"Sudah sejak awal Juli 1829," catat Peter Carey dalam bukunya Kuasa Ramalan.
Tanda-tanda itu tercium, menurut Peter Carey, saat ada bawahannya melaporkan kesulitan-kesulitan pasokan pangan dia sudah berencana untuk menyerah.
Dia menyerah "berdasar syarat-syarat yang kelas menguntungkannya," tulis Peter.
Setelah menyerah dalam Perang Diponegoro, Sentot sempat dikirim ke Salatiga lalu Batavia.
Belanda kemudian mengirimnya ke Sumatera Barat untuk membasmi pemberontakan ulama dalam Perang Padri.
Tapi menurut beberapa sumber itu adalah strategi Sentot agar berhasil mendapatkan persenjataan untuk membantu perjuangan Tuanku Imam Bonjol.
Sentot akhirnya ditahan Hindia Belanda dan dikirim kembali ke Batavia pada Maret 1833 dan ke Bengkulu pada Agustus 1833 sebelum akhirnya wafat dalam usia 47 tahun dalam pengasingan.
Sentot Ali Basha meninggal pada 17 April 1855.