Penulis
Intisari-Online.com - Sisingamangaraja XII, Raja Batak yang gagah berani, terkenal dengan perlawanannya yang gigih terhadap Belanda.
Di balik semangatnya, terdapat kekhawatiran yang mendalam.
Namun tahukah Anda, salah satu faktor perlawanan Sisingamangaraja XII melawan Belanda adalah adanya kekhawatiran mengenai apa?
Untuk mengetahuinya, mari simak artikel berikut ini.
Perlawanan Sisingamangaradja XII Terhadap Belanda
Pada bulan Februari 1878, Sisingamangaradja XII mengadakan sebuah upacara keagamaan dengan tujuan menggalang dukungan dari orang Batak untuk perang perlawanan melawan penjajahan Belanda.
Melansir Kompas.com, peristiwa ini menjadi salah satu momen penting dalam sejarah perjuangan suku Batak di Sumatera Utara.
Pasukan Sisingamangaradja XII melakukan serangan terhadap pos-pos militer Belanda di beberapa wilayah, termasuk Bakal Batu dan Tarutung.
Sayangnya, pasukan Batak mengalami kekalahan dalam pertempuran tersebut.
Namun, semangat perlawanan tidak padam. Pada tahun 1883-1884, Sisingamangaradja XII kembali melancarkan serangan baru dengan bantuan dari Aceh.
Mereka menyerang pasukan Belanda di Uluan dan Balige pada bulan Mei 1883, serta di Tangga Batu pada tahun 1884.
Belanda, sebagai penjajah, tidak tinggal diam. Mereka melakukan tindakan represif terhadap orang Batak yang diduga menjadi pengikut Sisingamangaradja XII.
Orang-orang Batak disiksa dan bahkan dibunuh. Selain itu, rumah-rumah mereka dibakar dan pajak hukuman dikenakan.
Pada tahun 1904, pasukan Belanda di bawah pimpinan Letnan Kolonel Gotfried Coenraad Ernst van Daalen menyerang wilayah Tanah Gayo dan sekitar Danau Toba.
Tujuannya adalah untuk mematahkan perlawanan Batak.
Namun, pasukan Sisingamangaradja XII tidak menyerah begitu saja. Mereka melakukan perang gerilya dan berhasil menghindari pasukan Belanda.
Sebelum Belanda melancarkan serangan lagi pada tahun 1907 terhadap sisa pasukan Sisingamangaradja XII di wilayah Toba, mereka memperkuat pasukan dan senjata mereka.
Pertempuran berikutnya antara Belanda dan pasukan Sisingamangaradja XII terjadi di Pak-pak, dan pasukan Belanda dipimpin oleh Kapten Hans Christoffel.
Perjuangan ini mencerminkan semangat ketahanan dan keberanian suku Batak dalam menghadapi penjajahan Belanda.
Faktor Perlawanan Sisingamangaraja XII
Sebagai masyarakat yang hidup dalam alam tradisional, keinginan untuk mempertahankan tradisi-tradisi yang berlaku di lingkungan mereka sangat kuat.
Namun, sebaliknya, mereka juga cenderung menolak pengaruh dari luar yang dianggap mengganggu tradisi tersebut.
Baca Juga: Tujuan Pemerintah Kolonial Belanda Melaksanakan Sistem Tanam Paksa adalah 3 Hal Ini
Hal ini terjadi ketika Sisingamangaraja XII menyadari bahwa kekuasaan Belanda semakin meluas, bahkan hingga ke tanah Batak.
Pemimpin Perang Batak (1878-1907) ini mulai melakukan serangan terhadap pos-pos militer Belanda.
Tuntutan perang Batak sangat jelas: mengusir tentara Belanda dari tanah Batak dan menolak kehadiran para misionaris yang menyebarkan agama Kristen.
Sisingamangaraja XII memiliki alasan kuat untuk menentang Kristenisasi yang dilakukan oleh Belanda.
Dia khawatir bahwa perkembangan agama Kristen akan menghilangkan tatanan tradisional masyarakat Batak, terutama dalam hal kepercayaan dan bentuk kesatuan negeri yang telah ada sejak zaman dulu.
Selain itu, Sisingamangaraja XII percaya bahwa Kristenisasi adalah alat yang digunakan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk menganeksasi wilayahnya.
Pada tahun 1850-an, para misionaris Belanda berhasil memperoleh kepercayaan sebagian masyarakat Batak.
Ludwig Ingwer Nommensen, salah satu misionaris terkemuka saat itu, dianggap sebagai tokoh suci oleh kalangan orang Batak Protestan.
Namun, Sisingamangaraja XII menolak kehadiran para misionaris di tanah Batak, terutama di dataran tinggi Toba.
Penolakannya didasarkan pada laporan resmi dari lembaga penginjilan Jerman Rheinische Missions-Gessellschaft (RMG) yang beroperasi di Sumatera.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa para misionaris pernah mendukung aneksasi tanah Batak.
Baca Juga: Penjelasan Pengaruh Serangan Umum 1 Maret 1949 Bagi Indonesia Belanda dan Dunia Internasional
Bagi pemerintah kolonial, Kristenisasi memiliki fungsi strategis.
Dengan mengubah agama menjadi Kristen, orang Batak diharapkan tidak akan menimbulkan masalah bagi Belanda.
Semangat perlawanan Sisingamangaraja XII mencerminkan ketahanan dan keberanian suku Batak dalam menghadapi penjajahan.
Penutup
Perlawanan Sisingamangaraja XII menjadi pengingat bahwa kolonialisme tidak pernah diterima. Kekhawatirannya tentang masa depan Tanah Batak menjadi inspirasi untuk terus memperjuangkan kemerdekaan.
Kisah Sisingamangaraja XII adalah bukti bahwa semangat perlawanan dan persatuan dapat mengalahkan penjajah.
"Salah satu faktor perlawanan Sisingamangaraja XII melawan Belanda adalah adanya kekhawatiran mengenai apa?"
Pertanyaan ini telah terjawab.
Kini, mari kita teladani semangatnya untuk membangun bangsa yang lebih baik.
Baca Juga: Mengapa Berbagai Bentuk Perlawanan Terhadap Belanda Sering Mengalami Kegagalan?