Sejarah Operasi Trisula, Ketika TNI Mati-matian Menumpas Sisa-sisa PKI Di Blitar Selatan

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Sejarah Operasi Trisula, ketika TNI mati-matian menumpas sisa-sisa PKI yang diduga terlibat G30S di Blitar Selatan.

Intisari-Online.com -Dibutuhkan waktu bertahun-tahun bagi TNI Angkatan Darat untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap sebagai simpatisan PKI.

Dan puncaknya adalah Operasi Trisula di Blitar Selatan, operasi TNI yang ditujukan untuk menghancurkan sisa-sisa kekuatan partai yang dituduh terlibat dalam peristiwa G30S.

Inilah sejarah Operasi Trisula secara singkat.

Setelah peristiwa G30S, pemerintah Orde Baru terus memburu mereka yang dianggap terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sisa-sisa anggota PKI yang lolos dari buruan militer kemudian melarikan diri ke berbagai daerah.

Ada yang di Banten Selatan, ada juga yang di Blitar Selatan.

Para tokoh PKI yang bersembunyi di Blitar Selatan adalah Rewang, Oloan Hutapea, Ruslan Widjajasastra, Munir.

Oloan Hutapea ditunjuk sebagai Ketua Departemen Organisasi PKI baru di Blitar Selatan.

Sedangkan Ketua PKI di Blitar Selatan dipegang oleh Ruslan Widjajasastra.

Sementara Rewang diberi tanggung jawab sebagai Ketua Departemen Agitasi dan Propaganda dan anggota Pleno PKI.

Munir sendiri menjabat sebagai Ketua Departemen Perjuangan Bersenjata PKI Blitar Selatan.

Mereka menggalang kekuatan di Blitar Selatan dengan mengadakan berbagai kegiatan.

Di antaranya adalah menyiapkan Perang Rakyat dengan mengadakan pelatihan Kursus Kilat Perang Rakyat (KKPR).

Pelatihan KKPR itu dapat terlaksana berkat bantuan mantan Dandim Pandeglang, Letnan Kolonel Pratomo.

Mereka juga diberikan materi terkait membangun kembali PKI oleh Oloan Hutapea dan materi Materialisme Dialektika Historis oleh Ruslan Widjajasastra.

Sedangkan Munir memberikan materi terkait Thesis Perang Rakyat.

Ada kabar juga yang menyebut bahwa sisa-sisa gerombolan PKI itu melakukan teror terhadap masyarakat.

Sepertiperampokan, penculikan, dan pembunuhan dengan tujuan untuk mendapatkan persenjataan.

Sebagai reaksi, maka pada18 Mei 1968, Panglima Kodam VIII/Brawijaya Mayjen TNI M. Yasin melantik Komando Satuan Tugas (Satgas) Trisula yang dipimpin oleh Kolonel Witarmin.

Dalam pelaksanaan Operasi Trisula, Kodam Brawijaya mengerahkan Batalion Infanteri 531/Para, Batalion Infanteri 511, Batalion Infanteri 513, Batalion Infanteri 521, dan Batalion Infanteri 527.

Ada juga Kodim 0808 Blitar, Kodim 0807 Tulungagung, Kodim 0818 Malang serta beberapa Koramil.

Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) dan TNI AU juga diterjunkan untuk membantu jalannya operasi.

Untuk mendukung operasi ini, Panglima Komando Wilayah Udara (Kowilu) IV, Komodor Udara Suwoto Sukendar mengeluarkan Surat Perintah pada 6 Juni 1968 tentang pembentukan Satuan Tugas Operasi Udara (Satgas Opsud) Elang dipimpin oleh Mayor Udara Sugiantoro.

Mayor Udara Sugiantoro dibantu pasukan yang dipimpin oleh Komandan Kompi LU Wim Mustamu, Wadan Ki SMU J. Rantijo, Dan Ton I SMU Jumari, Dan Ton II SMU Sjamsuri, dan Dan Tom III SMU Sugimin.

Kekuatan Satgasud Elang terdiri atas 2 pesawat pembom B-26 Invader, 3 pesawat P-51 Mustang, beberapa pesawat C-130 Hercules, 3 pesawat Harvard, Helikopter Mi-4 dan Kompi Kopasgat.

Operasi Trisula resmi dilaksanakan pada 1 Juni 1968 dan dilakukan di daerah Blitar Selatan.

Pelaksanaan Operasi Trisula pertama kali dilakukan di Suruhwadang, Maron, dan Ngeni yang merupakan basis PKI di Blitar Selatan.

Dalam operasi pertama, ditangkap sekitar 4.000 orang dan ditemukan delapan orang anggota Gerilya Desa dan dua orang Detasemen Gerilya PKI Gaya Baru di Blitar Selatan.

Operasi gabungan yang sangat kuat itu membuat banyak anggota PKI Blitar Selatan akhirnya menyerah.

Tapi ada juga yang masih melawan meski dalam posisi terdesak.

Beberapa hari bergerak ke selatan, TNI berhasil membongkar wilayah yang dikuasai PKI hingga ke pegunungan.

Dalam baku tembak yang terjadi di kawasan Gunung Asem Panggungrejo, Oloan Hutapea berhasil dibunuh.

Selanjutnya Soerachman juga terbunuh di kawasan hutan Desa Maron.

Pada pertengahan Juli 1968, TNI berhasil menangkap Rewang di Sumberjati, serta Kademangan dan Ruslan Widjajasastra di Kaligrenjeng.

Pada bulan yang sama, Ketua Departemen Bersenjata PKI Blitar Selatan, Munir, berhasil ditangkap di Jembangan.

Operasi Trisula yang dilancarkan selama kurang lebih dua bulan berhasil menghancurkan kubu-kubu pertahanan dan proyek basis PKI, serta menangkap hidup ataupun mati tokoh-tokohnya.

Mayjen M. Yasin dalam konferensi pers pada 9 Agustus 1968 di Malang menyampaikan bahwa tahanan PKI hasil operasi ini berjumlah 850 orang.

Sedangkan senjata yang berhasil dirampas berjumlah 37 pucuk dan empat buah granat.

Upacara penutupan Operasi Trisula berlangsung pada 7 September 1968 di Blitar oleh Mayjen M. Yasin dan disaksikan oleh Panglima Kostrad Mayjen Kemal Idris.

Mereka yang ditangkap dan masih hidup diberikan pembinaan oleh TNI yang bertujuan untuk menguatkan mental rakyat dari pengaruh PKI.

Itulah penjelasan singkat sejarah Operasi Trisula, operasi TNI untuk memberantas orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus G30S.

Artikel Terkait