Penulis
Ketua Mahkaman Konstitusi Anwar Usman disebut terbukti bersalah terkait putusan batas usia capres-cawapres.
Intisari-Online.com -Ketua Mahkaham Konstitusi Anwar Usman disebut terbukti bersalah terkait putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal capres-cawapres.
Kepastian itu disampaikan oleh Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, Jumat (3/10).
Menurut Jimly, Anwar Usman adalah sosok yang paling banyak dilaporkan terkait putusan tersebut.
Totalnya ada 21 laporan.
Jimly mengatakan, MKMK punya waktu 30 hari untuk memroses laporan tersebut.
Tapi mereka bisa menyelesaikannya dalam waktu 15 hari saja.
MKMK buka peluang batalkan putusan MK?
Sebelumnya, MKMKtak menutup peluang putusan etik yang dihasilkan nanti dapat membatalkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia capres-cawapres.
"Belum bisa dijawab. Nanti (lihat) argumennya apa. Yakin bisa dibatalkan itu bagaimana? Apa alasannya? Nanti dicari dulu," sebut Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie kepada wartawan, Kamis (26/10/2023).
Permohonan agar putusan etik ini dapat membatalkan putusan terdapat pada laporan yang dilayangkan eks Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana.
Pasalnya, laporan dugaan pelanggaran etik ini berkaitan erat dengan Pilpres 2024 yang akhirnya akan diikuti salah satu calon yang memperoleh kesempatan maju gara-gara putusan MK, yaitu putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
Dalam laporannya, Denny meminta agar putusan MKMK dapat membatalkan putusan MK tersebut, seandainya terbukti hakim konstitusi melanggar etik dan pedoman perilaku hakim.
Menurutnya, putusan itu layak dibatalkan karena cacat etik dalam proses penyusunannya, berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman.
Jimly mempersilakan Denny untuk menyertakan keterangan ahli yang paling baik untuk dapat mendukung laporannya.
"Jadi si pemohon itu bisa bawa ahli. Cari ahli yang paling ahli. Silakan. Terus saksi juga, nanti argumennya kita dengar, kenapa dia minta begitu," ujar pendiri MK itu.
Ia tak menjawab secara tegas apakah norma yang ada memberi ruang pembatalan putusan MK berdasarkan putusan etik.
"Dia buktikan dulu bahwa pendapat dia benar. Nanti saya kan punya pendapat, tapi jangan (disampaikan) sekarang," kata dia.