Find Us On Social Media :

Kobarkan Perang Jawa Yang Repotkan Belanda, Pangeran Diponegoro Tutup Akhir Hayatnya Di Tangah Pengasingan

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 9 Januari 2024 | 18:17 WIB

Lukisan tempat pengasingan Pangeran Diponegoro karya Adrianus Johannes, sebelum 1872. Artikel ini akan membahas tentang Pangeran Diponegoro yang mengakhiri hayatnya di Makassar.

Intisari-Online.com - Pangeran Diponegoro sangat identik dengan Perang Jawa 1825-1830.

Meskipun begitu, alih-alih di tanah kelahirannya Jawa, Pangeran Diponegoro justru memungkasi akhir hayatnya di Ujung Pandang, di Makassar, pada 8 Januari 1855.

Putra Sultan Hamengbubuwono III itu pun dimakamkan di tanah pengasingannya tersebut.

Pangeran Diponegoro adalah pahlawan nasional kelahiran Yogyakarta.

Dia adalah memimpin Perang Diponegoro melawan Belanda pada tahun 1825-1830.

Para sejarawan menyebut perang ini sebagai Perang Jawa.

Diponegoro adalah putra Raden Mas Surojo atau Sultan Hamengkubuwono III dan seorang selir bernama Raden Ayu Mangkarawati.

Sosok putra Sultan Yogyakarta ini lahir di Keraton Yogyakarta pada 11 November 1785 dengan nama Bendara Raden Mas Mustahar.

Tapi ketika meninggal, Pangeran Diponegoro tidak dimakamkan di Yogyakarta yang merupakan tempat kelahirannya.

Tapi di Makassar.

Kenapa dimakamkan di Makassar?

Pertama-tama kita harus merunut dari keputusan Pangeran Diponegoro yang keluar dari lingkungan istana dan politik kerajaan kemudian pergi mengembara.

Hingga Pada 1825, Pangeran Diponegoro mulai mengobarkan perlawanan terhadap Belanda.

Perang Diponegoro pun disebut-sebut sebagai perang terbesar selama penjajahan Belanda di Indonesia.

Sayangnya, perjuangannya berakhir saat pasukan Pangeran Diponegoro dijepit di Magelang oleh Jenderal de Kock.

Demi membebaskan sisa pasukannya, Pangeran Diponegoro rela menyerahkan diri dan kemudian diasingkan ke Makassar, tepatnya di Benteng Fort Rotterdam.

Menurut laman budaya.jogjaprov.go.id, Pangeran Diponegoro diketahui menjalani pengasingan di Makassar selama hampir 25 tahun.

Dari 12 Juni 1830.

Dalam pengawasan yang sangat ketat, Pangeran Diponegoro akhirnya meninggal dunia karena usia tua pada 8 Januari 1855.

Juru kunci makam, R Hamzah Diponegoro, yang juga generasi kelima Pangeran Diponegoro menjelaskan, pada awalnya tidak ada masyarakat yang tahu jika Pangeran Diponegoro diasingkan di Benteng Fort Rotterdam.

Baru setelah Pangeran Diponegoro meninggal, warga dan masyarakat mengetahui adanya pejuang yang selama ini hidup di pengasingan.

“Baru setelah itu anak cucunya menikah dengan orang Bugis dan tinggal di Makassar,” terangnya.

Makam Pangeran Diponegoro berada di Kompleks Kampung Jawa, tepatnya di Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo, Makassar.

Kompleks makam Pangeran Diponegoro terdiri dari pintu gerbang, pendopo, mushala, dan 66 makam.

Ada dua makam berukuran besar yang letaknya berdampingan, yaitu makam Pangeran Diponegoro dan istrinya, RA Ratu Ratna Ningsih.

Selain itu, ada 25 makam berukuran sedang dan 39 makam berukuran kecil yang merupakan makam enam orang anaknya, 30 orang cucu, 19 orang cicit, dan sembilan pengikutnya.

Menurut Hamzah, sebelum tahun 70-an kompleks makam Pangeran Diponegoro ini tak sebaik sekarang.

Pembangunan makam dilakukan setelah dibantu oleh Kodam IV Diponegoro.

Pada 2007 lalu, Pemprov Jateng juga memberikan sumbangan agar kompleks menjadi makin baik.

“Bantuan dari Kodam IV Diponegoro karena menjadi simbol kemiliteran. Saya kebetulan dipercaya merawat makam setelah ayah saya juga mendapat kekancingan dari Keraton Yogya pada 2015 silam,” terangnya.

Hamzah menyebutkan, hingga saat ini masih banyak tokoh masyarakat yang datang berziarah ke Makam Pangeran Diponegoro di Makassar.

Sempat ada wacana pemindah makam Pangeran Diponegoro ke Jawa.

Terkait hal itu, Kepala Bidang Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Sulawesi Selatan, Yulianus Batara Saleh menjawab tegas.

“Kami marah kalau makam dipindah,” tandasnya.

Senada, Sekretaris Disbudpar Sulawesi Selatan, Pancawati, menyebut bahwa sekitar 10 tahun yang lalu ada anggota dewan yang datang ke Makassar dan mewacanakan untuk memindahkan makam tersebut ke Pulau Jawa.

“Namun wacana itu kita tolak. Kita tidak mau. Ini bukti ikatan emosional kita,” tegas Pancawati.

Sementara Wakil Ketua DPRD DIY, Arif Noor Hartanto juga menyebut bahwa Pangeran Diponegoro adalah simbol perlawanan terhadap pemerintah Kolonial Belanda dan kebangan bersama elemen bangsa.

“Ampun dipindah, mangkeh ndak didukani masyarakat Makassar,” ucap Arif.