Penulis
Intisari-online.com - Sriwijaya merupakan salah satu kekuasaan maritim terbesar yang pernah ada di Indonesia.
Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 Masehi di daerah Palembang, Sumatera Selatan, dan mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-10 Masehi.
Sriwijaya memiliki wilayah kekuasaan yang luas, mencakup sebagian besar wilayah Indonesia, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, dan Vietnam.
Sriwijaya juga dikenal sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara.
Namun, meskipun Sriwijaya memiliki ciri-ciri sebagai sebuah kerajaan, beberapa ahli sejarah lebih memilih untuk menyebutnya sebagai kedatuan. Mengapa demikian?
Apa perbedaan antara kedatuan dan kerajaan?
Dan apa alasan Sriwijaya disebut sebagai kedatuan bukan kerajaan?
Pengertian Kedatuan dan Kerajaan
Secara umum, kedatuan dan kerajaan adalah dua bentuk pemerintahan yang berbeda.
Kedatuan adalah sebuah sistem pemerintahan yang dipimpin oleh seorang datu, yaitu seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan terbatas dan tidak mutlak.
Datu biasanya dipilih dari kalangan bangsawan atau keluarga kerajaan, tetapi tidak selalu mewarisi jabatannya secara turun-temurun.
Datu juga tidak memiliki otoritas penuh atas rakyatnya, melainkan harus menghormati adat istiadat dan hukum yang berlaku di masyarakat.
Kedatuan biasanya memiliki wilayah kekuasaan yang relatif kecil dan tidak terpusat, serta lebih berorientasi pada perdagangan dan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain.
Kerajaan, di sisi lain, adalah sebuah sistem pemerintahan yang dipimpin oleh seorang raja, yaitu seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan absolut dan mutlak.
Raja biasanya mewarisi jabatannya secara turun-temurun dari dinasti atau keluarga kerajaan yang sama.
Raja juga memiliki otoritas penuh atas rakyatnya, dan dapat membuat peraturan dan hukum sesuai dengan kehendaknya.
Kerajaan biasanya memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan terpusat, serta lebih berorientasi pada pemerintahan dan pengembangan militer.
Baca Juga: Usaha Armada Laut Sriwijaya Untuk Memajukan Perdagangan Laut
Alasan Sriwijaya Disebut Sebagai Kedatuan Bukan Kerajaan
Berdasarkan pengertian di atas, Sriwijaya lebih cocok disebut sebagai kedatuan daripada kerajaan karena beberapa alasan berikut:
- Sistem pemerintahan yang fleksibel dan tidak kental.
Sriwijaya tidak memiliki struktur pemerintahan yang khas seperti kerajaan-kerajaan pada umumnya.
Sriwijaya tidak memiliki raja yang memerintah secara langsung, melainkan diatur oleh seorang mahapatih atau perdana menteri yang dipilih dari golongan bangsawan.
Mahapatih Sriwijaya bertanggung jawab atas urusan administrasi, politik, ekonomi, dan agama di wilayah kekuasaannya.
Mahapatih juga dapat digantikan oleh orang lain jika dianggap tidak mampu atau tidak layak.
Selain itu, Sriwijaya juga tidak memiliki ibu kota yang tetap, melainkan berpindah-pindah sesuai dengan perkembangan zaman dan kondisi politik.
Sriwijaya juga tidak memiliki sistem birokrasi yang rumit, melainkan mengandalkan hubungan personal dan kesetiaan antara mahapatih dan para bawahan atau bupati di daerah-daerah.
- Fokus pada perdagangan daripada pemerintahan.
Sriwijaya lebih dikenal sebagai sebuah pusat perdagangan yang besar daripada sebagai sebuah pemerintahan yang kuat.
Sriwijaya memanfaatkan letak geografisnya yang strategis di jalur perdagangan maritim antara India dan Tiongkok untuk mengembangkan jaringan perdagangan yang luas dan menguntungkan.
Sriwijaya juga menjalin hubungan diplomatik dan kerjasama dengan negara-negara tetangga seperti India, Tiongkok, Arab, dan lain-lain.
Sriwijaya juga menguasai jalur pelayaran di Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa, sehingga dapat mengendalikan arus barang dan orang yang melintasi wilayahnya.
Sriwijaya juga mengenakan pajak dan bea cukai kepada para pedagang yang berdagang di wilayahnya, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kemakmuran Sriwijaya.
Baca Juga: Kesultanan Kotawaringin, Kerajaan Islam yang Berawal dari Pemberontakan
- Inklusif terhadap berbagai suku dan agama.
Sriwijaya tidak memiliki identitas etnis atau agama yang tunggal, melainkan terdiri dari berbagai suku dan agama yang hidup berdampingan secara damai.
Sriwijaya menerima dan menghormati keberagaman budaya dan kepercayaan yang ada di wilayahnya, serta tidak memaksakan satu budaya atau agama tertentu kepada rakyatnya.
Sriwijaya juga memberikan kebebasan dan kesempatan kepada para pendatang atau imigran untuk menetap dan berdagang di wilayahnya, asalkan mereka tunduk kepada otoritas Sriwijaya.
Sriwijaya juga menjadi tempat belajar dan beribadah bagi para penganut agama Buddha dari berbagai aliran dan negara.
Sriwijaya juga mengirimkan utusan-utusan dan misionaris-misionaris untuk menyebarkan agama Buddha ke berbagai daerah di Asia Tenggara.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Sriwijaya lebih sering disebut sebagai kedatuan daripada kerajaan karena tidak memiliki struktur pemerintahan yang khas, fokus pada perdagangan daripada pemerintahan, dan inklusif terhadap berbagai suku dan agama. Sriwijaya merupakan sebuah kedatuan yang unik dan maju di zamannya, yang mampu menciptakan sebuah peradaban maritim yang berpengaruh di Asia Tenggara. Sriwijaya juga merupakan salah satu warisan sejarah dan budaya yang patut dibanggakan oleh bangsa Indonesia.