Penulis
Pencalonan Agus Subiyanto sebagai Panglima TNI oleh Presiden Jokowi dinilai sarat aroma nepotisme. Keduanya sudah lama saling kenal.
Intisrai-Online.com -Pencalonan Kepala Staf Angkata Darat (KSAD) Jenderal Agus Subiyanto sebagai Panglima TNI disebut-sebut sarat akan aroma nepotisme.
Paling tidak, itulah yang dicium oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk reformasi sektor keamanan.
Hal ini lantaran Agus Subiyanto sudah mengenal Presiden Jokowi cukup lama.
Kita tahu, sebnetar lagi Panglima TNI Laksamana Yudo Margono akan memasuki masa pensiun.
Karena itulah Presiden Jokowi sudah menyodorkan calon penggantinya kepada DPR RI.
Dan calon tunggal yang dipilih oleh Presiden Jokowi adalah Agus Subiyanto.
Agus akan menjalani fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan setelah Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengirim surat presiden (surpres) ke DPR pekan lalu.
Beberapa kalangan menilai,keputusan Presiden Jokowi terkait pencalonan Agus dinilai beraroma nepotisme.
Seperti disebut di awal, keduanya sudah sejak lama menjalin hubungan dekat.
Tepatnya ketika Agus menjabat sebagai Komandan Kodim 0735/Surakarta pada 2009-2011.
Ketika itu, Jokowi masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Karena itu, selain sarat nepotisme, pencalonan Agus pun dianggap kental akan dimensi politik praktis menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Agus menduduki posisi KSAD sebenarnya masih berumur jagung.
Dia baru dilantik Jokowi menjadi KSAD menggantikan Jenderal Dudung Abdurachman, Rabu (25/10/2023).
Belum sepekan mengemban jabatan KSAD, Jokowi langsung mengeluarkan supres yang ditujukan kepada DPR pada Selasa (31/10/2023).
Supres itumengenai pencalonan tunggal Agus sebagai Panglima TNI menggantikan Laksamana Yudo Margono yang akan segera pensiun.
Alasannya Jokowi,Agus merupakan perwira tinggi TNI yang memenuhi kriteria.
Sosoknya dianggap diperlukan untuk menjadi Panglima TNI sekalipun baru menjabat sebagai KSAD.
"Sudah kami sampaikan kurang lebih minggu yang lalu. Ya, pertama kan beliau juga (sebelumnya) Wakil KSAD, kemudian menjadi KSAD," ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, pada Rabu (1/11/2023).
"Jadi kalau melihat jam terbangnya di teritorial, kemudian di adminstratif, akademis semuanya memenuhi (kriteria) semuanya," lanjutnya.
Setelah surpres pencalonan Agus telah dikirim ke DPR, tahap selanjutnya adalah uji kelayakan dan kepatutan.
Kabar terbaru, Agus akan diuji oleh Komisi I DPR pada 14 November 2023.
Namun demikian, kepastian jadwal uji kelayakan dan kepatutan masih menunggu kepastian dari Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
"Rencana per saat ini adalah fit and proper test dilaksanakan pada tanggal 14. Akan tetapi, kita tunggu Bamus mengeluarkan keputusan penugasan kepada Komisi I," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Dave Laksono, Rabu pekan lalu.
Agus sendiri mengaku sudah menjalani serangkaian uji kelayakan dan kepatutan di Senayan.
"Ya insya Allah, insya Allah," ujar Agus.
Walau begitu, Agus menyatakan bahwa dirinya belum tentu menjadi Panglima TNI karena harus melewati uji kelayakan dan kepatutan terlebih dulu.
"Saya (jadi panglima) kan belum tentu juga kan," kata Agus.
Koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan mencium adanya aroma nepotisme di balik pencalonan Agus sebagai Panglima TNI.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mewakili koalisi mengatakan, latar belakang hubungan dekat Jokowi dan Agus menjadi salah satu sinyal adanya praktik nepotisme dalam penunjukkannya sebagai calon Panglima TNI.
Sebab, Agus pernah menjabat sebagai Komandan Kodim 0735/Surakarta pada 2009-2011.
Pada periode tersebut, Jokowi masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Menurut Isnur, praktik pergantian panglima kali ini jelas mereduksi kebutuhan regenerasi serta rotasi matra TNI yang diwarnai tujuan dan motif tertentu yang mengarah pada politik praktis.
"Yaitu kepentingan partisan kelompok yang bersifat jangka pendek," kata Isnur dalam siaran pers, Senin (6/11/2023).
Isnur menegaskan bahwa kepentingan tersebut sulit dimungkiri menyangkut kepentingan Jokowi sekaligus untuk memenangkan pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang tak lain adalah putra sulungnya.
Untuk itu, ia mengingatkan, pertimbangan pemilihan calon Panglima TNI harus betul-betul didasarkan pada kepentingan rotasi dan regenerasi di dalam tubuh TNI.
Alih-alih didasarkan pada kedekatan personal maupun kedekatan dan kepentingan politik.
"Kami memandang, nama Agus Subiyanto rentan dimensi politisnya. Usulan nama itu juga punya potensi besar disalahgunakan Presiden untuk kontestasi Pemilu 2024," tegas dia.