Penulis
Intisari-Online.com - Pada masa pemerintahan Amangkurat I terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Trunojoyo.
Pemberontakan ini bahkan membuat sang raja melarikan diri ke Tegal dan keraton Plered rusak parah.
Mengutip Kompas.com, Pemberontakan Trunojoyo merupakan perlawanan yang dipimpin Pangeran Trunojoyo atau Panembahan Maduratna dari Madura.
Pemberontakan ini terjadi pada periode 1646-1677 tepatnya saat Kerajaan Mataram Islam kemudian dipimpin oleh Amangkurat I.
Pemberontakan Trunojoyo berdampak cukup besar pada pemerintahan Kerajaan Mataram Islam yang dipimpin oleh Amangkurat I.
Bahkan VOC juga turut campur untuk membantu Kerajaan Mataram Islam meredam pasukan Trunojoyo.
Pemberontakan Trunojoyo dipicu oleh sikap Amangkurat I yang dikenal sebagai penguasa yang kejam dan sewenang-wenang.
Amangkurat I yang memerintah Kerajaan Mataram Islam sepeninggal Sultan Agung, juga dinilai gagal memertahankan kejayaan yang telah diraih ayahnya.
Sikap Amangkurat I dalam memimpin menyebabkan munculnya ketidakpuasan pada kerabat istana dan para ulama yang berujung pada penangkapan.
Ketika itu banyak ulama dan santri dari wilayah kekuasaan Mataram dihukum mati.
Salah satu korban pembunuhan Amangkurat I adalah Pangeran Pekik, ayah mertuanya sendiri dan mantan adipati Surabaya yang ditaklukkan oleh Sultan Agung.
Pembantaian ini menimbulkan kemarahan dan kebencian di kalangan bangsawan Jawa Timur, termasuk Trunojoyo yang merupakan keturunan penguasa Madura.
Tak hanya itu Pemberontakan Trunojoyo juga dipengaruhi oleh keterlibatan VOC dalam urusan politik di Jawa.
Setelah Amangkurat I naik tahta memerintah Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1646 menggantikan Sultan Agung, terjadi ketidakpuasan terhadap pemerintahannya.
Trunojoyo yang merupakan keturunan penguasa Madura tidak senang dengan kebijakan Amangkurat I yang mencampuri urusan internal Madura.
Pada 1674, Cakraningrat II diculik oleh pasukan Mataram dan dibuang ke Kediri, yang memicu reaksi keras dari Trunojoyo.
Sejak itu, Trunojoyo mulai memimpin pemberontakan melawan Mataram, khususnya kebijakan Amangkurat I.
Hingga pada tahun 1674, Trunojoyo yang berhasil merebut kekuasaan Madura dan memproklamirkan diri sebagai raja merdeka di Madura Barat.
Laskar Madura yang dipimpin oleh Trunojoyo juga menjalin kerja sama dengan Karaeng Galesong, pemimpin kelompok pelarian asal Makassar.
Karaeng Galesong adalah pendukung Sultan Hasanuddin yang telah dikalahkan VOC.
Kelompok Karaeng Galesong yang berpusat di Demung, Panarukan tersebut setuju untuk mendukung Trunojoyo memerangi Amangkurat I yang bekerja sama dengan VOC.
Di bawah pimpinan Trunojoyo, pasukan gabungan orang-orang Madura, Makassar, dan Surabaya berhasil mendesak pasukan Amangkurat I.
Pada 1676, pasukan Trunojoyo mengalahkan pasukan Mataram di Gegodog, dekat Tuban.
Kemenangan ini membuka jalan bagi Trunojoyo dan pasukannya untuk menyerang dan merebut Surabaya, kota pelabuhan terbesar di Jawa Timur.
Pasukan Trunojoyo juga membakar sejumlah kota pantai lainnya seperti Gresik, Jepara, dan Cirebon.
Pada akhirnya, Amangkurat I terpaksa melarikan diri dari keraton Plered menuju ke timur, tetapi meninggal di Tegalwangi pada tahun 1677.
Kematian Amangkurat I pada tahun 1677 dinilai menjadi akhir dari Pemberontakan Trunojoyo.
Walau begitu, saat posisi pemerintahan diisi oleh Amangkurat II naik tahta sebagai raja Mataram untuk menggantikan ayahnya, Trunojoyo masih gencar melakukan perlawanan.
Di sisi lain, setelah kemenangannya di Plered, Pangeran Adipati Anom dan Trunojoyo yang sebelumnya bersekutu justru terlibat konflik.
Trunojoyo tidak memenuhi kesepakatan sebelumnya untuk menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Adipati Anom, yang naik tahta dengan gelar Amangkurat II.
Tapi sebagai penerus ternyata Amangkurat II tidak memiliki kekuatan militer yang cukup untuk menghadapi pasukan Trunojoyo.
Akibatnya, Pangeran Adipati Anom memilih untuk beralih ke pihak ayahnya dan meminta bantuan VOC yang saat itu sedang berperang melawan Makassar untuk memadamkan perang Trunojoyo.
VOC bersedia membantu Amangkurat II meredam perlawanan Trunojoyo dengan syarat ia harus membayar biaya perang dan menyerahkan beberapa wilayah pesisir kepada VOC sebagai jaminan.
Pada 1677, VOC mengirimkan pasukan di bawah komando Cornelis Speelman untuk membantu Amangkurat II melawan Trunojoyo.
Pasukan VOC juga didukung oleh Arung Palakka, pemimpin Bugis yang telah berdamai dengan VOC setelah kekalahan Makassar.
Pasukan gabungan VOC-Mataram-Bugis berhasil mengalahkan pasukan Trunojoyo di sejumlah pertempuran, seperti di Kertosono (1678), Kediri (1678), dan Madiun (1679).
Karena dihantam kekalahan demi kekalahan membuat Trunojoyo sendiri terus melarikan diri ke arah selatan.
Pada akhirnya Raden Trunojoyo tertangkap oleh pasukan VOC di daerah Ngantang pada Desember 1679.
Trunojoyo kemudian dibawa ke Batavia sebagai tawanan VOC, tetapi dibunuh oleh Amangkurat II saat kunjungan raja pada 1680.
Ada beberapa dampak yang diakibatkan dari Pemberontakan Trunojoyo:
1. Terjadi perubahan politik dan sosial di Jawa termasuk mengakhiri masa kejayaan Mataram sebagai kerajaan terbesar di Jawa.
2. Kekuasaan Mataram menjadi semakin lemah dan tergantung pada VOC.
3. Wilayah pantai utara Jawa menjadi milik VOC, sementara wilayah pedalaman Jawa menjadi terisolasi dan miskin yang menimbulkan kesenjangan yang semakin melebar antara pesisir dan pedalaman Jawa.
4. Munculnya kerajaan-kerajaan baru di Jawa Timur, seperti Madura, Surabaya, Gresik, dan Pasuruan, yang berusaha melepaskan diri dari pengaruh Mataram.
Begitulah, padamasa pemerintahan Amangkurat I terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Trunojoyo, semoga bermanfaat.
Dapatkan artikel terupdate Intisari-Online.com di Google News