Kapal Raksasan KRI Irian, Alutsista Bekas yang Dibeli Sukarno dari Soviet untuk Menantang Belanda

Afif Khoirul M

Penulis

KRI Irian adalah kapal penjelajah yang pernah dimiliki Indonesia.

Intisari-online.com - KRI Irian adalah salah satu kapal perang legendaris yang pernah dimiliki oleh Indonesia.

Kapal ini memiliki sejarah yang panjang dan menarik, mulai dari pembuatannya di Uni Soviet, kunjungannya ke Inggris, hingga perannya dalam Operasi Trikora untuk merebut Irian Barat dari Belanda.

Lahir di Saint Petersburg

KRI Irian sebenarnya adalah kapal penjelajah Ordzhonikidze dari armada Baltik Angkatan Laut Soviet.

Kapal ini dibuat di galangan kapal di Saint Petersburg, Rusia, yang pengerjaannya dimulai sejak 19 Oktober 1949 dan diluncurkan pada 17 September 1950.

Sejak 30 Juni 1952, kapal ini resmi menjadi bagian dari armada Angkatan Laut Uni Soviet yang dikenal sebagai Armada Merah¹.

Kapal dengan bobot kosong seberat 13.600 ton ini berukuran 210x22 meter dan mampu menjelajah 60.19 km per jam.

Kapal ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas tempur, seperti 12 meriam 152 mm, 12 meriam 100 mm, 32 meriam 37 mm, 10 meriam 25 mm, 10 torpedo 533 mm, dan 2 peluncur rudal.

Berkunjung ke Inggris

Pada tahun 1956, pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev dan Perdana Menteri Nikolai Bulganin berkunjung ke Inggris untuk melakukan diplomasi dengan negara-negara Barat yang saat itu sedang terlibat dalam Perang Dingin.

Mereka datang naik kapal penjelajah Ordzhonikidze, yang dikawal oleh dua kapal perusak, dan bersandar di Pelabuhan Portsmouth pada 18 April 1956.

Baca Juga: Daftar Kerajaan Islam di Sulawesi yang Tercatat Dalam Sejarah Nusantara

Kunjungan ini berlangsung selama seminggu, tetapi tidak menghasilkan kesepakatan yang signifikan.

Bahkan, hubungan Inggris-Soviet memburuk setelah terjadi insiden yang melibatkan seorang perwira pasukan katak Inggris, Lionel Crabb.

Crabb hilang secara misterius di sekitar kapal Soviet dan ditemukan tewas beberapa hari kemudian.

Diduga, Crabb sedang melakukan misi intelijen untuk mengintip kapal penjelajah Ordzhonikidze, yang memiliki teknologi canggih.

Pemerintah Inggris mengaku menyesal atas insiden tersebut dan mengklaim bahwa Crabb hanya melakukan tes katak di sekitar kapal.

Dibeli oleh Indonesia

Setelah kunjungan ke Inggris, kapal penjelajah Ordzhonikidze kembali ke Uni Soviet dan terus beroperasi hingga tahun 1961.

Pada tahun itu, Indonesia sedang menghadapi konflik dengan Belanda terkait status Irian Barat, yang masih dikuasai oleh Belanda meskipun Indonesia sudah merdeka sejak tahun 1945.

Belanda ingin menjadikan Irian Barat sebagai negara boneka, sementara Indonesia ingin membebaskan Irian Barat dari Belanda.

Untuk mengimbangi kekuatan Angkatan Laut Belanda yang memiliki kapal induk HNLMS Karel Doorman, Presiden Sukarno memutuskan untuk membeli kapal penjelajah Ordzhonikidze dari Uni Soviet dengan harga 15 juta dolar AS.

Pembelian ini didukung oleh Uni Soviet, yang saat itu bersimpati dengan Indonesia dan ingin menjalin hubungan baik dengan negara-negara non-blok.

Pada 3 Oktober 1961, timbang terima kapal terjadi di Vladivostok, Uni Soviet, dan dua hari kemudian kapal tersebut resmi menjadi milik Indonesia dengan nama baru KRI Irian dan nomor lambung 201.

Dari Uni Soviet, kapal ini dibawa oleh para pelaut Indonesia di bawah komando Kolonel Frits Suak.

Baca Juga: Inilah Peristiwa KM Peldatari, Misteri Kapal yang Hilang di Dasar Danau Toba

Berperan dalam Operasi Trikora

Pada 19 Desember 1961, Presiden Sukarno mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora), yaitu seruan untuk membebaskan Irian Barat dari Belanda dengan cara apapun.

Trikora terdiri dari tiga perintah, yaitu:

1. Menggagalkan pembentukan negara boneka Papua oleh Belanda.

2. Mengibarkan bendera Merah Putih di Irian Barat sebagai simbol kedaulatan Indonesia.

3. Bersiap-siap untuk perang umum melawan penjajah Belanda.

Untuk melaksanakan Trikora, Indonesia membentuk Komando Operasi Tertinggi (KOTI) yang dipimpin langsung oleh Presiden Sukarno.

KRI Irian menjadi salah satu kapal perang andalan Indonesia dalam operasi ini, bersama dengan belasan unit kapal selam wiskey class, pembom jarak jauh Tu-16KS, dan rudal AS-1 Kennel.

KRI Irian berperan sebagai kapal komando dan pengawal bagi kapal-kapal lainnya.

Kapal ini juga berfungsi sebagai kapal propaganda, yang menyebarkan siaran radio dan selebaran untuk menggalang dukungan rakyat Irian Barat terhadap Indonesia.

Selain itu, kapal ini juga siap untuk bertempur dengan kapal induk Belanda jika terjadi pertempuran laut.

Namun, pertempuran laut tidak pernah terjadi, karena Belanda akhirnya menyerah dan menandatangani Perjanjian New York pada 15 Agustus 1962, yang menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui administrasi PBB.

Pada 1 Mei 1963, Indonesia resmi mengambil alih Irian Barat dari PBB dan mengibarkan bendera Merah Putih di sana.

Operasi Trikora pun berhasil tanpa perlu mengorbankan nyawa.

Baca Juga: Kisah Kapal Legendaris kerajaan Majapahit yang Menaklukkan Samudra Hindia

Nasib KRI Irian

Setelah Operasi Trikora, KRI Irian masih beroperasi sebagai kapal perang Indonesia hingga tahun 1972.

Pada tahun itu, kapal ini ditarik dari dinas aktif dan ditugaskan sebagai kapal latih untuk Akademi Angkatan Laut.

Namun, kapal ini tidak pernah digunakan lagi dan akhirnya terbengkalai di Pelabuhan Surabaya.

Pada tahun 1978, kapal ini dijual sebagai besi tua ke sebuah perusahaan swasta dengan harga 1,5 miliar rupiah.

Kapal ini kemudian dipotong-potong dan dijual sebagai barang bekas.

Dari kapal yang pernah menggemparkan dunia ini, hanya tersisa beberapa bagian, seperti meriam, torpedo, dan peluncur rudal, yang disimpan di Museum Bahari di Jakarta.

KRI Irian adalah saksi sejarah dari perjuangan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatannya.

Kapal ini juga merupakan simbol dari hubungan Indonesia-Uni Soviet, yang saat itu saling mendukung dalam menghadapi tekanan dari negara-negara Barat.

Meskipun kapal ini sudah tidak ada lagi, namanya tetap melekat dalam ingatan bangsa Indonesia.

Artikel Terkait