Intisari-Online.com -Kisah asmara Amangkurat I dan Raden Mas Malang atau Ratu Malang berakhir begitu tragis.
Karena wanita ini, Amangkurat I tega sekap 42 selirnya lalu membantai mereka semua.
Amangkurat I naik takhta pada 1647 menggantikan sang ayah, Sultan Agung.
Saat berkuasa, dia didampingi permaisuri Ratu Kulon, yang merupakan putri Pangeran Pekik dari Surabaya.
Dari Ratu Kulon lahir Raden Mas Rohmat yang sejak kecil memang tinggal di Surabaya bersama sang kakek.
Sayang, Ratu Kulon tak berusia panjang.
Amangkurat I pun mencari selir baru, bahkan disebut punya sampai 40an selir.
Tapi hanya satu selir kesayangannya, Ratu Mas Malang atau Ratu Malang, yang awalnya adalah istri seorang dalang.
Tapi sayang juga, Ratu Malang meninggal dunia.
Amangkurat I pun mencurigai ke-40 selirnya bersekongkol untuk membunuhnya.
Mereka lalu disekap dan membantai mereka semua.
Beberapa sumber menggambarkan bagaimana sedihnya Amangkurat I saat selir kinasihnya Ratu Mas Malang meninggal dunia.
Penerus Sultan Agung itu disebut bertahun-tahun tidak bisa menerima kematian wanita yang awalnya adalah seorang pesinden itu.
Hingga datangkan peristiwa mistis yang membuat Sang Sunan merelakan Ratu Mas Malang.
Menurut cerita Babad Tanah Jawi, suatu ketika Amangkurat I memerintahkan bawahannya mencari wanita yang kelak akan dijadikan selir baru.
Amangkuta I kemudian bertemu Dalang Wayah, yang ternyata mempunyai seorang putri yang sangat cantik.
Tapi sayang, sang putri sudah bersuami, juga seorang dalang, namanya Dalang Panjang Mas.
Nama putri Dalang Wayah adalah Ratu Mas Malang, ketika itu sedang hamil dua bulan.
Tapi Amangkurat I sudah kadung terpikat dengan kecantikan Ratu Malang, dia memerintahkan pasukannya membawa paksa Ratu Malang ke keraton.
Singkat cerita, Ratu Mas Malang ditetapkan sebagai selir kinasih Amangkurat I dengan gelar Ratu Wetan.
Di istana, Ratu Malang melahirkan putra hasil hubungannya dengan Dalang Panjang, diberi nama Pangeran Natabrata atau Raden Resika.
Ada yang menyebut bahwa diam-diam Amangkurat I memerintahkan pasukannya membunuh Dalang Panjang.
Sementara versi lain menyebut bahwa suatu hari Amangkurat I mengundang rombongan Dalang Panjang pentas di keraton.
Di pertengahan acara, Dalang Panjang dan rombongan dibunuh, menyisakan Ratu Mas Malang serorang.
Mau tidak mau, Ratu Malang menerima tawaran jadi selir Amangkurat I.
Tak lama kemudian, Ratu Malang meninggal dunia, diduga karena penyakit muntaber, diduga juga ada kerabat keraton yang meracuninya.
Amangkurat I sendiri percaya, ada yang tidak beres dengan kematian selir kinasihnya tersebut.
Sembari memerintahkan pasukannya membangun makam khusus untuk Ratu Malang, Amangkurat I juga ingin para abdi dan selir keraton yang dicurigainya dibunuh satu per satu.
Caranya diikat dan dikurung dalam suatu rumah, tidak diberi makan selama berhari-hari, hingga tewas kelaparan.
Menurut catatan HJ de Graaf, ada kekhawatiran dari pihak keraton jika nantinya raja mengalihkan status Putra Mahkota kepada anak tirinya, Pangeran Natabrata.
Masih menurut de Graaf, sempat terjadi dua kali percobaan pembunuhan terhadap putra mahkota dengan racun, diduga pelakunya adalah raja sendiri.
Menurut sejarawan UGM Sri Margana, bertahun-tahun Amangkurat I tidak bisa menerima kematian Ratu Mas Malang.
Bahkan ada cerita yang menyebut dia sendiri yang membawa jasad selirnya itu ke Gunung Sentana atau Gunung Kelir, tapi tidak untuk dikuburkan.
Melainkan, membaringkannya dan merawatnya agar tidak membusuk, bahkan sesekali masih berkasih-kasih dengan jasad itu.
Amangkurat I juga membawa serta putra tirinya, Pangeran Natabrata, menemaninya di pemakaman dan enggan balik ke keraton.
Seorang Belanda membuat catatan khusus tentang perasaan Amangkurat I setelah ditinggal Ratu Mas Malang.
"Ketika wanita itu meninggal, sunan menjadi sedemikian sedihnya, sehingga dia mengabaikan masalah kerajaan. Setelah pemakamannya, diam-diam dia kembali ke makam tanpa diketahui seorang pun. Begitu kasihnya kepada wanita itu, sehingga dia tidak dapat menahan diri dan turut membaringkan dirinya di dalam kuburan."
Hingga suatu malam, Amangkurat I bermimpi melihat selir kesayangannya itu sudah menyatu dengan suaminya, Dalang Panjang.
Saat terbangun, Amangkurat I sadar bahwa perbuatannya selama ini tidak bisa dibenarkah.
Dia pun menerima kematian Ratu Mas Malang.
Amangkurat I lalu memerintahkan prajuritnya menguburkan jasad Mas Malang di Makam Gunung Kelir.
Kematian Mas Malang menjadi pukulan berat bagi Amangkurat I.
Menurut laporan pejabat Belanda, dia tidak dapat menjalankan pemerintahan dengan baik hingga 4–5 tahun sesudahnya, bahkan dia tidak hadir menyambut utusan pejabat tinggi negeri Belanda ketika berkunjung ke Mataram.
Tugas-tugasnya sementara digantikan oleh para menteri kerajaan.