Find Us On Social Media :

Menghirup Udara Segar di Jabodetabek

By Agus Surono, Jumat, 15 April 2011 | 15:04 WIB

Menghirup Udara Segar di Jabodetabek

Sesuai namanya, lintasan teknikal memang membutuhkan teknik untuk bisa melewatinya. Hal ini banyak yang tidak dimengerti oleh para penggowes yang baru terjun di lintasan. Meski terlihat tidak ekstrem, banyak yang mengalami celaka di JPG. Saudara saya bahkan pernah jatuh dan beberapa tulang iganya patah. Ia akhirnya absen selama beberapa bulan untuk menyembuhkan cederanya itu.

Salah satu spot yang terkenal di JPG adalah roller coaster. Ini sebuah cekungan selebar sekitar 5 m dengan kedalaman sekitar 3 m. Jika mau mencobanya, sadel harus diturunkan dan jangan ragu-ragu. Biarkan roda berputar tanpa perlu dihentikan. Saat meluncur turun, mundurkan badan untuk mengimbangi pusat gravitasi yang jatuh ke depan. Rasakan sensasi jantung yang berdegup cepat saat turun dan langsung menanjak.

Bagi pemula biasanya laju sepeda tertahan saat mendaki tebing satunya. Oleh karena itu perlu dibantu rekan-rekannya yang sudah sampai di seberang. Beberapa kecelakaan terjadi karena gugup, lalu mengerem tapi bukan ban depan yang dikunci tapi roda belakang. Alhasil sepeda dan penggowesnya jatuh ke belakang. Bagi yang sudah mahir, roller coaster ini justru malah dijadikan mainan dengan berulang kali naik turun mirip main skateboard.

Selatan Jakarta

Bila lintasan Cihuni dan JPG terasa panas di siang hari, cobalah offroad di Rindu Alam, Bogor. Lokasi yang dikenal sebagai RA ini terletak di kawasan Puncak dan sekarang menjadi trek favorit penggemar offroad. Saban akhir pekan ratusan goweser menuju ke sini untuk melahap trek sepanjang 30 km. Bersepeda di Rindu Alam relatif tak tergantung waktu. Maksudnya mau berangkat pagi atau siang tidak terkendala oleh cuaca panas. Saya pernah "turun" di RA ini pukul 14.00!

Selain dimanjakan turunan, trek RA juga dikenal karena tanjakannya. Istilah Ngehe-1 dan Ngehe-2 pasti terlontar manakala berbicara trek ini. Tanjakan yang terletak tak jauh dari Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua ini memang betul-betul menguras tenaga. Makanya, bagi yang malas menanjak ada anak-anak sekitar yang siap menuntunkan sepeda. Biasanya anak-anak ini sudah menawarkan jasa saat kita istirahat di tempat parkir TSI. Kalau malas jalan kaki, tenang ... ada ojek yang siap mengantar sampai puncak tanjakan. Sekadar informasi saja, titik start berada di ketinggian sekitar 1.500 mdpl, lalu turun ke titik berketinggian sekitar 1.050-an mdpl. Nah, Ngehe-1 dan 2 membawa kita dari posisi ini menuju titik berketinggian 1.350-an mdpl dengan jarak hanya 3 km. Sementara dari titik awal sampai parkiran TSI sekitar 10 km.

Selepas Ngehe tadi, yang ada turunan serta bonus beberapa tanjakan tak seberapa. Titik akhir dari RA ini adalah Gadog. Karena trek RA tidak melingkar seperti Cihuni atau JPG maka perlu angkutan dari titik akhir menuju titik awal. Mengapa parkir di titik akhir? Ya kalau parkir di titik awal nanti baliknya bisa terhadang kemacetan sebab titik awal di Mang Ade, tak jauh dari gerbang perbatasan Bogor dan Cianjur. Nah, dari titik akhir ini sepeda dan penggowesnya diangkut menggunakan angkutan umum sewaan. Ini menjadi pemasukan tambahan bagi angkutan umum lokal di situ.

Mang Ade, sama seperti Mpok Cafe dan Warung Aat, menjadi tempat ngumpul para penggowes sebelum "turun" di RA. Biasanya mereka sarapan di sini dan mempersiapkan sepeda yang dipereteli saat diangkut angkot. Tidak ada menu spesial di sini. Namun menyantap nasi goreng dengan telor ceplok di tengah terpaan hawa dingin memang nikmat.

Kenikmatan yang sama bisa dirasakan saat menyantap ayam goreng dengan nasi mengepul di kawasan kebun teh Cianten. Trek sepeda Cianten (http://goo.gl/zYHjb) "sebelas dua belas" dengan trek Rindu Alam. Hanya di sini tak seramai Rindu Alam. Namun itu soal waktu saja. Ketika RA penuh, orang akan melirik Cianten. Saat saya ke sana tahun 2009, belum ada angkot yang siap sedia mengantar sepeda dan penggowesnya. Sekarang sudah ada dan selalu tersedia di akhir pekan dan hari libur.

Trek Cianten memiliki beragam lintasan. Ada aspal, makadam (jalan berbatu), jalan tanah, jalan berumput, sampai jalan setapak beranjau kotoran kerbau! Udara di sini masih terasa segar sebab jauh dari sumber polusi. Padahal titik paling tinggi trek ini hanya sekitar 1.000-an mdpl. Berbeda dengan kawasan Puncak yang menjadi tujuan wisata orang Jakarta dan sekitar.

Ada beberapa nilai lebih ber-offroad di Cianten. Pertama, bisa menengok pabrik pengolahan teh. Jika waktu memungkinkan, lihat sepintas bagaiman pucuk daun teh diolah. Kedua, melihat dari dekat sumur panas bumi yang dikelola oleh Chevron. Ketiga, melihat bagaimana air diolah sebelum dialirkan ke turbin untuk menghasilkan listrik. Keempat, lebih banyak turunan di trek ini dibandingkan RA. Tak ada tanjakan Ngehe. Salah satu turunan yang mendebarkan terdapat di akhir trek. Turunan yang mengikuti alur pipa yang menyalurkan air untuk menggerakkan turbin ini begitu mendebarkan. Dengan kemiringan sekitar 45o dengan ketinggian sekitar 20 m.

Sama seperti jalur RA, jalur sepanjang sekitar 26 km ini relatif sering ditingkahi hujan. Jadi harus siap bekal jas hujan jika tidak mau basah kuyup.