Find Us On Social Media :

Beginilah Kedudukan Pemeluk Agama Non-Islam Di Masa Kekhalifahan Bani Abbasiyah

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 23 Maret 2024 | 22:17 WIB

Beginilah kedudukan pemeluk agama non-Islam di masa kekhalifahan Bani Abbasiyah.

Intisari-Online.com - Tak hanya pemeluk agama Islam, pemeluk agama selain Islam juga merasakan kesejahteraan di masa kekhalifahan Daulah Abbasiyah.

Beginilah kedudukan pemeluk agama non-Islam di masa kekhalifahan Bani Abbasiyah. 

---------------

Tapi sebelum itu ada pertanyaan:

Para penguasa Daulah Abbasiyah memberikan kebebasan kepada pemeluk agama non Islam untuk menjalankan agamanya sesuai dengan keyakinan masing-masing.

Mereka juga diberi kesempatan untuk ikut aktif dalam membangun peradaban ilmu pengetahuan pada saat itu. Berikut ini yang bukan bagian dari peran aktif tersebut adalah....

A. Kaum Kristen Nestorian banyak terlibat dalam proyek penerjemahan dari bahasa Yunani

B. Kaum Sabiin (penyembah matahari) berperan dalam pengembangan seni kaligrafi

C. Kaum Kristen Nestorian berperan dalam mengembangkan seni mural

D. Kaum Sabiin (penyembah matahari) terlibat aktif dalam penerjemahan

------------

Masa keemasan era Daulah Abbasiyah tidak hanya berbicara tentang kesuksesan umat Islam.

Ada peran-peran umat non-Islam yang berkontribusi besar terhadap masa keemasan itu.

Di antaranya adalah peran para penerjemah yang beragama Kristen Nestorian ataupun kaum Sabiin.

Mereka berperan besar dalam penerjemahan buku-buku Yunani, khususnya dari bahasa Yunani ke bahasa Syiria.

Beberapa seniman yang telibat dalam pembangunan kota Baghdad pun beragama Kristen Nestorian, khususnya para pematung dan pelukis istana.

Keterlibatan ini menunjukkan bahwa penguasa Daulah Abbasiyah memberikan kebebasan kepada semua penduduknya untuk menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing

Para penguasa menjamin kebebasan beragama secara penuh.

Kebebasan dalam menjalankan agama di luar Islam di dalam wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah menunjukkan semangat toleransi yang luar biasa sehingga menghasilkan keharmonisan intelektual di dalamnya.

Para ilmuwan di Bayt al-Ḥikmah tidak pernah melihat asal muasal agama ilmu pengetahuan yang mereka pelajari dan kembangkan.

Ilmu pengetahuan itu semuanya dipelajari dan dikembangkan seluas-luasnya untuk memberikan manfaat kepada umat manusia tanpa melihat latar belakang agama yang dimilikinya.

Kita tahu, kesejahteraan penduduk Abbasiyah merata di semua kelas masyarakat.

Termasuk masyarakat yang beragama non-muslim, baik dari kalangan ahli kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani, maupun kaum Sabiin (penyembah matahari) yang masih eksis pada masa itu.

Bahkan para penerjemah ulung Daulah Abbasiyah pada awalnya berasal dari golongan mereka.

Di antaranya adalah Hunayn ibn Ishaq, yang beragama Kristen Nestorian, dan Tsabit ibn Qurrah dari kalangan Sabiin.

Mereka adalah penerjemah-penerjemah produktif yang di kemudian hari diberi kepercayaan oleh para khalifah untuk bekerja di Bayt al-Ḥikmah.

Pengembangan Bayt al-Ḥikmah oleh Khalifah al-Makmun menunjukkan perhatian yang besar dari penguasa terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Bayt al-Ḥikmah dibangun sebagai fasilitas bagi para ilmuwan agar mereka bisa berkembang dengan lebih baik.

Para ilmuwan ternama kemudian dipanggil untuk bekerja di tempat ini, di antaranya adalah Hunayn ibn Ishaq dan Tsabit ibn Qurrah.

Bahkan mereka mendapatkan fasilitas eksklusif dari penguasa.

Misalnya Hunayn ibn Ishaq yang mendapatkan gaji 500 dinar sebulan.

Menurut catatan Philip K. Hitti 500 dinar setara dengan 250 pounsterling.

Jika dikurskan dengan rupiah, maka nilainya sekitar 5 juta rupiah.

Selain itu ia juga mendapatkan emas untuk setiap buku yang diterjemahkan seberat buku yang diterjemahkan itu.

Begitulah kedudukan pemeluk agama non-Islam di masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, semoga bermanfaat.