Find Us On Social Media :

Menghirup Udara Segar di Jabodetabek

By Agus Surono, Jumat, 15 April 2011 | 15:04 WIB

Menghirup Udara Segar di Jabodetabek

Kota Jakarta sudah dikepung kemacetan dan polusi udara. Bagi yang hobi sepeda, kini saatnya untuk jeda sejenak dengan bersepeda offroad di seputar Jakarta. Akhir minggu menjadi waktu yang pas. Di tempat-tempat itu kita bisa bertemu dengan para penggowes sehobi.

Tak hanya mengambil manfaat dari sisi olahraganya, bersepeda di alam pun memiliki nilai plus lainnya. Berolahraga di alam terbuka bagus untuk mengembangkan jiwa dan raga. Hal itu diungkap oleh jurnal Environmental Science and Technology yang melakukan penelitian terhadap 833 orang dewasa. Berolahraga di alam terbuka ternyata mampu meningkatkan rasa kebugaran dan energi positif. Di lain pihak, dilaporkan ada penurunan dalam hal ketegangan, kegelisahan, kemarahan, dan depresi. Juga keceriaan dan kesenangan mereka dapatkan dari kegiatan luar ruang itu. Bahkan banyak dari mereka yang ingin mengulang kembali aktivitas tersebut. Bisa jadi, alasan-alasan tadi yang membuat antusiasme masyarakat untuk menekuni olahraga sepeda semakin meningkat tiap waktu.

Sekalipun Jakarta dikepung macet, beruntunglah kota ini juga dikepung perbukitan sehingga aktivitas offroad semakin memikat hati. Saya pernah terpana dengan pemandangan sekitar sewaktu offroad ke Pondok Pemburu, Bogor. Pemandangan yang tersaji di depan mata seolah mengingatkan pemandangan serupa di film The Lord of the Rings. Perbukitan hijau bergunduk-gunduk amat memesona. Siapa nyana itu tersaji di kerimbunan bukit tak jauh dari Sentul. Memang, untuk ke sini dibutuhkan fisik yang prima sebab jalan menanjak berbatu. Kalaupun turunan, menyusuri selokan air dan terkadang licin. Tapi ya, semua buyar melihat indahnya panorama tadi.

Kejutan lain saya alami saat offroad ke Cihuni, Tangerang Selatan. Di balik gemerlap perumahan Bumi Serpong Damai ternyata terselip gethek sebagai alat penyeberangan menyusuri Sungai Cisadane. Melintas sungai selebar sekitar 40 m sambil menjaga sepeda menjadi hiburan tersendiri. Amat kontras dengan pekerjaan sehari-hari yang di depan layar monitor.

Barat Jakarta

Cihuni merupakan trek legendaris para penyuka sepeda gunung. Ada tiga bukit yang menantang di sini pada awalnya dikenal dengan Hill 1, Hill 2, Hill 3. Berhubung lokasi ini milik pengembang Bumi Serpong Damai, maka pelan tapi pasti termakan oleh pesatnya pembangunan properti. Alhasil, kini tinggal tersisa Hill 1 dengan jalur offroad-nya yang dibuat menjadi trek tertutup. Pintu masuk dan keluar menjadi satu.

Trek ini terletak di sebuah bukit di Desa Cijantra. Penduduk sekitar menyebut bukit tersebut dengan Gunung Batu. Panjang trek sekitar 4 km. Tanjakan dan turunan bersatu padu dengan jeda beberapa jalur datar. Karakter trek di sini cocok untuk pemula yang ingin mencicipi offroad. Ada satu turunan dilanjutkan dengan tanjakan yang membutuhkan nyali untuk melewatinya. Tentu bagi pemula. Untuk yang sudah mahir, justru menjadi mainan yang mengasyikan. Goweser memberi istilah roller coaster, mengambil nama permainan yang memicu adrenalin. Jika tidak yakin saat menjumpai kondisi ini, disarankan turun saja dari sepeda. Soalnya beberapa kecelakaan serius terjadi saat melewati roller coaster dengan ragu-ragu. Trik melintasi roller coastersih gampang saja. Turunkan sadel, bungkukkan badan ke belakang, dan turuni lintasan tanpa direm.

Di dekat pintu masuk trek terdapat beberapa warung dengan jajanan khas seperti nasi uduk. Namun, yang paling dicari di Cihuni adalah Warung Aat dengan menu andalan sop iga dan teh jahe panas. Harga sop sekitar Rp 15.000,-. Warung ini terletak di Kampung Nagreg, Desa Sampora, Kecamatan Cisauk, Tangerang Selatan. Tempatnya mojok di ujung jalan buntu, tak jauh dari kawasan perumahan BSD City kluster baru, Foresta.

Tak jarang orang justru memburu Warung Aat daripada jalur offroad-nya. Dari rumah mereka tetap menggowes, namun langsung menuju ke Warung Aat. Puas dengan sop iga atau bertemu dengan orang-orang sealiran, mereka langsung pulang. Tentu dengan menggenjot sepeda lagi. Tak hanya dari seputaran Serpong yang mengejar Sop Iga Aat. Dari Pamulang yang berjarak sekitar 30-an km pun para penggowes rela menyambangi Cihuni demi sop iga.

Hal sama banyak dilakukan di Mpok Cafe. Jangan membayangkan kafe seperti di perkotaan. Ini juga warung sederhana seperti Warung Aat. Letaknya di Jalan Astek - Jombang, Serpong. Mpok Cafe ini menjadi tempat kumpul pesepeda yang mau menjajal trek JPG atau Jalur Pipa Gas. Trek ini sudah sangat terkenal di kalangan penggowes. Dinamakan Jalur Pipa Gas karena memang sebagian besar medannya melintasi jalur pipa gas milik negara. Karena tanah di atas pipa tidak boleh didirikan bangunan maka jalur itu menjadi jalur offroad yang menarik.

Sebetulnya lokasi JPG ini sudah ada sejak tahun 1995. Beberapa klub sepeda gunung (MTB) menggunakan lokasi ini untuk latihan atau kegiatan offroad. Sayangnya, saat krisis moneter tahun 1998 JPG kena imbasnya. Baru tahun 2001 beberapa anggota klub yang dulu sering main di JPG kasak-kusuk mengajak rekan atau orang baru untuk main di JPG. Sekarang tempat ini sudah ramai kembali dengan pusat keramaian di sekitar Mpok Cafe.

Di Mpok Cafe ini kita bisa menikmati ketan dan nasi uduk sebagai bekal untuk turun ke lintasan sejauh sekitar 6,5 km. JPG diakui sebagai trek terbaik yang ada di Indonesia. Ada dua lintasan di sini: lintasan teknikal dan lintasan wisata. Lintasan teknikal sering dipakai lomba untuk para atlet nasional. Mereka pun terkadang latihan di sini melahap beberapa putaran.

Sesuai namanya, lintasan teknikal memang membutuhkan teknik untuk bisa melewatinya. Hal ini banyak yang tidak dimengerti oleh para penggowes yang baru terjun di lintasan. Meski terlihat tidak ekstrem, banyak yang mengalami celaka di JPG. Saudara saya bahkan pernah jatuh dan beberapa tulang iganya patah. Ia akhirnya absen selama beberapa bulan untuk menyembuhkan cederanya itu.

Salah satu spot yang terkenal di JPG adalah roller coaster. Ini sebuah cekungan selebar sekitar 5 m dengan kedalaman sekitar 3 m. Jika mau mencobanya, sadel harus diturunkan dan jangan ragu-ragu. Biarkan roda berputar tanpa perlu dihentikan. Saat meluncur turun, mundurkan badan untuk mengimbangi pusat gravitasi yang jatuh ke depan. Rasakan sensasi jantung yang berdegup cepat saat turun dan langsung menanjak.

Bagi pemula biasanya laju sepeda tertahan saat mendaki tebing satunya. Oleh karena itu perlu dibantu rekan-rekannya yang sudah sampai di seberang. Beberapa kecelakaan terjadi karena gugup, lalu mengerem tapi bukan ban depan yang dikunci tapi roda belakang. Alhasil sepeda dan penggowesnya jatuh ke belakang. Bagi yang sudah mahir, roller coaster ini justru malah dijadikan mainan dengan berulang kali naik turun mirip main skateboard.

Selatan Jakarta

Bila lintasan Cihuni dan JPG terasa panas di siang hari, cobalah offroad di Rindu Alam, Bogor. Lokasi yang dikenal sebagai RA ini terletak di kawasan Puncak dan sekarang menjadi trek favorit penggemar offroad. Saban akhir pekan ratusan goweser menuju ke sini untuk melahap trek sepanjang 30 km. Bersepeda di Rindu Alam relatif tak tergantung waktu. Maksudnya mau berangkat pagi atau siang tidak terkendala oleh cuaca panas. Saya pernah "turun" di RA ini pukul 14.00!

Selain dimanjakan turunan, trek RA juga dikenal karena tanjakannya. Istilah Ngehe-1 dan Ngehe-2 pasti terlontar manakala berbicara trek ini. Tanjakan yang terletak tak jauh dari Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua ini memang betul-betul menguras tenaga. Makanya, bagi yang malas menanjak ada anak-anak sekitar yang siap menuntunkan sepeda. Biasanya anak-anak ini sudah menawarkan jasa saat kita istirahat di tempat parkir TSI. Kalau malas jalan kaki, tenang ... ada ojek yang siap mengantar sampai puncak tanjakan. Sekadar informasi saja, titik start berada di ketinggian sekitar 1.500 mdpl, lalu turun ke titik berketinggian sekitar 1.050-an mdpl. Nah, Ngehe-1 dan 2 membawa kita dari posisi ini menuju titik berketinggian 1.350-an mdpl dengan jarak hanya 3 km. Sementara dari titik awal sampai parkiran TSI sekitar 10 km.

Selepas Ngehe tadi, yang ada turunan serta bonus beberapa tanjakan tak seberapa. Titik akhir dari RA ini adalah Gadog. Karena trek RA tidak melingkar seperti Cihuni atau JPG maka perlu angkutan dari titik akhir menuju titik awal. Mengapa parkir di titik akhir? Ya kalau parkir di titik awal nanti baliknya bisa terhadang kemacetan sebab titik awal di Mang Ade, tak jauh dari gerbang perbatasan Bogor dan Cianjur. Nah, dari titik akhir ini sepeda dan penggowesnya diangkut menggunakan angkutan umum sewaan. Ini menjadi pemasukan tambahan bagi angkutan umum lokal di situ.

Mang Ade, sama seperti Mpok Cafe dan Warung Aat, menjadi tempat ngumpul para penggowes sebelum "turun" di RA. Biasanya mereka sarapan di sini dan mempersiapkan sepeda yang dipereteli saat diangkut angkot. Tidak ada menu spesial di sini. Namun menyantap nasi goreng dengan telor ceplok di tengah terpaan hawa dingin memang nikmat.

Kenikmatan yang sama bisa dirasakan saat menyantap ayam goreng dengan nasi mengepul di kawasan kebun teh Cianten. Trek sepeda Cianten (http://goo.gl/zYHjb) "sebelas dua belas" dengan trek Rindu Alam. Hanya di sini tak seramai Rindu Alam. Namun itu soal waktu saja. Ketika RA penuh, orang akan melirik Cianten. Saat saya ke sana tahun 2009, belum ada angkot yang siap sedia mengantar sepeda dan penggowesnya. Sekarang sudah ada dan selalu tersedia di akhir pekan dan hari libur.

Trek Cianten memiliki beragam lintasan. Ada aspal, makadam (jalan berbatu), jalan tanah, jalan berumput, sampai jalan setapak beranjau kotoran kerbau! Udara di sini masih terasa segar sebab jauh dari sumber polusi. Padahal titik paling tinggi trek ini hanya sekitar 1.000-an mdpl. Berbeda dengan kawasan Puncak yang menjadi tujuan wisata orang Jakarta dan sekitar.

Ada beberapa nilai lebih ber-offroad di Cianten. Pertama, bisa menengok pabrik pengolahan teh. Jika waktu memungkinkan, lihat sepintas bagaiman pucuk daun teh diolah. Kedua, melihat dari dekat sumur panas bumi yang dikelola oleh Chevron. Ketiga, melihat bagaimana air diolah sebelum dialirkan ke turbin untuk menghasilkan listrik. Keempat, lebih banyak turunan di trek ini dibandingkan RA. Tak ada tanjakan Ngehe. Salah satu turunan yang mendebarkan terdapat di akhir trek. Turunan yang mengikuti alur pipa yang menyalurkan air untuk menggerakkan turbin ini begitu mendebarkan. Dengan kemiringan sekitar 45o dengan ketinggian sekitar 20 m.

Sama seperti jalur RA, jalur sepanjang sekitar 26 km ini relatif sering ditingkahi hujan. Jadi harus siap bekal jas hujan jika tidak mau basah kuyup.

Timur Jakarta

Tak hanya di sisi barat dan selatan Jakarta saja kita bisa bersepeda offroad. Di timur Jakarta pun ada Jalur Jatiasih (JJ) dan Trek Nawit yang asyik buat main sepeda di alam terbuka. Jalur Jatiasih sudah lama dikenal orang dan sempat menjadi ajang lomba, meski menyisakan duka. Sesuai namanya trek ini berada di Jatiasih, Bekasi. Base camp JJ juga berada di sebuah warung. Seperti biasa kita bisa mengisi perut dulu sebelum turun ke lintasan atau langsung dan nanti isi perutnya setelah selesai ngetrek sebab titik awal dan akhir bisa bersatu di base camp ini.

Lintasan Jalur Jatiasih seluruhnya tanah. Tanah merah, tepatnya. Musuh di sini adalah lintasan yang basah. Soalnya tanah akan melekat di ban dan lama-lama membuat ban bertambah tebal. Istilahnya jadi donat. Saya pernah merasakan betapa tersiksanya melintas di tanah seperti ini. Sebentar-sebentar harus berhenti dan mencari ranting untuk membuang tanah yang menempel di ban. Tanah ini juga berisiko merusak komponen sepeda seperti sistem penggerak gigi. Makanya, kalau mau menjajal di JJ harus "berdoa" semoga malam atau dini hari tidak hujan di lokasi. Musuh lainnya adalah alang-alang yang kadang setinggi mata orang dewasa di kiri-kanan lintasan. Akan lebih baik jika menggunakan sarung tangan yang menutup semua jari tangan untuk menghindari tergesek oleh alang-alang. Selebihnya lintasan JJ amat menantang.

Di beberapa tempat kita bisa melihat gundukan tanah merah yang tergerus air di beberapa sisi menampilkan pemandangan yang menarik. Panjang trek JJ sekitar 2,5 km dengan didominasi single track. Ini jalur tunggal yang tidak memungkinkan kita untuk menyalip rekan atau pesepeda di depan. Ada satu jembatan bambu yang melintasi sebuah sungai. Yang antitanjakan cukup mujur di trek ini sini sebab bisa dikatakan hanya ada satu tanjakan yang butuh tenaga lebih buat "mendakinya".

Jika JJ merupakan jalur teknikal, trek Nawit bisa dikatakan jalur fun bike di alam. Nawit adalah nama sebuah tempat di pedalaman Kecamatan Serang, Kabupaten Bekasi. Trek Nawit memiliki banyak jalur. Jadi butuh pemandu yang mengerti wilayah ini. Waktu saya menjajal ke sana, komunitas Rogerbagen menjadi tuan rumah. Saking banyaknya jalur dan begitu dinamisnya lokasi lintasan, tak jarang pemandu pun terkaget-kaget sebab ada bangunan baru berdiri memotong lintasan.

Terus terang saya jatuh cinta pada gowesan pertama dengan trek Nawit. Ada banyak hal yang bisa didapat di sini. Keluar masuk kampung di antara kerimbunan bermacam-macam pohon. Ada pohon rambutan, kecapi, salak, dan bambu. Saat ke sana saya beruntung melintas kebun kecapi yang sedang dipanen. Berhenti karena penasaran dengan kecapi, saya dan rombongan malah diberi satu tas plastik kecapi. Lumayan buat bekal di perjalanan.

Di trek Nawit kita akan melewati Situ Cibereum yang amat mempesona di pagi hari. Beberapa pemancing mulai menggelar joran. Sementara sinar mentari belum galak menerpa Bumi. Di salah satu sisi Situ Cibereum terdapat kerimbunan dan beberapa lapak pedagang minuman. Kami pun sejenak berhenti dan ... seperti kebiasaan: membuat foto keluarga! Latar belakangnya tentu Situ Cibeureum.

Waktu itu saya juga beruntung sebab kebun salak sedang berbuah. Sayangnya masih kecil dan belum siap panen. Melewati beberapa rumah penduduk menjadi hiburan tersendiri. Terlebih anak-anak ramah menyapa kami. Sempat berhenti di tepi sawah menunggu rombongan yang tercecer membuat saya teringat dengan masa kecil. Main layangan di pematang sawah.

Begitulah, bermain sepeda di alam terbuka memberi banyak kita manfaat. Tak hanya buat raga, tapi juga jiwa.