Find Us On Social Media :

Di Zaman Porkas, Gunung Kemukus Jadi Rujukan Orang Gampang Dapat Fulus, Ada Ritual Intimnya

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 5 Juli 2024 | 14:20 WIB

Di zaman Porkas, beberapa tempat wingit jadi ramai dikunjungi untuk ngalap berkah dan minta nomor, tak terkecuali Gunung Kemukus di Jawa Tengah.

Pernah mendengar Pekan Olahraga dan Ketangkasan alias Porkas. Ini adalah semacam jenis undian berhadiah dan praktik perjudian dalam bidang olahraga, terutama sepakbola. Judi legal ini membuat beberapa tempat wingit jadi ramai dikunjungi, tak terkecuali Gunung Kemukus di Jawa Tengah.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Terkait bagaimana Kemukus menjadi tujuan orang-orang yang ngalap berkah, Intisari pernah menulisnya dengan detail. Tentu lengkap dengan cerita para pengunjungnya perihal pengalaman mereka itu.

Intisari menulis tentang Kemukus pada edisi Februari 1989 dengan judul “Tersandung Sarung di Kemukus”. Begini cerita lengkapnya.

Sarung-sarung memang memang berserakan di mana-mana. Para pemiliknya datang dengan tujuan ngalap berkah. Cerita tentang tempat peziarahan itu memang macam-macam. Muljawan Karim dan Heru Kustara sengaja pergi ke sana untuk menyaksikan sendiri kebenaran cerita-cerita itu, sebelum Kemukus menjadi pulau setelah Waduk Kedung Ombo mulai diairi tanggal 14 Januari 1989.

Jalan menanjak berundak-undak sepanjang 500-an meter itu padat dipenuhi orang. Pria-wanita, tua-muda, seperti berpacu mendaki Gunung Kemukus yang sebenarnya cuma sebuah bukit.

Napas sedikit terengah, tapi wajah-wajah mereka tampak cerah. Boleh jadi karena sapaan hangat dan bersahabat gapura bertuliskan, "SELAMAT DATANG DI OBYEK PARIWISATA GUNUNG KEMUKUS", di mulut jalan, ± 1 km sebelum kaki bukit.

Sambutan para wanita muda berdandan menor yang nongkrong di depan warung-warung di kiri-kanan jalan pun tak kalah ramah. Mereka menyapa genit sembari membujuk manja setiap pejalan kaki untuk mampir.

"Ini 'kan malam Jumat Pon," seorang peziarah memberi komentar keramaian yang terus meningkat. Malam Jumat Pon memang diyakini oleh yang percaya sebagai malam yang paling pas untuk ngalap berkah di kompleks makam Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah.

Tak aneh kalau malam itu lebih dan 3.000 orang tumpah ruah di sana. Mulai dari yang berharap mendapat wisik atau ilham nomor Porkas sampai pedagang pailit yang ingin usahanya maju lagi.Mereka datang dari mana-mana: Solo, Semarang, Pati, Kudus, Jepara, Pekalongan, sampai Bandung, Ciamis, Cianjur dan Karawang di Jawa Barat.

Oedipus Jawa

Sekilas, Kemukus tak banyak beda dengan tempat-tempat peziarahan lain yang bertebaran di Jawa. Seperti di Gunung Jati, Gunung Muria atau Gunung Kawi, aktivitas peziarahan di sana juga terpusat pada makam orang yang dianggap punya daya linuwih atau yang sakti mandraguna. Di Kemukus, yang jadi pujaan adalah tokoh Pangeran Samudra, yang terbaring tenang di makamnya, nun di puncak Bukit Kemukus.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi peziarah agar permohonan mereka terkabul juga mirip dengan di tempat-tempat lain. Setelah mandi di Sendang Ontrowulan, mata air yang terletak beberapa ratus meter sebelah timur makam, dan nyekar di makam Pangeran Samudra, peziarah harus nyepi sepanjang malam di sekitar makam.

Namun, acara nyepi di Kemukus bukan sembarang nyepi, tapi harus disertai dengan melakukan hubungan seks dengan lawan jenis yang bukan istri atau suami sendiri. Nah, ini yang membuat gaya ngalap berkah di Kemukus lain dan yang lain. Boleh dibayangkan bagaimana ratusan pasang peziarah, di tengah alam terbuka, beramai-ramai melakukan hubungan intim secara massal dan kolosal.

Sungguh suatu pemandangan yang langka tapi nyata.

Memang, malam itu nyaris tak ada lagi tempat yang bisa dipakai melangkahkan kaki dengan leluasa. Seolah tiap jengkal tanah di bawah pepohonan di sekitar lereng Bukit Kemukus ditutup habis oleh tubuh ratusan pasang pria-wanita yang tidur bergulung dalam satu sarung.Kalau tak hati-hati melangkah, kaki bisa tersandung sarung yang berisi pasangan yang sedang asyik masyuk.

Tingkah laku peziarahan yang ajaib ini bersumber pada mitos tentang Pangeran Samudra yang mirip dengan cerita Oedipus dari zaman Yunani Purba atau Sangkurian di Jawa Barat.Juga hampir sama dengan mitos Jawa lainnya, yakni tentang Ratu Watu Gunung, tokoh yang mengawini ibunya dan punya anak sampai tiga puluh orang.

Sahibul hikayat, Pangeran Samudra adalah pangeran dari Kerajaan Demak yang jatuh cinta pada ibunya sendiri, R.A. Ontrowulan. Polahnya ini mengakibatkan ia diusir ayahandanya.

Pangeran Samudra lalu mengembara, dan akhirnya meninggal di Gunung Kemukus dalam keadaan merana. Ibunya yang kemudian menyusul, juga wafat di sana. Sebagai lambang cinta kasih mereka, keduanya lalu dimakamkan dalam satu liang lahat.

Ini cuma salah satu versi saja dari kisah cinta Pangeran Samudra. Masih ada versi-versi lain, yang lebih seru, lebih dramatis. Misalnya saja yang menyebut bahwa setelah saling bertemu kembali, Pangeran Samudra dan ibunya tak kuasa menahan rindu dendam, sampai mereka melakukan hubungan intim bak suami-istri.

Sialnya, mereka terburu dipergoki, dan langsung dibunuh. Sebelum mengembuskan napas terakhir, sang pangeran sempat berpesan, siapa yang bisa melanjutkan hubungan intim mereka, segala pennintaannya bakal terkabul.

Entah versi mana yang benar dan cocok dengan kenyataan. Yang jelas, versi terakhirlah yang paling sering digembar-gemborkan di Kemukus. Maklum, kecuali lebih asyik didengar, versi ini juga memberi pengesahan dilakukannya hubungan seks bebas antarpeziarah.

Tujuh kali

Kamis siang itu Partini, seorang peziarah lain yang sempat ditemui, duduk di bangku sebuah waning. Ia yang berdandan rapi tampak tenang. Hanya matanya saja yang diam-diam memperhatikan orang yang lalu lalang. Siapa tahu ada laki-laki asal Pemalang yang tengah dinantinya. Ini kali kelima Partini membuat janji dengan laki-laki yang bukan suaminya itu untuk memadu cinta di Kemukus.

Namun, sampai menjelang tengah hari sang gacoan belum juga kelihatan batang hidungnya. Wanita setengah baya yang sederhana ini pun jadi gelisah. Jangan-jangan ia ingkar janji. Kalau benar, sia-sia saja usahanya jauh-jauh datang dari Tegal, menghabiskan ongkos sekian belas ribu rupiah, meninggalkan suami dan warung nasinya.

Mengingat kegiatan persetubuhan merupakan bagian penting dalam ritus peziarahan, tak aneh kalau orang macam Partini jadi gundah. "Kalau dia sampai tak datang, sayang sekali. Kami hanya perlu kencan dua kali lagi," katanya dalam nada putus asa.

Berkah Pangeran Samudra tak bakal didapat hanya dengan sekali berziarah saja. Paling tidak ziarah harus dilakukan tujuh kali berturut-turut, setiap malam Jumat Pon — atau boleh juga malam Jumat Kliwon. Artinya, sebanyak itu pula seorang peziarah harus bercinta dengan pasangannya di kegelapan Gunung Kemukus.

Harus berani malu

Hubungan intim wajib dilakukan di tengah alam terbuka, tanpa rasa malu dilihat orang. Ini dimaksudkan untuk menguji kesungguhan peziarah. Kecuali yang tekadnya sudah benar-benar bulat, siapa yang mau berbuat mesum di tengah keramaian semacam itu. Konon, semakin berani malu sebuah pasangan bercinta di muka umum, semakin besar pula berkah yang bakal mereka terima.

Meski seks barang yang nikmat, bagi peziarah sejati macam Partini, ini bukan syarat yang enteng. Hubungan harus selalu dilakukan dengan pasangan yang sama. Kalau sudah sekali bertemu, sepasang peziarah biasanya berjanji untuk bertemu lagi pada malam Jumat Pon bulan-bulan berikutnya. Sampai lengkap tujuh kali.

Sialnya, tak semua pasangan selalu setia menepati janjinya. Sering terjadi, bam dua-tiga kali kencan, pasangan lalu tak nongol-nongol lagi. Entah karena memang dasarnya cuma iseng atau karena sebab-sebab lain.

Kalau ini terjadi, seorang peziarah terpaksa harus mencari pasangan baru, yang diharap bisa sungguh-sungguh diajak bekerja sama sampai tuntas nglakoni kumpul yang tujuh kali itu. Kalau gagal, ya cari pasangan baru lagi.

Meski, konon, berganti-ganti pasangan akan mengurangi berkah, tak jarang ada yang harus sampai tiga-empat kali ganti gacoan dan terpaksa bertahun-tahun bolak-balik ke Kemukus sebagai syarat yang digariskan Pangeran Samudra itu bisa terpenuhi.

"Saya sudah dua tahun berziarah ke sini, tapi belum bisa melengkapi syarat yang satu itu," ujar Kinasih, ibu gemuk dari Majalengka. "Saya sudah tidur dengan tiga laki-laki, tapi semuanya putus di tengah jalan," tambah pemilik warung bakso ini, sambil, tanpa malu-malu, panjang lebar menceritakan petualangan cintanya di Kemukus.

Hati-hati plat kuning

"Piyambak mawon, Mas?" atau "Piyambak mawon, Mbak?" adalah kata-kata kunci pembuka perkenalan di antara peziarah Gunung Kemukus. Kalau yang ditanya kebetulan memang piyambak mawon alias sendiri saja, maka artinya perkenalan boleh dilanjutkan dengan bercakap-cakap santai di bawah pepohonan.

Kalau keduanya–laki dan dan perempuan, tentunya–juga ternyata punya niat yang sama, ngalap berkah Pangeran Samudra, bisa saja malamnya mereka tidur bersama.

Namun, mencari "jodoh" di Kemukus tak semudah yang disangka Selain dibutuhkan keberanian mengawali perkenalan, peziarah juga harus jeli dalam memilih pasangan. Maklum, selain kaum peziarah sejati, Kemukus juga dipenuhi laki-laki iseng dan para WTS.

Pelacur yang banyak berkeliaran di seputar makam selalu berusaha mengecoh peziarah. Dengan gaya lugu mereka selalu mengaku pada siapa saja bahwa mereka juga peziarah dari jauh dan baru pertama kali datang ke Kemukus. Peziarah baru yang belum kenal medan Kemukus banyak yang tertipu.

Maksud hati mencari teman ngalap berkah, tahunya malah jatuh ke pelukan kupu-kupu malam atau laki-laki hidung belang yang cuma mau ngalap berahi.

"Kalau sudah dua-tiga kali ke sini, baru kita tahu mana peziarah asli, mana wanita plat kuning yang memang mangkal di Kemukus,” kata Suhaindi, peziarah yang mengaku rajin ke Kemukus setelah usaha dagangnya hancur gara-gara diguna-gunai orang.

Umumnya, peziarah menghindari hubungan dengan wanita sewaan. Bukan hanya karena ini berarti harus dikeluarkannya biaya ekstra, tapi juga karena dengan wanita begituan kelanggengan hubungan sulit dipertahankan.

"Bisa saja malam ini dia tidur dengan kita, tapi bulan depan main dengan orang lain," cerita seorang peziarah. "Maklum, namanya juga wanita bayaran."

Namun, "fatwa" para juru kunci makam rupanya kurang jelas mengatur soal teman kencan ini. Soal hubungan dengan wanita plat kuning tak pernah disebut bagaimana hukumnya. Karenanya, tidak aneh kalau ada sementara peziarah mencari jalan yang gampang saja. Pokoknya, asal tetap mematuhi prinsip tak berganti-ganti pasangan selama tujuh kali berturut-turut.

Dari mulut ke mulut

Para peziarah rupanya yakin benar bahwa Gunung Kemukus membawa tuah. Mereka umumnya merasa usaha datang jauh-jauh ke sana tak cuma-aima. Kalaupun tidak, pasti bukan Pangeran Samudra yang salah, tapi karena si peziarah dianggap kurang tekun atau kurang sabar.

"Kalau tidak ada hasilnya, mana mungkin begini banyak orang yang datang," jelas Partini sambil menunjuk barisan panjang orang yang antre di muka bilik juru kunci Sendang Ontrowulan yang akan menyampaikan permohonan mereka pada Pangeran Samudra.

Seperti banyak yang lain, Partini tahu tentang Gunung Kemukus, komplet dengan kisah Pangeran Samudra-nya, dari teman-teman sedesanya. Hatinya tergerak untuk mengunjungi sendiri setelah melihat keberhasilan mereka yang pernah ngalap berkah di tempat peziarahan itu.

Mereka yang datang ke Kemukus hampir semua orang-orang kecil, entah itu pedagang, petani gurem atau buruh. Pangeran Samudra rupanya mampu memberi ketenangan lahir-batin pada orang-orang yang selalu hidup dihimpit bermacam kesusahan ini.

Sesekali memang ada juga orang-orang terkenal yang ingin menjajal kesaktian Pangeran Samudra dan ikut-ikutan berziarah ke Kemukus. Konon, seorang bintang layar putih kita yang biasa main dalam film-film bertema horor atau perdukunan juga pernah ke sana. Apa dia juga sempat nglakoni syarat-syarat yang diminta Pangeran Samudra, entahlah.

Begitulah cerita tentang Gunung Kemukus yang pernah begitu ramai, salah satunya dipakai orang untuk mendapatkan nomor PORKAS.