruslah menjadi manusia yang pintar dan jangan sampai bertindak serta berpikir bodoh selayaknya kerbau.