Find Us On Social Media :

Begini Kondisi Jakarta Di Awal Abad 20, Dari Pecinan Hingga Soal Makan

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 14 Juni 2024 | 15:39 WIB

Begini kondisi Jakarta di awal abad 20 menurut kaca mata seorang pelancor asal Eropa bernama Augusta de Wit.

Naga di celana

Siang hari cahaya matahari sangat terik. Penjual air yang berkain dan bertelanjang dada lewat memikul kaleng-kaleng air. Bahunya yang coklat berkilat-kilat. Ada juga yang memanggul pikulan bunga, buah, cita, dan batu akik. Kepala mereka dilindungi dengan topi jerami yang lebar dan berbentuk jamur.

Lewat pula orang-orang Arab yang berwajah serius dan orang-orang Cina yang mengobrol sambil tangan mereka tidak henti-hentinya digerakkan.

Orang-orang Eropa sebaliknya tidak kelihatan, kecuali yang lewat dengan bermacam-macam kereta. Rupanya, mereka tidak tahan akan teriknya matahari.

Orang-orang Eropa sesama penghuni hotel saat itu berada di beranda-beranda yang teduh, bermalas-malasan sambil minum limun dingin dilayani pelayan-pelayan pribumi. Sebagai pendatang baru, saya terkejut melihat pakaian mereka.

Kaum wanitanya mengenakan pakaian yang tampaknya seperti pakaian penduduk asli, yaitu sarung dan kebaya!

Kebaya itu semacam baju dari kain tipis putih yang dihiasi banyak bordiran. Di bagian depannya disemat dengan peniti-peniti hiasan yang diuntai dengan rantai emas. Sarung adalah sepotong kain warna-warni yang dilipat di bagian depan dan diikat di pinggang dengan ikat pinggang sutera.

Mereka tidak memakai kaus kaki, cuma memakai sandal berhak tinggi. Rambutnya meniru gaya penduduk asli, yaitu ditarik ke belakang dan disanggul di belakang kepala. Menurut saya kurang pantas walaupun orisinal.

Lebih mencengangkan lagi ialah pakaian kaum prianya. Di saat santai mereka memakai baju tidak berkerah. Celananya dari kain sarung yang tipis, dihiasi bunga-bunga merah dan biru, ada yang kupu-kupu dan naga!

Mulut kebakaran

Tapi yang paling di luar dugaan adalah yang disebut rijstafel. Nasi dengan lauk-pauknya itu bukan disajikan di kamar makan biasa, tapi di beranda belakang.

Beranda belakang bentuknya memanjang. Atapnya tinggi disangga tiang-tiang putih. Beranda itu menghadap ke kebun yang ditumbuhi tanaman bunga dan pepohonan.