Dalam skenario letusan besar, fenomena abu statis ini bisa mencapai lapisan atas atmosfer dan menyebabkan gangguan cuaca global. Dengan Indeks Ledakan Vulkanik yang mencapai tujuh dari skala delapan,.
Jadi tidak mengherankan jika letusan Tambora berkontribusi pada "tahun tanpa musim panas" dan perubahan cuaca yang mungkin mempengaruhi hasil Pertempuran Waterloo.
Meski data cuaca dari tahun 1815 tidak cukup untuk membuktikan secara spesifik hubungan antara letusan Tambora dan cuaca di Eropa, Dr. Genge menekankan bahwa Eropa mengalami cuaca basah yang tidak biasa setelah letusan tersebut.
Ia berpendapat bahwa fenomena ini bisa dijelaskan oleh pengaruh abu vulkanik terhadap pembentukan awan. Dr. Genge juga menunjuk Pertempuran Waterloo sebagai contoh yang mendukung teorinya, dengan menyatakan bahwa cuaca buruk di Eropa telah diakui oleh para sejarawan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan Napoleon.
Ironisnya, sebuah gunung berapi yang letaknya di belahan dunia lain justru diduga telah menentukan nasib seorang kaisar.
Menurut Dr. Genge secara khusus menyebutkan Pertempuran Waterloo sebagai titik acuan untuk membuktikan teorinya.
"Cuaca basah di Eropa, lebih jauh lagi, telah dicatat oleh para sejarawan sebagai faktor penyebab kekalahan Napoleon Bonaparte pada Pertempuran Waterloo," katanya.
"Siapa yang menyangka bahwa gunung berapi di belahan dunia lain mungkin menjadi penyebab kekalahan Napoleon," jelasnya.
*
Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News