Penulis
Intisari-online.com - Gempa bumi dengan magnitudo (M) 5,3 mengguncang wilayah Barat Laut Melonguane, Sulawesi Utara (Sulut) pada 20 November 2023.
Gempa tersebut terjadi pukul 10.15 WIB dan tidak berpotensi menimbulkan gelombang tsunami.
Menurut informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa berada pada koordinat 3,97 LU dan 126,51 BT, atau sekitar 373 km Barat Laut Melonguane. Kedalaman gempa adalah 10 km, yang menunjukkan bahwa gempa ini termasuk dalam kategori dangkal.
Gempa ini disebabkan oleh aktivitas subduksi lempeng Filipina yang menyusup ke bawah lempeng Eurasia di zona Palu-Koro.
Zona ini merupakan salah satu zona sesar aktif di Indonesia yang sering menghasilkan gempa besar dan destruktif.
Gempa ini dirasakan oleh masyarakat di sekitar lokasi gempa dengan intensitas II-III MMI (Modified Mercalli Intensity), yang berarti getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang, dan tidak ada kerusakan bangunan.
BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan waspada terhadap kemungkinan gempa susulan.
Masyarakat juga diharapkan untuk mengikuti informasi resmi dari BMKG melalui media sosial, website, atau aplikasi.
Gempa M 5,3 yang terjadi di Barat Laut Melonguane pada 20 November 2023 ini merupakan gempa kedua yang terjadi di wilayah tersebut dalam kurun waktu satu bulan.
Sebelumnya, pada 19 Oktober 2023, gempa M 5,1 juga mengguncang Melonguane dengan kedalaman 10 km.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan bahwa gempa-gempa ini merupakan bagian dari aktivitas tektonik di zona Palu-Koro yang memanjang dari Sulawesi Tengah hingga Sulawesi Utara.
Baca Juga: Gempa M5,9 guncang wilayah Laut Sulawesi Manado 16 November 2023, BMKG Ungkap Lempengan Penyebabnya
Zona ini memiliki potensi untuk menghasilkan gempa besar yang dapat menimbulkan tsunami.
"Zona Palu-Koro ini merupakan zona sesar aktif yang memiliki pergerakan lateral kanan (right lateral strike-slip fault) dengan kecepatan relatif sekitar 3,9 cm/tahun. Zona ini juga memiliki pergerakan naik-turun (vertical motion) yang dapat memicu tsunami," ujar Daryono.
Daryono menambahkan bahwa zona Palu-Koro ini juga berpotensi untuk menghasilkan gempa megathrust, yaitu gempa yang terjadi akibat gesekan antara lempeng bumi yang saling menekan.
Gempa megathrust biasanya memiliki magnitudo di atas 8 dan dapat menimbulkan tsunami yang sangat besar.
"Zona Palu-Koro ini memiliki potensi untuk menghasilkan gempa megathrust karena terdapat zona subduksi lempeng Filipina yang menyusup ke bawah lempeng Eurasia. Zona subduksi ini memiliki sudut kemiringan yang rendah (low-angle subduction) yang dapat menyebabkan akumulasi tegangan yang besar," jelas Daryono.
Daryono mengimbau masyarakat untuk selalu siap menghadapi kemungkinan gempa dan tsunami yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak percaya pada isu-isu yang tidak berdasar dan tidak resmi mengenai gempa dan tsunami.
"Masyarakat harus selalu mengikuti informasi resmi dari BMKG yang dapat diakses melalui media sosial, website, atau aplikasi. Masyarakat juga harus mengetahui cara bertindak yang benar saat terjadi gempa dan tsunami, seperti berlindung di tempat yang aman, menjauhi bangunan yang rapuh, dan mengungsi ke tempat yang tinggi dan jauh dari pantai," pesan Daryono.